yang diminta, retardasi mental yang tidak terdiagnosis, serta kehilangan pendengaran, penglihatan kerusakan saraf pusat serta pola keluarga.
6.2 Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun
2014
Pemantauan perkembangan anak sejak dini berguna untuk menemukan penyimpangan atau hambatan perkembangan anak, sehingga
upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada
masa-masa tumbuh
kembang anak.
Pemantauan dan
penilaian perkembangan motorik kasar anak dapat dilakukan dengan program
kegiatan surveilans dan skrining. Salah satu skrining yang dapat dilakukan adalah dengan denver II yang dapat diandalkan dan menunjukan validitas
yang tinggi serta mudah dan cepat dilakukan Soetjiningsih, 1995. Perkembangan motorik kasar membutuhkan koordinasi gerakan pada
sebagian besar bagian tubuh anak, membutuhkan tenaga yang dilakukan oleh otot-otot besar serta kematangan dalam koordinasi Sujiono dalam
Lisma, 2010. Gambaran status perkembangan motorik kasar di Kelurahan Pamulang
Barat adalah 18,2 dari 66 responden dengan rentang 6-18 bulan mengalami keterlambatan dan suspect dalam perkembangan motorik kasar,
sedangkan 81,8 responden memiliki status perkembangan motorik kasar yang normal. Hal ini menyatakan bahwa anak pada usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat banyak yang mengalami status perkembangan
motorik kasar normal. Banyak pendukung yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak normal. Berdasarkan pengamatan,
diketahui bahwa lingkungan tempat tinggal anak merupakan lingkungan yang mendukung perkembangan motorik anak. Interaksi yang terjalin
dengan teman sebaya, bermain dan belajar, secara tidak langsung merangsang dan menstimulus anak untuk berkembang sesuai dengan tahap
perkembangan motoriknya.
6.3 Gambaran Asupan Energi Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Tingkat pertumbuhan berbeda untuk setiap anak, begitu pula dengan kebutuhan energinya. Kebutuhan energi anak sangat bervariasi
berdasarkan perbedaan tingkat pertumbuhan dan tingkat aktivitas. Usia dan tahap perkembangan juga berkaitan dengan kebutuhan energi Sharlin
dalam Rosmanindar, 2013. Energi adalah bahan utama untuk bergeraknya tubuh yang merupakan hasil metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein sebagai sumber tenaga metabolisme pertumbuhan dan sumber energi. Konsumsi energi diperoleh dari sumber protein dan karbohidrat.
Sumber protein dan karbohidrat menyumbang bagi tubuh sebesar 4 Kkal dan sumber energi dari lemak lebih tinggi yaitu 9 Kkal. Konsumsi energi
tubuh paling besar diperoleh dari konsumsi makanan sumber karbohidrat Nursalam, 2005.
Tubuh manusia akan merespon terhadap asupan energi yang tidak cukup pada rangkaian fisiologis. Studi eksperimen pada orang dewasa
telah membantu dalam memahami perubahan fisiologis yang mencirikan penyesuaian terhadap asupan energi pada manusia. Hal ini akan terjadi
respon adaptif untuk mempertahankan keseimbangan energi meskipun keadaan asupan energi rendah sehingga mengakibatkan kekurangan
energi kronik, ukuran tubuh akan lebih kecil Shetty dalam Rosmanindar, 2013.
Pada penelitian ini, hasil univariat menyatakan bahwa anak usia 6- 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat mengalami konsumsi energi
kurang dari standar Angka Kecukupan Gizi AKG, dilihat bahwa persentasenya sebanyak 72,7. Hal ini disebabkan karena konsumsi
sumber energi kurang beragam, konsumsi porsi yang sedikit, frekuensi dan jumlah pemberian makan, densitas energi yang rendah dalam hal ini
pola jajanan anak setiap hari berkontribusi seperti es, minuman ringan yang manis, permen, dan snack rata-rata menjadi pola jajanan anak,
sehingga anak sudah kenyang duluan dari jajanan dibandingkan makan sumber energi, serta prilaku pemilihan makanan pada anak.
Sedangkan untuk hasil bivariat, didapatkan bahwa sebagian besar responden memiliki asupan energi cukup dengan perkembangan motorik
kasar tidak normal dan suspect hanya ada 33,3 sedangkan untuk asupan energi cukup dengan perkembangan motorik kasar normal sebesar 66,7.
Hal ini menyatakan bahwa anak yang memiliki asupan energi cukup dengan perkembangan motorik kasar normal lebih tinggi dibandingkan
persentase anak yang konsumsi energi cukup dengan perkembangan