Cerita Dilema Moral Pertama Cerita Dilema Moral Kedua Cerita Dilema Moral Ketiga

C. Interpretasi Data 1. Responden I

a. Tingkat Penalaran Moral Responden

Pertimbangan moral dipandang sebagai suatu struktur bukan isi, pertimbangan moral bukanlah pada apa yang baik atau yang buruk, tetapi pada bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Pertimbangan moral adalah penilaian berupa apa yang diketahui dan dipikirkan seseorang mengenai isu-isu moral dalam situasi kompleks, alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dalam menilai suatu tingkah laku, sehingga dapat dinilai apakah tindakan tersebut baik atau buruk, benar atau salah. Berikut interpretasi dari respon-respon responden terhadap 4 buah cerita dilemma moral Kohlberg, yang dapat dijadikan kesimpulan tentang tingkat pertimbangan moral responden itu sendiri.

1. Cerita Dilema Moral Pertama

Pada kasus mencuri demi kesembuhan istri, responden I memiliki jawaban yang konsisten bahwasanya seseorang itu tetap tidak boleh mencuri, dengan alasan bahwa mencuri adalah suatu perbuatan dosa, dan dilarang agama. Menurut responden, walaupun dengan itu berarti nyawa istri subjek dalam cerita dapat meninggal, responden tetap dengan jawaban bahwa mencuri itu tidak boleh. Alasan dari pernyataan responden mengarah pada tahap empat, yaitu orientasi hukum dan ketertiban, hukum dan kewajiban untuk mempertahankan tata tertib yang tetap baik peraturan itu bersifat sosial ataupun religius yang dianggap sebagai nilai utama. Pada kasus ini nilai utama yang dipertahankan subjek adalah Universitas Sumatera Utara nilai religius.

2. Cerita Dilema Moral Kedua

Pada kasus murid yang melempar kapur ke arah guru, responden I menjawab bahwa seharusnya hal tersebut harus dilaporkan, tidak perduli apapun konsekuensinya, agar murid tersebut tidak bandel lagi dan mengganggu anak-anak yang lain. Alasan dari pernyataan responden juga mengarah pada pertimbangan moral tahap empat, yaitu orientasi hukum dan ketertiban, hukum dan kewajiban untuk mempertahankan tata tertib yang tetap baik peraturan itu bersifat sosial ataupun religius yang dianggap sebagai nilai utama. Perbuatan anak nakal itu harus mendapat hukuman guna terciptanya ketertiban. Berbeda halnya jika jawabannya adalah dengan mendiamkan saja masalah tersebut, dengan alasan agar terhindar dari bahaya yang akan mengancam dirinya, maka responden berada pada pola berpikir tahap 1, yaitu orientasi hukuman. Dan jika jawabannya berupa seseorang itu harus mengatakan kelakukan itu kepada gurunya sebab gurunya percaya kepadanya, maka jawaban ini jatuh pada pertimbangan moral tingkat 3, yaitu orientasi “anak manis”, berusaha mempertahankan harapan-harapan yang diberikan padanya.

3. Cerita Dilema Moral Ketiga

Pada kasus laki-laki buronan yang dijatuhi hukuman 10 tahun penjara, responden I menjawab bahwasanya subjek dalam cerita tersebut harus tetap melaporkan lelaki buronan tersebut, walaupun sekarang ia sudah berubah menjadi pria yang baik, namun ia harus tetap menjalani hukuman sebagai konsekuensi dari apa yang pernah diperbuatnya. Alasan dari pernyataan responden juga mengarah Universitas Sumatera Utara pada pertimbangan moral tahap empat, yaitu orientasi hukum dan ketertiban, hukum dan kewajiban untuk mempertahankan tata tertib yang tetap baik peraturan itu bersifat sosial ataupun religius yang dianggap sebagai nilai utama. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Pada tahap empat ini, seseorang mendapatkan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya. Responden dalam kasus ini menyatakan meskipun buronan itu telah menjadi pria yang baik, namun ia tetap harus menjalankan hukuman sebagai kewajiban yang harus tetap dijalankan.

4. Cerita Dilema Moral Keempat