BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden 5.1.1 Umur
Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang telah diberi skor dan dianalisa secara kuantitatif yang besifat deskriptif dapat dilihat
bahwa umur responden bervariasi anatara 29 tahun sampai 51 tahun. Jumlah responden yang paling banyak berada pada umur 29 – 38 tahun yaitu sebesar 53.5
sedangkan yang paling sedikit berumur 49 tahun yaitu sebesar 5.1. Hal ini menunjukkan bahwa supir taksi masih dalam usia produktif antar 29 – 38 tahun.
Menurut BPS Provinsi Sumatera Utara 2008, menyebutkan bahwa pada tahun 1999 - 2008 situasi perekonomian di Sumatera Utara cukup sulit ditandai dengan
banyaknya penggangguran dan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Sumatera Utara pada bulan Maret 2008
sebesar 12,55 . Dari pernyataan di atas peneliti berasumsi bahwa kondisi perekonomian yang sulit ditambah dengan ketrampilan yang kurang menyebabkan
responden memilih pekerjaan sebagai supir taksi.
5.1.2 Penghasilan
Sebagian besar pendapatan perbulan responden adalah Rp.1.640.000 adalah sebesar 61.5, sedangkan paling sedikit adalah Rp. 820.000 adalah sebesar 5.1.
Sesuai dengan standar UMR Kota Medan Tahun 2008 yaitu minimal Rp 820.000, bahwa pendapatan perbulan yang diterima oleh supir tergolong cukup diatas
Rp. 1.640.000. Hal ini berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meriani 1998, di Pulo Sicanang terlihat bahwa supir taksi merupakan ujung tombak dalam
Universitas Sumatera Utara
pemasaran jasa seks dengan menyebarkan informasi kepada calon pelanggan potensial mengenai lokasi, aturan main, jenis pelayanan yang tersedia dan tarifnya.
Oleh karena peran supir taksi yang demikian bahkan sampai menjadi perantara dalam negosisi tarif kepada calon pelanggan membuat mereka mendapatkan penghasilan
yang lebih dari pekerja seks atas jasa yang mereka berikan. Berdasarkan pernyataan di atas peneliti berasumsi bahwa pengahasilan supir
taksi yang bervariasi berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam pencegahan penularan HIV. Sebagai akibat dari banyaknya uang yang mereka miliki memudahan
dalam mengakses dan menikmati fasilitas umum seperti klub malam dan diskotik. Hal ini dapat mendorong mereka untuk terinfeksi apabila tidak diimbangi dengan
perilaku untuk mencegah terinfeksi HIV.
5.1.3 Pendidikan
Untuk tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan SLTASederajat yaitu sebesar 71.8, sedangkan yang paling sedikit adalah
berpendidikan SD yaitu 5.1. Diantaranya ada juga responden yang menamatkan pendidikan di perguruan tinggi yaitu 7.7.
Sebagaimana hasil survei kependudukan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kota Medan 2005, dalam penelitiannya sebesar 39,44 laki-laki di kota
Medan hanya menamatkan SLTA. Sehingga dapat dikatakan bahwa Supir Taksi yang seluruhnya merupakan laki-laki memiliki tingkat pendidikan cukup.
Dari wawancara terbuka dengan beberapa supir taksi pada saat penelitian, sebagian supir memiliki pendidikan tamatan SLTA tidak melanjutkan pendidikan
karena krisis ekonomi pada saat itu. Sebagian dari mereka sebelumnya bekerja
Universitas Sumatera Utara
sebagai pegawai di perusahaan swasta, seperti pengakuan dari salah seorang supir taksi yang menamatkan pendidikan strata satu S1 menyatakan bahwa diperlukan
ketrampilan yang lain untuk bekerja di perusahaan. Jadi, menjadi supir taksi lebih baik hanya memerlukan ketrampilan mengemudi saja.
5.1.4 Lama Bekerja