Gambaran Asupan Energi Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Banyak faktor penghambat motorik kasar seperti otot-otot tubuh yang tidak berkembang dengan baik sehingga tidak memiliki tenaga yang
cukup untuk melakukan aktivitas. Jadi walaupun asupan energi pada anak cukup, namun otot-otot tubuhnya tidak berkembang dengan baik maka
perkembangan motorik kasar anak akan terganggu, karena aktivitas perkembangan motorik kasar dilakukan oleh otot. Maka latihan gerak otot
sejak dini dengan mengajak anak bermain sangat diperlukan dalam mengembangkan otot tubuh dalam gerak aktivitas perkembangan motorik
kasar.
6.4
Gambaran Asupan Protein Dan Hubungannya Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Asupan protein harus terpenuhi pada anak karena asam amino esensial tidak dapat diproduksi tubuh McWilliam, 1993. Protein
mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh, penting juga
untuk fungsi normal dari hampir semua sel dan proses metabolisme dengan demikian defisit dalam zat gizi ini memiliki banyak efek klinis
Almatsier, 2009. Protein merupakan salah satu kelompok makronutrien yang
perannya ini tidak bisa digantikan oleh zat makronutrien lain karena pentingnya peran protein dalam pembentukan biomolekul Sudarmadji,
dalam Syukriawati 2011. Menurut Almatsier 2009 menerangkan bahwa peran protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain sebagai zat
pembangun dan memelihara sel-sel jaringan tubuh. Selain sebagai zat pembangun dan memelihara sel-sel jaringan
tubuh, protein juga berperan sama dengan energi dalam fungsi motorik yaitu proses poliferasi, diferensiasi sel dan synaptogenesis, karena protein
disusun oleh asam amino yang berhubungan dengan mekanisme gerak motorik dimana tirosin merupakan penyusun dari neurotransmitter
dopamine yang berperan dalam menghantar impuls dari satu saraf ke saraf lain Susanthy, 2012.
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 66 responden yang konsumsi protein kurang dengan perkembangan motorik kasar tidak
normal dan suspect hanya 6,7 dan yang konsumsi protein cukup dengan perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect sebesar 27,8.
Hal ini menyatakan bahwa anak yang konsumsi proteinnya cukup lebih banyak mengalami gangguan perkembangan motorik kasar dibandingkan
anak yang konsumsi proteinnya kurang. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Depkes RI dalam Syukriawati 2011, bahwa
kekurangan protein akan berdampak pada terganggunya pertumbuhan dan produktivitas. Selanjutnya dengan penjelasan yang dituangkan Susanthy,
et al 2012 yang menjelaskan pula bahwa kekurangan protein akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang,
otot-otot berkurang dan melemah, sehingga mengakibatkan gangguan psikomotorik. Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik atau tercukupinya
asupan protein, maka perkembangan motoriknya akan baik pula. Hasil penelitian menghasilkan sebaliknya.
Nilai P value menunjukan nilai sebesar 0,05 yang berarti sama dengan nilai P value 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara asupan protein dengan perkembangan motorik kasar. Lalu hasil interaksi antar variabel independen, dimana asupan
protein memiliki interaksi dengan asupan besi yang memiliki korelasi dengan perkembangaan motorik kasar dengan nilai P value 0,03. Hal ini
sependapat dengan penelitian Susanthy et al 2012 bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status perkembangan
motorik kasar anak dengan p value 0,027. Lalu sesuai dengan teori yang diungkapkan Georgieff 2001 dalam Amanda 2014 yang menyatakan
bahwa peran protein sebagai prekusor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Dimana asam amino tirosin yang
berhubungan dengan mekanisme gerak motorik dalam menghantarkan impuls dari satu saraf ke saraf lainnya sehingga menghasilkan gerak
motorik. Hasil nilai OR pada penelitian ini menghasilkan OR1 yang
artinya menjadi faktor proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik kasar. Hal ini tidak sesuai teori yang telah diterangkan di atas.
Pernyatakan ini dapat diasumsikan bahwa tidak diketahui asupan zat gizi yang mana diantara asupan besi dengan protein yang lebih mempengaruhi
perkembangan motorik kasar. lalu terkait dengan jumlah responden yang
tidak sebanding antara yang tidak normal dan suspect dengan responden yang normal. Asumsi lain, dikarenakan bahwa gangguan perkembangan
motorik kasar tidak langsung dipengaruhi oleh asupan protein, karena faktor saat masa kehamilan tidak diukur. Bisa jadi kekurangan asupan
protein terjadi pada masa ini akan mempengaruhi perkembangan motorik kasar pada masa yang akan datang. Selain itu, bias pada pengukuran
asupan protein pada responden dapat terjadi karena terdapat beberapa makanan terutama makanan jajanan yang tidak mencantumkan nilai gizi
pada labelnya, dari hal tersebut maka untuk menghitung kandungan nilai gizi maka untuk menghitung kandungan protein dengan cara
memperkirakan bahan yang menjadi komponen utama pembuatan jajanan tersebut. Sikap pemilihan makanan pada responden juga dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi interaksi antara asupan protein dengan perkembangan motorik kasar.
6.5 Gambaran Asupan Lemak Dan Hubungannya Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Lemak memiliki fungsi yang sama seperti karbohidrat sebagai pembentuk energi, namun kerjanya harus bersama karbohidrat, tanpa
karbohidrat lemak tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna dan akan menghasilkan bahan-bahan keton yang dapat menimbulkan ketosis
Almatsier, 2009. Fungsi lemak juga mempengaruhi perkembangan dan kemampuan otak pada dua tahun pertama. Sumber utama lemak ada pada
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, mentega, margarine, dan lemak hewan.
Lemak merupakan salah satu makronutrien, perannya yang dibutuhkan sedikit namun sangat membantu dalam pembentukan energi
setelah karbohidrat dan protein. Lemak mempengaruhi perkembangan dan kemampuan otak pada masa kritis antara masa kehamilan sampai usia
anak 18 bulan Delmi, 2009. Peran lemak sama dengan halnya energi dan karbohidrat dalam pembentukan neurotransmitter yang memiliki peran
membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak lainnya. Kecukupan lemak pada tubuh akan meningkatkan aktivitas hormon
pekalipase trigliserida sehingga metabolisme lemak dan asam lemak esensial dapat menghasilkan energi dari aktifitas otot dan meningkatkan
perkembangan motorik, jika terjadi kekurangan maka akan mempengaruhi penurunan perkembangan motorik Hasyuti, 2011.
Dari hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa anak pada usia 6-18 bulan banyak mengalami kekurangan asupan lemak di
bawah standar AKG sebesar 54 responden dibandingkan dengan asupan lemak cukup hanya 12 responden. Hal ini disebabkan karena usia ini
merupakan penyesuaian dengan makanan orang dewasa, sehingga intake makanan sering tidak adekuat, selera makan anak cenderung menurun
sehinggaa kebanyakan anak tidak tercukupi asupan lemaknya. Selanjutnya karena sedikitnya menu yang mengandung asupan lemak untuk anak, atau
terkadang jumlah makanannya sudah cukup banyak tapi jenis
makananannya kurang mengandung nilai lemak yang baik, lalu kurangnya perhatian dan kurang tegasnya orang tua dalam pemberian makan anak.
Selain itu gejala kesulitan makan pada anak usia 6-18 bulan sering terjadi seperti memuntahkan atau menyemburkan-nyemburkan makanan
yang sudah masuk ke dalam mulut, makan berlama-lama dan memainkan makanannya, menepis suapan, tidak mengunyah makanan tetapi langsung
menelan makanan dan sama sekali tidak mau makan. Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa asupan lemak responden
yang kurang dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal dan suspect ada sebanyak 9 responden 16,7 lalu asupan lemak yang cukup
dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal dan suspect sebesar 3 responden 2,5. Hal ini menunjukan bahwa asupan lemak yang
kurang akan mempengaruhi perkembangan motorik kasar dilihat dari persentasenya lebih besar daripada persentase yang asupan lemaknya
cukup dengan perkembangan motoriknya tidak normal. Hasil P value yang diperoleh melebihi p value 0,05 yaitu sebesar P
value 0,679 yang bermakna tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasyuti 2011 yang mendapatkan nilai P value sebesar 0,412 yang lebih besar dari P value
0,05 antara asupan lemak dengan status perkembangan motorik kasar. Hal ini disebabkan karena pada usia ini merupakan penyesuaian dengan
makanan orang dewasa, sehingga intake makanan sering tidak adekuat
Soetjiningsih, 1995. Lalu selera makan cenderung menurun sehingga banyak anak yang tidak tercukupi asupan lemaknya.
Kemungkinan yang terjadi lainnya karena tidak selamanya anak yang kekurangan lemak akan langsung mengalami perkembangan motorik
yang terlambat karena gambaran asupan lemak anak yang tidak menggambarkan secara rinci asupannya dan adanya faktor lain yang
mungkin mempunyai pengaruh lebih besar, seperti faktor genetik, perilaku ibu, budaya dan faktor lingkungan, tapi orang tuanya rajin
melatih kemampuan motorik kasar anaknya sehingga responden memiliki kemampuan motorik kasar yang normal. Banyaknya waktu bersama
dengan anak dan mencurahkan perhatian kepada anak dapat menciptakan rasa percaya diri serta menumbuhkan minat anak untuk melakukan
gerakan motorik kasar Sutrisno, 2014.