Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Anak (Gross Motor) Pada Anak Usia 6 Sampai 24 Bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2014

(1)

SKRIPSI

Oleh

MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO 107101001765

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014 M/1435


(2)

(3)

MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO, NIM.107101001765

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI POSYANDU (POS PELAYANAN TERPADU) DESA PARI KECAMATAN MANDALAWANGI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

(xiv + 121 halaman, 13 tabel, 11 grafik, 2 gambar, 2 bagan, 3 lampiran) ABSTRAK

Gizi merupakan sebuah isu fundamental dalam kesehatan masyarakat. Di Indonesia permasalahan gizi merupakan sebuah ironi, disaat permasalahan gizi buruk masih menjadi permasalahan yang serius ditambah lagi dengan permasalahan gizi lebih. Status gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap beberapa aspek. Gizi kurang atau gizi buruk pada balita, membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di kecamatan mandalawangi sebesar 9,5% dan Desa pari merupakan desa dengan prevalesi angka gizi kurang dan Gizi buruk sebesar 12, 96%. Tujuan penelitian ini diketahuinya hubungan status gizi terhadap status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini balita umur 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari. Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Adapun analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis bivariat Chi square dan. Anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari 18,1% mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi status perkembangan motorik kasar adalah status gizi (p=0,009), riwayat BBLR (p=0,009), status ekonomi keluarga (p=0,000) dan stimulasi (P=0,011).

Kata kunci: status gizi, perkembangan motorik kasar, baduta, Pandeglang. Daftar bacaan : 37 (1994-2013)


(4)

MOHAMMAD YOGIE SUTRISNO, NIM.107101001765

RELATIONSHIP BETWEEN NUTRITIONAL STATUS AND GROSS MOTOR DEVELOPMENT STATUS OF CHILD AGED 6 TO 24 MONTHS IN

POSYANDU PARI VILLAGE, MANDALAWANGI, PANDEGLANG

BANTEN 2014

(xiv + 120 pages, 13 tables, 11 graphs, 2 pictures, 2 drafts, 3 attachments) ABSTRACT

Nutrition is fundamental issue in public health. In Indonesia, nutrition problem is an ironic situation, while malnutrition is still exist, overnutrition problem is arising. Nutrition status of toddler affect physical growth and mental development. The prevalence of malnutrition in Mandalawangi Sub Distric was 9,5% and the prevalence of malnutrition in Pari Village was 12,96%. The study aims to find out the relationship between gross motoric development status among children age 6 to 24 months in Posyandu Pari village, Mandalawangi, Pandeglang, Banten in 2014. The study design was cross sectional, the population study was children with age 6 to 24 months in Posyandu Pari Village. The hypothesis test with two proportion was performed to get the sampel size. The research used simple random sampling, the data was analyzed by using Chi Square. As for 18,1% of them has retarded gross motor. The factors contributed to the status of gross motor were nutritional status (p = 0,009), low birth weight history (p = 0,009), family economy status (p = 0,000) and stimulation (p = 0,011).

Keyword : nutritional status, gross motor development, toddler, Pandeglang. Read of list : 37 (1994-2013)


(5)

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN STATUS PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK (GROSS MOTOR) PADA ANAK USIA 6 SAMPAI

24 BULAN DI POSYANDU DESA PARI KECAMATAN MANDALAWANGI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN TAHUN 2014

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan lmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 14 Juli 2014 Mengetahui, Pembimbing I

Catur Rosidati, SKM., MKM. NIP. 19750210 200801 2 018

Pembimbing II

Raihana Nadra Al Kaff, SKM, M.MA. NIP. 19781216 200901 2 005


(6)

(7)

Rabul Alamin, atas maunah dah hidayah-Nya kepeda penulis. Shalawat beriring salam layaknya tertuju bagi uswatun hasanah umat manusia Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta, inspirator penulis dalam hidup, Agus Karya, S.Pd. dan Siti Umamah S.Pd., yang senantiasa telah bersabar menunggu anaknya diwisuda. Ananda mencintai kalian berdua melebihi diri ini. Adik-adiku I’a, Uwi dan Devi, kalian penyejuk jiwa ditengah kehampaan asa.

2. Prof. Dr (hc). dr. H. M. K. Tadjudin, Sp.And. selaku dekan, Ibu Febrianti, Msi. selaku Kepala Program Studi, Ibu Ratih Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes. selaku Penanggung Jawab Peminatan Gizi, Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM., M. Kes. selaku Penasehat Akademik Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM., selaku Pembimbing I dan Ibu Raihana Nadra Al Kaff, SKM, MMA., selaku Pembimbing II, kalian adalah orang tua dengan maqom yang mulia bagi penulis, penulis haturkan ribuan terimakasih untuk bimbingan dan kesabaran yang luar biasa dalam menunjukan ‘jalan yang lurus’ kepada penulis. Ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D dan Ibu Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku penguji, penulis haturkan terima kasih telah menunjukan ‘hitam’ dan ‘putih’ pada skripsi ini.

4. Dua ‘idiot’ sahabatku, Rian ‘Eenk’ dan Rizal ‘Panda’ tanks guys untuk semua ‘kegilaan’ dalam hidup ini, teman-teman 2007 terkhusus veteran 2014 dan the reminders (Rea dan ‘Prof’) kalian laksana suara adzan bagiku , dan para penunggu kosan (ceuba barudak eta kosan diberesan mani pabalatak kitu). Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Juli 2014


(8)

Alamat : Kp. Panjang Jaya RT.01 RW.01 Ds. Panjang Jaya Kec. Mandalawangi Kab. Pandeglang Prov. Banten 42261

HP : +628571 767 4849

E-Mail : hayam_jalu@yahoo.com

Hobi/Interest : Manga, Anime, Movies, Game, Martial Art Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 2001 : SDN Panjang Jaya I Tahun 2001 – 2004 : SMP Daar El Falaah Tahun 2004 – 2007 : SMA Daar El Falaah

Tahun 2007 – 2014 : Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Pengalaman Organisasi

Tahun 2002 – 2005 : Ketua Departemen Kedisiplinan (Qismul Amni) OPPM Pesantren Modern Daar El Falaah

Tahun 2002 – 2005 : Staff Departemen Koprasi (Qismul Syirkah) OPPM Pesantren Modern Daar El Falaah

Tahun 2002 – 2004 : Ketua Departemen Andalan Koordinator Ururan Latihan (Angkulat) Koordinator Gerakan Pramuka (KGP) Pesantren Modern Daar El Falaah

Tahun 2002 – 2004 : Pasukan Khusus KGP P.M. Daar El Falaah Tahun 2005 – 2006 : Ketua (Raisul Munadzomah) OPPM Pesantren

Modern Daar El Falaah

Tahun 2006 – 2007 : Ketua Departemen Pengajaran & Peribadatan (Qismu ta’lim wal Ibadah) OPPM Pesantren Modern Daar El Falaah

Tahun 2007 – 2008 : Staff Dept. Litbang BEMJ Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2008 – 2009 : Staff Dept. Kaderisasi ISMKMI wilayah II Tahun 2008 – 2009 : Staff Dept. Humas CSS MoRA UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

Tahun 2009 – 2010 : Koordinator Tobacco Control ISMKMI wilayah II Tahun 2009 – 2011 : Ketua Dept. Pengembangan Sumber Daya Manusia


(9)

KATA PENGANTAR --- v

RIWAYAT HIDUP --- vi

DAFTAR ISI --- vii

DAFTAR TABEL --- xiii

DAFTAR GRAFIK --- xiv

DAFTAR BAGAN --- xv

DAFTAR GAMBAR --- xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang --- 1

1.2.Rumusan Masalah --- 8

1.3.Pertanyaan Penelitian --- 9

1.4.Tujuan Penelitian --- 10

1.4.1. Tujuan Umum --- 10

1.4.2. Tujuan Khusus --- 10

1.5.Manfaat Penelitian--- 11

1.4.1. Bagi Mahasiswa --- 11

1.4.2. Bagi Posyandu Desa Panjang Jaya --- 11

1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta --- 12

1.6.Ruang Lingkup Penelitian --- 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Gerak Motorik Kasar --- 13

2.2.1. Pengertian Motorik Kasar --- 13

2.2.2. Prinsip Perkembangan Motorik Kasar --- 14

2.2.3. Indikator Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan --- 16

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan --- 19

2.2.Status Gizi --- 29

2.1.1. Definisi Gizi --- 29

2.1.2. Status Gizi --- 30

2.1.3. Indikator Status Gizi --- 30

2.1.4. Masalah Gizi --- 31

2.1.5. Penilaian Status Gizi --- 33


(10)

2.4.3. Manfaat Posyandu --- 46

2.5.Kerangka Teori --- 48

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1.Kerangka Konsep --- 49

3.2.Definisi Oprasional --- 51

3.3.Hipotesis Penelitian --- 56

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian --- 57

4.2.Waktu dan Tempat Penelitian --- 57

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian --- 57

4.4.Instrumen Penelitian --- 59

4.5.Uji Validitas dan Realibilitas --- 60

4.6.Pengumpulan data Penelitian --- 61

4.7.Pengolahan Data Penelitian --- 62

4.8.Teknis dan Analisa Data Penelitian --- 63

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1.Analisa Univariat --- 64

5.1.1. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 64

5.1.2. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 65

5.1.3. Gambaran Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 66

5.1.4. Gambaran Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 67


(11)

Pandeglang --- 69 5.1.7. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 70 5.1.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 71 5.1.9. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 72 5.1.10.Gambaran Jumlah Anak Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 73 5.1.11.Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 74 5.2.Analisa Bivariat

5.2.1. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 76 5.2.2. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 77 5.2.3. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 78 5.2.4. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status


(12)

Pandeglang --- 80

5.2.6. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 81

5.2.7. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 82

5.2.8. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 83

5.2.9. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 84

5.2.10.Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 85

BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian --- 87

6.1.1. Variabel Penelitian --- 87

6.1.2. Cara Ukur Variabel --- 87

6.1.3. Bias --- 88

6.2. Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 89

6.3. Gambaran Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 90


(13)

6.6. Gambaran Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 92 6.7. Gambaran Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24

bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 93 6.8. Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai

24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 94 6.9. Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 95 6.10. Gambaran Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 95 6.11. Gambaran Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6

sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 96 6.12. Gambaran Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 97 6.13. Hubungan Status Gizi Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 98 6.14. Hubungan Umur Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 102 6.15. Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Perkembangan

Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 103 6.16. Hubungan Status Berat Bayi Lahir Rendah Dengan Status


(14)

Pandeglang --- 108 6.18. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Status

Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 110 6.19. Hubungan Tingkat Pendidikan Ayah Dengan Status

Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 111 6.20. Hubungan Status Ekonomi Keluarga Dengan Status

Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 112 6.21. Hubungan Jumlah anak dalam Keluarga Dengan Status

Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 114 6.22. Hubungan Stimulus Dengan Status Perkembangan Motorik

Kasar Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Posyandu Desa

Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 115 BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1.Kesimpulan --- 118 7.2.Saran --- 119 DAFTAR PUSTAKA --- 122 LAMPIRAN


(15)

WHO-NCHS --- 37 2.2 Interpretasi Statu gizi berdasarkan tiga indeks

antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB standar

baku antropometri WHO-NCHS) --- 38 5.1 Gambaran Status Gizi berdasarkan Status

Perkembangan Motorik Kasar --- 76 5.2 Gambaran Umur Berdasarkan Status

Perkembangan Motorik Kasar --- 77 5.3 Gambaran Jenis Kelamin Berdasarkan Status

Perkembangan Motorik Kasar --- 78 5.4 Gambanran Status BBLR Berdasarkan Status

Perkembangan Motorik Kasar --- 79 5.5 Gambaran Pengetahuan Ibu Berdasarkan Status

Perkembangan Motorik Kasar --- 80 5.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Ibu Berdasarkan

Status Perkembangan Motorik Kasar --- 81 5.7 Gambaran Tingkat Pendidikan Ayah Berdasarkan

Status Perkembangan Motorik Kasar --- 82 5.8 Gambaran Status Ekonomi Keluarga Berdasarkan

Status Perkembangan Motorik Kasar --- 83 5.9 Gambaran Jumlah Anak Dalam Keluarga

Berdasarkan Status Perkembangan Motorik Kasar --- 84 5.10 Gambaran Stimulasi Berdasarkan Status


(16)

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 64 5.2

Status Gizi Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 65 5.3

Umur Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten

Pandeglang --- 66 5.4

Jenis Kelamin Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 67 5.5

Status Berat Bayi Lahir Rendah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 68 5.6

Pengetahuan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 69 5.7

Pendidikan Ibu Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi

Kabupaten Pandeglang --- 70 5.8

Tingkat Pendidikan Ayah Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 71 5.9

Status Ekonomi Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 72 5.10

Jumlah Anak dalam Keluarga Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan

Mandalawangi Kabupaten Pandeglang --- 73 5.11

Stimulus Pada Anak Usia 6 sampai 24 bulan Di Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten


(17)

(18)

(19)

Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi sumber daya manusia, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 ditegaskan bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ini dimulai melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia dan hal ini akan tercapai jika pemenuhan kebutuhan ini dimulai sedini mungkin, perhatian utamanya terletak pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. (Laksmi dan Handayani, 2008). Pemenuhan kebutuhan sejak dini merupakan pondasi dan titik awal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Jika kita membicarakan pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia sejak dini maka jelas target pada fase ini adalah ini adalah bayi dan balita, dan dalam fase ini titik terpentingnya adalah pertumbuhan fisik dan kemudian diikuti perkembangannya psikisnya.


(20)

Perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal sosial dan adaptif (Soetjiningsih, 1995). Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya (Sunardi dan Sunaryo, 2007). Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang ukuran besar dari pada ukuran yang kecil. Karena anak belum mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik halusnya, seperti meronce, menggunting dan lain-lain.

Motorik kasar (gross motor) dalam islam mempunyai maqom tersendiri, bayak ayat Al-Qur‟an maupun hadis Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Salam (SAW). secara gamblang menyebutkan kemampuan fisik sebagai aspek yang penting dalam kehidupan maupun beragama. Seperti yang tertuang dalam Al-Qur‟an surat Al-Qashash ayat 26:







salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Dalam surat Al-Baqarah ayat 247 Allah berfirman: “Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan


(21)

menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa (basthah)." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.” Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah S.A.W bersabda:

ىمرلا ة قلا نإ اأ ىمرلا ة قلا نإ اأ ة ق نم متعطتسا ام م ل ا دعأ

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah, kekuatan itu adalah dengan melempar, beliau shallallahu „alaihi wa sallam mengucapkannya tiga kali).”(HR. Muslim).

Dalam ayat 26 surat Al-Qashash dan hadist yang diriwayatkan oleh Muslim diatas kata al-qowiyyu dan al-quwwatu yang secara harfiah berarti kekuatan mengacu langsung pada kekuatan fisik, bahkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim lebih spesifik kepada kekuatan pergerakan yaitu melepar. Dalam ayat 247 surat Al-Baqarah kata basthatan yang secara harfiah berarti kemampuan ini pun mengacu kepada kemapuan fisik dengan terdapat kata al-jismi yang berarti tubuh sebagai madzruf dari kata basthathan dan dari ayat diatas kemampuan dan kekuatan fisik tidak dikhususkan hanya untuk satu kalangan atau satu strata sosial saja melaikan untuk semua muslim yang mempercayai ajaran islam.

Motorik kasar diperuhi beberapa faktor antara lain faktor intrinsik seperti tinggi badan, dan faktor ekstrinsik seperti kebiasaan makan dan terpenuhinya makanan bergizi pada anak (Narendra, 2006 dalam Sylvia 2010). Dalam ajaran islam makanan bergizi diinterpretasikan kedalam dua kondisi yaitu baik


(22)

menurut syar’i (halal) dan baik menurut zatnya (thayib) sebagai mana yang termaktub dalam Qur‟an surat Al-Maidah ayat 88:













”Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” Makanan dapat dikatakan baik menurut syar’i atau syariat merupakan makanan yang diperoleh, diolah dan dikonsumsi dengan cara yang tidak dilarang dan bukan merupakan makanan yang dipantangkan (haram) dari segi zatnya seperti daging babi dan alkohol. Sedangkan makanan dapat dikatakan baik menurut zatnya (thayib) merupakan makanan dengan kondisi yang baik atau memenuhi standar keamanan pangan. Pemberian makanan yang halal dan thayib dalam islam pula dianjurkan untuk diberikan sedini mungkin yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 233. “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ara ibu dengan cara ma'ruf.”. Ayat ini menjelaskan bahwa asupan gizi yang baik perlu di perhatikan pada 2 tahun awal tumbuh kembang anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan pada fase selanjutnya.

Usia 6-36 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak


(23)

memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak tidak memperoleh asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik masa ini atau masa selanjutnya (Almatsier, 2001).

Sewaktu lahir, berat otak anak sekitar 27% berat otak orang dewasa. Pada usia 2 tahun, berat otak anak sudah mencapai 90% dari berat otak orang dewasa (sekitar 1200 gram). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia ini, masa perkembangan otak sangat pesat. Pertumbuhan ini memberikan implikasi terhadap ketangkasan dan kecerdasan anak (Hurlock, 1978). Pada periode ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 1995).

Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritis anak pada usia 6–24 bulan, karena kelompok umur merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin dkk, 2004).

Keadaan gizi anak dapat dinilai dengan melihat status gizinya. Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga


(24)

didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck, 2000). Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi anak 6-36 bulan adalah status ASI, pendidikan ibu, status diare, dan sum- ber air minum (Depkes, 2004).

Masalah gizi di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan obesitas di kota-kota besar. Indonesia sebagai negara kembang juga masih mengalami masalah gizi ganda sebagai yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh, sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih sebagaimana diungkap dalam pada Widya Karna Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 1993 (Supariasa dkk, 2001).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 diketahui bahwa prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita 17,9 persen tahun 2010, prevalensi gizi buruk yaitu 4,9 persen tahun 2010 dan prevalensi gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen (Riskesdas, 2010). Menurut WHO dalam Depkes (2009), suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi masyarakat apabila jumlah balita gizi kurangnya sudah mencapai 10% dari jumlah balita yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka Indonesia sampai saat ini


(25)

masih mengalami masalah gizi masyarakat karena jumlah balita gizi kurang masih di atas 10 % (Depkes RI, 2000).

Banten merupakan provinsi yang baru diantara provinsi lain di Indonesia. Banten terdiri dari bebrapa kota dan kabupaten salah satunya adalah kabupaten Pandeglang. Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang berada dalam wewenang Pemerintah kabupaten Pandeglang. Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi buruk dan 13,0 gizi kurang dan provinsi Banten termasuk kedalam 18 provinsi yang memiliki angka prevalensi lebih besar dari nasional dengan angka 30,5 %. Untuk kabupaten pandeglang sendiri berdasarkan data dari Dinkes Kabupaten Pandeglang balita yang mengalami gizi kurang dan buruk tahun 2010 berjumlah 8,50%. Kalau dibandingkan dengan batas masalah gizi masyarakat menurut WHO sebesar 10%, maka masalah gizi kurang di Kabupaten Pandeglang masih cukup tinggi.

Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa tingkat perkembangan motorik anak dengan status gizi kurang tidak sesuai dengan usia terjadi pada 66.7% responden, sedangkan tingkat perkembangan motorik anak dengan status gizi normal tidak sesuai hanya terjadi pada 32.8% responden. Dengan membandingkan hasil hitung .0..0 dengan p value 0,01 dapat disimpulkan bahwa status gizi memang sangat mempengaruhi perkembangan motorik anak usia prasekolah (Lindawati, 2013).


(26)

Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yekti Rokhani (2008) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah pada baduta menunjukkan baduta yang perkembangan motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari awal periode perkembangan hanya 10 anak (22,7 %).

Berdasarkan studi pendahuluan nilai prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di kecamatan mandalawangi sebesar 9,5% dengan angka prevalensi gizi kurang sebesar 8,6% dan prevalnsi gizi buruk sebesar 0,85%. Desa pari merupakan desa dengan prevalesi angka gizi kurang dan Gizi buruk sebesar 12, 96% dengan prevalensi gizi kurang 11,11% sebesar dan gizi buruk sebesar 1,85%.

1.2.Rumusan Masalah

Pertumbuhan masa otak anak setelah lahir sampai usia 24 bulan meningkat dari 27% masa otak orang dewasa menjadi 90% masa otak orang dewasa dan ini merupakan periode emas dalam tumbuh kembang anak yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan menjadi periode terburuk anak. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 77,3% dari 44 orang anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar. Berdasarkan studi pendahuluan prevalensi gizi kurang dan buruk di Posyandu Desa Pari sebesar 11,11% masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan standar masalah kesehatan masyarakat terkait gizi buruk yaitu sebesar 10%. Berdasarkan pemaparan perkembangan


(27)

motorik kasar dan status gizi yang telah dijabarkan di atas, peneliti bermaksud untuk meneliti hubungan status gizi dengan status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014.

1.3.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

4. Adakah hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

5. Adakah hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari


(28)

Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014?

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan status gizi terhadap gerak motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014. 1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014

2. Diketahuinya gambaran umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014. 3. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu,

tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014

4. Diketahuinya hubungan umur, jenis kelamin, BBLR, dan status gizi dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu


(29)

Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014

5. Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, tingkat pendidikan ayah, status ekonomi keluarga, jumlah anak dan stimulus dengan motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014

1.5.Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk dilakukannya penelitian lanjutan yang berkaitan prestasi belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama dalam hal gizi.

1.4.2. Bagi Posyandu Desa Pari

Diperoleh informasi mengenai hubungan staus gizi terhadap gerrak motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten tahun 2014. Dengan hasi penelitian in diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pengelola lembaga pendidikan Posyandu Desa Pari dalam mengambil setiap kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas anak.


(30)

1.4.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Terlaksananya salah satu dari upaya untuk mengimplementasikan Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

1.6.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai hubungan status gizi terhadap motorik kasar pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari Tahun ajaran 2013-2014. Peneliti merupakan mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Posyandu Desa Pari terkait status gizi anak usia 6 sampai 24 bulan dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa banyak anak usia 6 sampai 24 bulan yang perkembangan motoriknya belum optimal dan penelitian terdaulu yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi dengan motorik kasar anak. Penelitian ini ditujukan pada anak usia 6 sampai 24 bulan karna pada anak usia ini asupan gizi yang buruk atau penanganan yang keliru pada perkembangan anak akan menimbulkan dampak sistemik bagi tumbuh kembangnya dimasa depan. Penlitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan menggunakan metode simple random sampling dan mengunakan uji Chi Square dan Fisher’s Exact Test dalam analisa data.


(31)

2.1.Gerak Motorik Kasar

2.2.1. Pengertian Motorik Kasar

Motorik kasar adalah kemampuan gerak tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh motorik kasar diperlukan agar anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya (Sunardi dan Sunaryo, 2007). Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari pada motorik halus, misalnya anak akan lebih dulu memegang benda-benda yang ukuran besar dari pada ukuran yang kecil. Karena anak belum mampu mengontrol gerakan jari-jari tangannya untuk kemampuan motorik halusnya, seperti meronce, menggunting dan lain-lain.

Bambang Sujiono (2007) berpendapat bahwa gerakan motorik kasar adalah kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh tubuh anak.

Menurut Endang Rini Sukamti (2007) bahwa aktivitas yang menggunakan otot-otot besar di antaranya gerakan keterampilan non lokomotor, gerakan lokomotor dan gerakan manipulatif. Gerakan non lokomotor adalah aktivitas gerak tanpa memindahkan tubuh ke tempat


(32)

lain. Contoh, mendorong, melipat, menarik dan membungkuk. Gerakan lokomotor adalah aktivitas gerak yang memindahkan tubuh satu ke tempat lain. Contohnya, berlari, melompat, jalan dan sebagainya, sedangkan gerakan yang manipulatif adalah aktivitas gerak manipulasi benda. Contohnya, melempar, menggiring, menangkap dan menendang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa kegiatan motorik kasar adalah menggerakkan berbagai bagian tubuh atas perintah otak dan mengatur gerakan badan terhadap macam-macam pengaruh dari luar dan dalam. Motorik kasar sangat penting dikuasai oleh seseorang karena bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tanpa mempunyai gerak yang bagus akan ketinggalan dari orang lain, seperti: berlari, melompat, mendorong, melempar, menangkap, menendang dan lain sebagainya, kegiatan itu memerlukan dan menggunakan otot-otot besar pada tubuh seseorang.

2.2.2. Prinsip Perkembangan Motorik Kasar

Hurlock (1978) menyatakan dari beberapa studi perkembangan motorik yang diamatinya, ada lima prinsip perkembangan motorik kasar. Adapun lima prinsip perkembangan motorik kasar yaitu:

1. Perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan otot dan saraf


(33)

matangnya perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot, semakin baik kemampuan motorik anak. Hal ini juga didukung oleh kekuatan otot anak yang baik.

2. Perkembangan yang berlangsung terus menerus

Perkembangan motorik berlangsung secara terus menerus sejak pembuahan Urutan perkembangan cephalocaudal dapat dilihat pada masa awal bayi, pengendalian gerakan lebih banyak di daerah kepala. Saat perkembangan syaraf semakin baik, pengendalian gerakan dikendalikan oleh batang tubuh kemudian di daerah kaki. Perkembangan secara proximodistal dimulai dari gerakan sendi utama sampai gerakan bagian tubuh terpencil. Misal bayi menggunakan bahu dan siku dalam bergerak sebelum menggunakan pergelangan tangan dan jari tangan

3. Perkembangan motorik memiliki pola yang dapat diramalkan

Perkembangan motorik dapat diramalkan ditunjukkan dengan bukti bahwa usia ketika anak mulai berjalan konsisten dengan laju perkembangan keseluruhannya. Misalnya, anak yang duduknya lebih awal akan berjalan lebih awal ketimbang anak yang duduknya terlambat.


(34)

4. Reflek primitif akan hilang dan digantikan dengan gerakan yang disadari

Reflek primitif ialah gerakan yang tidak disadari, berlangsung secara otomatis dan pada usia tertentu harus sudah hilang karena dapat menghambat gerakan yang disadari.

5. Urutan perkembangan pada anak sama tetapi kecepatannya berbeda Tahap.

perkembangan motorik setiap anak sama. Akan tetapi kondisi bawaan dan lingkungan mempengaruhi kecepatan perkembangannya.

2.2.3. Indikator Motorik Kasar Anak Usia 6 sampai 24 bulan

Meadow dan Newell (2005) menyebutkan tahap-tahap perkembangan sesuai usia yang meliputi empat bidang perkembangan yaitu postur dan pergerakan, penglihatan dan manipulasi, pendengaran dan kemampuan bicara, serta perilaku sosial.

1. Usia 12 Bulan

a. Berjalan mengelilingi perabotan dengan melangkah di sisi-sisi perabotan

b. Merangkak dengan keempat tungkai; berjalan dengan tangan dituntun

c. Jari telunjuk mendekati objek kecil kemudian mengambilnya dengan genggaman menjepit


(35)

d. Menjatuhkan mainan dengan sengaja kemudian mengamatinya e. Mengoceh tanpa terputus beberapa kata

f. Memahami beberapa perintah sederhana

g. Bekerjasama saat berpakaian, misalnya berpegangan pada lengan h. Melambaikan tangan

2. Usia 18 Bulan

a. Berjalan sendiri dan mengambil sebuah mainan dari lantai tanpa terjatuh

b. Membangun menara dengan tiga kubus c. Menulis tak beraturan

d. Menggunakan banyak kata, menyebutkan nama beberapa orang e. Sesekali menggunakan dua kata bersambung

f. Minum dari gelas dengan dua tangan g. Menuntut perhatian terus menerus 3. Usia 24 Bulan

a. Berlari

b. Naik turun tangga dengan dua kaki tiap anak tangga c. Membangun menara dengan enam kubus

d. Menyambung beberapa kata menjadi frase sederhana untuk menyatakan sebuah ide

e. Menggunakan sendok


(36)

4. Usia 36 bulan

a. Naik tangga dengan satu kaki tiap anak tangga b. Berdiri dengan satu kaki selama beberapa saat c. Membangun menara dengan Sembilan kubus d. Meniru gambar

e. Berbicara dalam satu kalimat f. Menyebutkan nama lengkapnya g. Makan dengan sendok dan garpu h. Dapat melepas pakaian tanpa bantuan i. Berhenti mengompol malam hari

Untuk mengukur sejauh mana motorik kasar anak, maka berdasarkan tahap-tahap perkembangan diatas kemudian dibandingkan dengan kartu ukur tumbuh kembang anak atau Kartu Kembang Anak (KKA) berikut gambar KKA.


(37)

Gambar 2.1 Tampilan Depan

Gambar 2.2 Tampilan Belakang

2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motorik Kasar Anak

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter dan lingkungan.


(38)

Faktor herediter meliputi genetik atau bawaan, jenis kelamin, ras atau etnik dan umur. Sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal.

Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologinya, tingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil interaksi beberapa faktor yang saling berkaitan (Soetjiningsih, 1995).

1. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam memcapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Yang termasuk faktor genetik antara lain bergabai faktor bawaan yang normal dan patologi, jenis kelamin suku bangsa dan bangsa.

2. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya atau tidaknya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan bio-psiko-sosial dan perilaku. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih didalam kandungan dan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir.


(39)

a. Lingkunagan Prenatal

Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsepsi sampai lahir yang meliputi:

i. Gizi pada waktu ibu hamil

Gizi ibu yang jelek sbelum kehamilan maupun saat kehamilan sering kali menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR) cacat bawaan bahkan kematian.

ii. Lingkungan mekanis (posisi janin dalam uterus zat kimia atau toksin)

Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.

iii. Radiasi

Radiasipada janin sebelum umur 18 minggu dapat menyebabkan kerusakan otak, mikrosefali, cacat bawaan atau kematian pada janin.

iv. Infeksi dalam kandungan

Infeksi intrauterine yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH (Toxoplasmosis, Rubela, Cytomegalovirus, Herfes Simplex)

v. Stress

Stress yang dialami ibu saat mengandung dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin


(40)

vi. Faktor imunitas

Rhesus atau ABO Inkomtabilitas sering menebabkan abortus, hidroft fetalis, dan lahir mati.

vii. kekurangan oksigen pada janin

menurunnya suplai oksigen ke janin akibat gangguan tali pusar dapat menyebabkan berat bayi lahir rendah.

b. Lingkungan Postnatal

Lingkungan postnatal merupakan lingkungan setelah lahir yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti:

i. Budaya atau Adat Istiadat

Adat istiadat pada masing masing daerah akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, seperti larangan untuk makan jenis makan tertentu atau larangan untuk melakukan hal tertentu ii. Pendapatan Keluarga

Pendapatan yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Biasanya pendapatan keluarga diukur dengan pendapatan Upah Minimum Provinsi (UMP).

iii. Gizi

Makanan memegang peran penting dalam tumbuh kembang anak dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa, karna makanan dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dimana


(41)

iv. Iklim, cuaca, geografis suatu daerah

Musim panas yang panjang atau bencan alam lainnya dapat berdampak pada ketersediaan pangan, seperti gagal panen. Hal ini dapat mempengaruhi gizi anak dan mempengaruhi perkembangan anak

v. Posisi anak dalam keluarga (Jumlah Saudara)

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang mempunyai status ekonomi yang cukup akan mengurangi kasih saying dan perhatian pada anak. Sedangkan jumlah anak yang banyak pada keluarga dengan status ekonomi yang kurang tidak hanya mengurangi perhatian dan kasih sayang juga kebutuhan primer sandang, pangan, pun tak terpenuhi.

vi. Penyakit Kronis

Anak yang menderita penakit menahun akan mengalami stress akibat penyakitnya tersebut hal ini dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak.

3. Faktor Hormonal

Faktor hormonal merupakan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Yang termasuk faktor hormonal antara lain insulin (IGFs), tiroid, hormone sex dan samatotrofin.

Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang


(42)

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Soetjiningsih (1995) Faktor-Faktor yang mempengaruhi moroik kasar anak antara lain:

1. Berat Bayi Lahir Rendah

Bayi dengan berat badannya saat lahir kurang dari 2500. Gizi ibu yang jelek sebelum maupun pada saat kehamilan lebih sering menghasilkan berat bayi lahir rendah (BBLR). Disamping itu dapat menghambat perkembangan otak janin yang dapat mempengaruhi perkembangn kecerdasan dan emosi.

2. Status Gizi

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, dimana kebutuhan anak berbeda dengan orang dewasa. Status gizi yang kurang akan mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik kasar anak.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa status gizi anak sebagian besar baik sebanyak 32 anak (78,0%), perkembangan motorik kasar anak sebagian besar normal sebanyak 30 anak (73,2%), dan ada hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan perkembangan motorik kasar pada anak di Posyandu Mukti Asih Kelurahan Genuk Sari dengan nilai p sebesar 0,000 (Ulya, Maslachatul. 2012).


(43)

3. Jumlah saudara

Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang kadaan sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima anak. Lebih-lebih kalau jarak anak terlau dekat. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan social ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. 4. Cinta dan kasih sayang

Salah satu hak anak untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya agar menjadi anak yang tidak sombong dan dapat memberi kasih sayangnya pula kepada sesamanya

5. Ganjaran dan Hukuman

Anak yang berbuat benar maka semestinya kita memberi ganjaran, misalnya ciuman, pujian, belaian, tepuk tangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya

6. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya proses bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan


(44)

memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambat.

7. Stimulasi

Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teraturakan lebih cepat berkembang terutama dalam perkembangan motorik kasar anak, seperti berjalan, menyanyi, melompat dan naik turun tangga. dapat dikatakan stimulus merupakan cara orang tua mengasuh mendidik dan membesarkan anak yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak, seperti yang ditunjukan jawaban responden pada angket.

Pengukuran stimulasi psikososial yang diberikan kepada anak salah satunya dapat dilakukan dengan alat bantu berupa kuesioner yaitu Home Observaation for Measurement of the Enviroment (HOME) Inventory (Caldwel and Bradley dalam Lathifah, M, 2007) dimana kualitas lingkungan anak dapat dilihat dari apakah orang tua memberikan reaksi emosional yang tepat, apakah orang tua mampu memperikan dorongan positif pada anak, apakah orang tua memberikan suasana yang nyaman pada anak, menunjukan kasih sayang, menyediakan sarana tumbuh kembang bagi anak, turut berpartisipasi dan ikut serta dalam kegiatan positif bersama anak, terlibat aktif dalam kegiatan bersama anak.


(45)

Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada jawaban yang salah, stimulus yang pengasuh berikan kepada anak dikatakan cukup apabila responden memperoleh skor ≥ 75.00% dan diatakan kurang apabila responden memperoleh skor < 75.00%.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan baduta yang perkembangan motorik kasarnya lambat pada periode tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal dari awal periode perkembangan hanya 10 anak (22,7 %). Sebagian besar status gizi anak baduta di Puskesmas Kampung Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 % saja yang kurang baik. Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan kurang baik sebesar 45,5 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan perkembangan motorik kasar (Rokhani, Yeti. 2008).

8. Status ekonomi keluarga

Pendapatan keluarga yang memadahi akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun sekunder. Sedangkan menurut Al-Hassan dan Lanford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukkan dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat


(46)

pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua. Penghasilan keluarga biasanya diukur dengan pendapatan Upah Minimum Provinsi (UMP)

Berdasarkan penelitian terdahulu tingkat pendidikan ibu, terdapat 18 orang (77%) berpendidikan SD dan 5 orang (23%) ibu sampel keluarga miskin yang tidak sekolah, sedangkan pada keluarga tidak miskin sebagian besar ibu (80%) berpendidikan SMU dan lainnya berpendidikan perguruan tinggi. Berdasarkan hasil uji stiatistik temyata terdapat perbedaan yang bemlakna (p< 0.05) antara tingkat pendidikan orangtua (ayah dan ibu) sampel di keluarga miskin dan tidak miskin.

9. Pengetahuan Ibu

Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku ibu dalam tumbuh kembang anak. Dengan terbatasnya kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga memungkinkan terhambatnya kemampuan anak. Pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan motorik anak pada periode tertentu. Dari hasil penelitian terdahulu didapatkan data bahwa ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi sebesar 72,5 % perkembangan anaknya baik, sedangkan ibu dengan pengetahuan rendah perkembangan anaknya kurang yaitu 50,0 %. Hal ini menunjukan bahwa ada kecenderungan semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu tentang


(47)

stimulasi kinetik semakin baik pula tingkat perkembangan motorik kasar anak usia prasekolah (Aprilina, Marisa. 2006)

2.2.Status Gizi

2.1.1. Definisi Gizi

Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu ”Al-Gizzai” yang artinya makanan dan manfaatnya untuk kesehatan, sari manfaat yang bermanfaat untuk kesehatan (Persagi, 2009).

Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Disatu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain dengan tubuh manusia. Secara klasik ilmu gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh. (Almatsir, 2002)

Menurut Deswarni Idrus dan Gatot Kunanto (1990) dalam Supariasa dkk (2002), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta mengahasilkan energi.


(48)

2.1.2. Status Gizi

Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet (Beck, 2000). Suatu keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat-zat gizi dan penyerapan zat-zat gizi yang dinilai menggunakan antropometri dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (Depkes RI, 2005)

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya (Suyatno, 2009). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001).

2.1.3. Indikator Status Gizi

Indikator status gizi adalah tanda-tanda atau petunjuk yang dapat memberikan indikasi tentang keadaan keseimbangan antara asupan (intake) zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses


(49)

manusia), biokimia gizi, tanda-tanda klinis, dan konsumsi makanan. Indikator antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan menurutUmur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut TinggiBadan (BB/TB). Indikator biokimia gizi antara lain kadar hemoglobin darah, kadar vitamin A serum, kadar ekskresi yodium dalam urine. Adapun tanda-tanda klinis antara lain tanda-tanda yang terlihat pada anak yang menderita kurang gizi berat, yaitu: marasmus, kwasiorkor, atau marasmus-kwasiorkor.

2.1.4. Masalah Gizi

1. Kurang Energi Protein (KEP)

Keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi danprotein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi AngkaKecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri fisik KEP adalah skor-z berat badan berada di bawah -2.0 SD baku normal.

2. Kurang Gizi Akut

Kondisi kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dibandingkan dengan standar, biasanya digunakan pada balita. Kurang gizi akut disebut juga wasting. Bila skor-z BB/TB di bawah -2.00 SD baku normal (misalnya WHO) diklasifikasikan kurang gizi akut, bila skor-zBB/TB di bawah -3.00


(50)

diklasifikasi kurang gizi akut tingkat berat. Bila skorzBB/TB di atas -2.00 SD diklasifikasikan normal.

3. Kurang Gizi Kronis

Keadaan kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan menurutumur (TB/U) dibandingkan dengan standar, biasanya digunakan pada balita.Kurang gizi kronis disebut juga stunting, di mana terjadi pertumbuhan linier pada anak. Bila skor-z TB/U di bawah 2.00 SD diklasifikasi kurang gizi akut,bila skorz TB/U di bawah -3.00 diklasifikasi kurang gizi akut tingkat berat. Bila skor-z TB/U di atas -2.00 SD diklasifikasikan normal.

4. Marasmik-kwasiorkor

Kurang gizi tingkat paling berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsienergi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yangcukup lama, dengan tanda dan gejala campuran dari beberapa gejala klinikkwasiorkor dan marasmus, disertai edema yang tidak mencolok

5. Marasmus

Kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama dengan tanda dan gejala tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit,wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit


(51)

daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/baggy pants), perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), dan diare.

6. Kwasiorkor

Kurang gizi tingkat berat yang umumnya terjadi pada balita dengan tanda dangejala edema umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis ), wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok, perubahan status mental, apatis, dan rewel, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk,kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, dan diare. (Persagi 2009)

2.1.5. Penilaian Status Gizi

Ada beberapa cara melakukan peniaian status gizi pada masyarakat. Secara garis besasr terbagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.


(52)

1. Penilaian Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut:

a. Antropometri

Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang berhubungan dengan variabel lain variabel tersebut adalah sebagai berikut:

i. Umur

Umur sangat memegang peranan penting dalam penentuan status gizi, kesalahan dalam penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat akan tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang paling sering adalah kecenderungan memilih angka yang mudah seperti 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya untuk 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bentuk bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari


(53)

ii. Berat badan

Beerat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran masa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan mendadak baik karna penyakit infeksi maupun penurunan konsumsi makanan. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indek BB/U (berat badan menurut umur) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan brat badan pada saat pengukuran dilakukan. Yang dalam penggunaanya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya menggunakan satu pengukuran, hanya saja bergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Depkes RI, 2004)

iii. Tinggi badan

Tinggi badan memberikan gambaran perubahan fungsi pertumbuhan yang dilihat dari kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang terkait dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk indek TB/U (tinggi badan menurut umur) dan juga indek BB/TB (berat badan menurut tunggi badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan


(54)

biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan dari akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI, 2004)

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M. Khumaidi, 1994).

Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan peka dalam menunjukan keadaan gizi kurang bila diandingkan BB/U. demikian dalam BB/TB menurut WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2 SD diatas 10% menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.


(55)

Tabel 2.1 Penilaian Staus Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB Standar Baku Antropometri WHO-NCHS

No Indeks yang Dipakai

Batas

Pengelompokan

Sebutan Status Gizi

1 BB/U < -3 SD Gizi buruk

-3 SD s/d < -2 SD Gizi Kurang -2 SD s/d +2 SD Gizi Baik > +2 SD Gizi Lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek

-3 SD s/d < -2 SD Pendek -2 SD s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi

3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

-3 SD s/d < -2 SD Kurus -2 SD s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Sumber; Depkes RI, 2004

Data baaku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalam 2 versi yakni presentil dan skor samping baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlo, dkk, gizi anak dinegara-negara yang populasinya relatif baik sebaiknya menggunakan presentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relatif kurang lebih baik menggunakan skor samping baku sebagai persen terhadap median baku rujukan (Supriasa, 2001)


(56)

Tabel 2.2 Interpretasi Statu gizi berdasarkan tiga indeks antropometri (BB/U, TB/U dan BB/TB standar baku antropometri

WHO-NCHS)

No Interpretasi

BB/U TB/U BB/TB

1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++ Rendah Normal Rendah Sekarang kurang + 2 Normal Normal Normal Normal

Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu

kurang

3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi normal Tinggi Rendah Tinggi Obese

Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese

Keterangan untuk ketiga indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB) Rendah : < -2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS Sumber; Depkes RI, 2004

b. Klinis

Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa


(57)

oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

c. Biokimia

Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

d. Biofisik

Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan. (Supariasa, dkk, 2001)

2. Penilaian Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah:

a. Survey konsumsi makanan

Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

b. Statistik vital

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan


(58)

kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c. Ekologi

Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. (Supariasa, 2001)

2.3.Anak Usia Dini

2.3.1. Pengertan Anak Usia Dini ( Balita)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menjelaskan bahwa balita kependekan dari anak di bawah lima tahun yaitu dari usia 12 sampai 59 bulan. Berdasarkan periode usia perkembangan, masa kanak-kanak awal (satu sampai enam tahun) terbagi menjadi dua periode menurut Potter dan Perry (2005) yaitu toddler (satu sampai tiga tahun) dan pra sekolah (tiga sampai enam tahun). Batita atau toddler adalah sekelompok penduduk berusia kurang dari tiga tahun atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang ketiga dan menjadi sasaran pelayanan program kesehatan (Depkes, 2009).

2.3.2. Tumbuh Kembang Anak Usia Dini (Balita)


(59)

komplek dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) menyebutkan aspek-aspek perkembangan yang dapat dipantau meliputi gerak kasar, gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian.

a. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar, seperti duduk, berdiri, dan sebagainya. b. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan

dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya.

c. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya.

d. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya, dan sebagainya


(60)

2.4.Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu)

Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima) program prioritas secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas, bagi jenis pelayanan dimana msayrakat tidak mampu memberikan sendiri (Depkes RI, 1986)

2.4.1. Pengertian Posyandu

Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan mayarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan tehnis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategi

untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam meningkatkan mutu manusia dimasa mendatang dan akibat dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia ada 3 (tiga) intervensi (Sembiring, N. 2004), yaitu:

1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai usia balita.


(61)

2. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.

3. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.

Agar kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat setempat maka kader dan pemuka masyarakat berperan untuk menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa Posyandu adalah milik warga. Pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya berperan membantu (Azwar, 2002).

Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes, Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu : (1) Posyangu Pratama; (2) Posyandu Madya; (3) Posyandu Purnama dan (4). Posyandu Mandiri (Depkes RI, 2006).

1. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,


(62)

disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah jumlah kader.

2. Posyandu Madya

Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.

3. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu menyelenggarakan program tambahan seta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.


(63)

4. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan dana sehat, sehingga terjamin kesinambungannya.

2.4.2. Tujuan Posyandu

Secara umum tujuan penyelenggara posyandu adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2006) :

1. Mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita dan angka kelahiran

2. Mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan ibu nifas

3. Mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)


(64)

4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai kebutuhan

5. Meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan.

Sasaran dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia kurang dari 1 tahun) anak balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu menyusui dan wanita PUS (pasangan usia subur).

2.4.3. Manfaat Posyandu

Adapun manfaat dari Posyandu adalah sebagai berikut : 1. Bagi Masyarakat

Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB

2. Bagi Kader

Pengurus posyandu dan tokoh masyarakat mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB

3. Bagi Puskesmas

Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan


(65)

4. Bagi Sektor Lain

Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat

1. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Fungsi pendidikan anak usia dini secara umum adalah :

a. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak b. Mengenalkan anak pada dunia sekitar

c. Menumbuhkan sikap dan perilaku yang baik

d. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi e. Mengembangkan keterampilan, kreativitas, dan kemampuan yang

dimiliki anak


(66)

2.5.Kerangka Teori

Bagan 2.1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motorik Kasar Faktor Herditer:

Genetik Ras Umur Jenis Kelamin

Faktor Lingkungan Prenatal: Lingkungan Mekanis (posisi janin

dalam uterus, zat kimia atau toksin),

Radiasi,

Infeksi Dalam Kandungan, Stres,

Faktor Imunitas, Kekurangan Oksigen pada Janin

Faktor Lingkungan Postnatal: Budaya,

Sosial Ekonomi Keluarga, Pengetahuan Ibu, Tingkat pendidikan ibu dan ayah,

Stimulus (Pola Asuh) Nutrisi (Status Gizi), Iklim, Cuaca,keadaan geografis

Riwayat Kelahiran (BBLR) Posisi Anak dalam Keluarga,

Status Kesehatan

Faktor Hormonal

Kadar insulin like growt faktor IGFs, Kadar tiroid

Kadar Glukokortikoid Kadar Somatotrofin Kadar Hormon-hormon Seks

Motorik Kasar Anak F a k to r lin g k u n g a n


(67)

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu pada beberapa teori yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak khususnya motorik kasar anak antara lain Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak menurut Hidayat (2005), yaitu faktor herediter dan lingkungan. Menurut Soetjiningsih (1995) yaitu faktor genetik, lingkungan dan hormonal. Sedangkan menurut Al-Hassan dan Lanford (2009) status sosial ekonomi dapat ditunjukkan dengan pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu serta pekerjaan orang tua juga dapat mempengaruhi perkembangan anak. Menurut Soetjiningsih (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi motorik kasar anak antara lain gizi ibu saat kehamilan atau berat bayi lahir rendah (BBLR), status gizi, stimulasi dan pengetahuan ibu. Menurut Anwar (2002) Stimulasi dan peran orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Tandyo, J (2002) menyatakan bahwa gizi sangat penting bagi perkembangan anak, khususnya pada usia periode emas.

Pada penelitian ini variabel genetik, ras atau etnis, lingkungan prenatal, budaya, iklim atau cuaca, dan faktor hormonal tidak diikut sertakan dalam variabel penelitian. Variabel ras dan etnis tidak diteliti karena dinilai homogen, ras dan etnis penduduk di Desa Pari keseluruhan bersuku Sunda, variabel budaya


(68)

dan cuaca tidak dimasukan kedalam variabel yang diteliti karena keterbatasan waktu penelitian, variabel lingkungan prenatal tidak diteliti karna bersifat retrospektif dan terpaut waktu yang cukup lama terhadap waktu yang penelitian, variabel genetik, faktor hormonal dan penyakit kronis tidak dimasukan karena keterbatasan dana penelitian. Adapun variable yang diambil dalam penelitian ini adalah variabel umur, jenis kelamin, status ekonomi keluarga, pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan ayah, stimulus pola asuh, Posisi anak dalam keluarga, riwayat kelahiran (BBLR) dan status gizi,

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Status Perkembangan Motorik Kasar

Herediter: 1. Umur anak 2. jenis Kelamin

Lingkungan: 1. Pengetahuan Ibu 2. Pendapatan Keluarga 3. Tingkat Pendidikan Ibu 4. Tingkat Pendidikan Ayah 5. Stimulus Orang Tua 6. Jumlah Anak Dalam Keluarga

7. BBLR 8. Status Gizi


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 10.211a 1 .001

Continuity Correctionb 7.008 1 .008

Likelihood Ratio 7.527 1 .006

Fisher's Exact Test .009 .009

Linear-by-Linear Association 10.102 1 .001

N of Valid Casesb 94

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.09. b. Computed only for a 2x2 table

JK * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

JK laki-laki Count 9 39 48

% within JK 18.8% 81.2% 100.0%

perempuan Count 8 38 46

% within JK 17.4% 82.6% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within JK 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .029a 1 .864

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .029 1 .864

Fisher's Exact Test 1.000 .539

Linear-by-Linear Association .029 1 .865

N of Valid Casesb 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.32. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

kelUMUR * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

kelUMUR 6-12 Count 9 34 43

% within kelUMUR 20.9% 79.1% 100.0%

13-18 Count 3 26 29

% within kelUMUR 10.3% 89.7% 100.0%

19-24 Count 5 17 22

% within kelUMUR 22.7% 77.3% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within kelUMUR 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.728a 2 .422

Likelihood Ratio 1.871 2 .392

Linear-by-Linear Association .005 1 .946

N of Valid Cases 94

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.98.

stPIBU * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

stPIBU kurang Count 9 27 36

% within stPIBU 25.0% 75.0% 100.0%

baik Count 8 50 58

% within stPIBU 13.8% 86.2% 100.0%

Total Count 17 77 94


(3)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.883a 1 .170

Continuity Correctionb 1.203 1 .273

Likelihood Ratio 1.838 1 .175

Fisher's Exact Test .182 .137

Linear-by-Linear Association 1.863 1 .172

N of Valid Casesb 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.51. b. Computed only for a 2x2 table

penIBU * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

penIBU rendah Count 14 47 61

% within penIBU 23.0% 77.0% 100.0%

tinggi Count 3 30 33

% within penIBU 9.1% 90.9% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within penIBU 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.777a 1 .096

Continuity Correctionb 1.920 1 .166

Likelihood Ratio 3.039 1 .081

Fisher's Exact Test .159 .079

Linear-by-Linear Association 2.747 1 .097

N of Valid Casesb 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.97. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

penAYAH * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

penAYAH rendah Count 11 30 41

% within penAYAH 26.8% 73.2% 100.0%

tinggi Count 6 47 53

% within penAYAH 11.3% 88.7% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within penAYAH 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.753a 1 .053

Continuity Correctionb 2.779 1 .095

Likelihood Ratio 3.741 1 .053

Fisher's Exact Test .063 .048

Linear-by-Linear Association 3.713 1 .054

N of Valid Casesb 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.41. b. Computed only for a 2x2 table

pengKEL * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

pengKEL rendah Count 13 21 34

% within pengKEL 38.2% 61.8% 100.0%

tinggi Count 4 56 60

% within pengKEL 6.7% 93.3% 100.0%

Total Count 17 77 94


(5)

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 14.599a 1 .000

Continuity Correctionb 12.546 1 .000

Likelihood Ratio 14.239 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 14.444 1 .000

N of Valid Casesb 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.15. b. Computed only for a 2x2 table

jumaKEL * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

jumaKEL cukup Count 8 30 38

% within jumaKEL 21.1% 78.9% 100.0%

banyak Count 9 47 56

% within jumaKEL 16.1% 83.9% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within jumaKEL 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .379a 1 .538

Continuity Correctionb .117 1 .732

Likelihood Ratio .375 1 .540

Fisher's Exact Test .591 .363

Linear-by-Linear Association .375 1 .540

N of Valid Casesb 94

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.87. b. Computed only for a 2x2 table


(6)

statstim * statMK Crosstabulation

statMK

Total terlambat normal

statstim kurang Count 9 15 24

% within statstim 37.5% 62.5% 100.0%

cukup Count 8 62 70

% within statstim 11.4% 88.6% 100.0%

Total Count 17 77 94

% within statstim 18.1% 81.9% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.200a 1 .004

Continuity Correctionb 6.535 1 .011

Likelihood Ratio 7.355 1 .007

Fisher's Exact Test .011 .007

Linear-by-Linear Association 8.113 1 .004

N of Valid Casesb 94

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.34. b. Computed only for a 2x2 table


Dokumen yang terkait

Pola Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir, Tahun 2010

3 39 79

Efek Suplementasi Zn Dan Fe Pada Status Gizi Anak Stunted Usia 6 – 24 Bulan Di Kabupaten Kebumen Jawa Tengah

0 18 150

Hubungan Faktor Sosial Budaya Dengan Status Gizi Anak Usia 6 – 24 Bulan Di Kecamatan Medan Area Kota Medan Tahun 2007

0 54 108

Hubungan Asupan Gizi Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014

0 6 146

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BALITA USIA 2-5 TAHUN DI POSYANDU DESA BENTARSARI, KECAMATAN SALEM, KABUPATEN BREBES.

0 3 4

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR ANAK USIA 1 Hubungan Antara Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1-5 Tahun di Posyandu Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta.

0 1 17

PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 7 – 24 BULAN DI POSYANDU Pengaruh Status Gizi Terhadap Kemampuan Motorik Kasar Pada Anak Usia 7 – 24 Bulan Di Posyandu Desa Gagak Sipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2012

0 3 14

PENDAHULUAN Pengaruh Status Gizi Terhadap Kemampuan Motorik Kasar Pada Anak Usia 7 – 24 Bulan Di Posyandu Desa Gagak Sipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Tahun 2012.

0 2 5

Keywords: Nutritional status, gross motor development. A. PENDAHULUAN - STATUS GIZI DAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA BALITA USIA 6 - 12 BULAN DI POSYANDU DUSUN KEDUNGBENDO DESA GEMEKAN KECAMATAN SOOKO KABUPATEN MOJOKERTO

0 0 14

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 6 - 24 BULAN DI POSYANDU DESA TIMBULHARJO SEWON BANTUL TAHUN 2014 SKRIPSI

0 0 12