tujuannya.Adapun yang menjadi tujuan menurut van Jhering adalah “ide keadilan dan kesusilaan yang tak mengenal waktu”.
e. Freirechtbewegung
Reaksi yang tajam terhadap aliran Legisme baru muncul pada sekitar tahun 1900 di Jerman, reaksi ini dimulai oleh Kantorowics dengan
nama samaran Gnaeus Flavius.Aliran ini menantang keras pendapat yang menyatakan bahwa kodifikasi itu lengkap dan hakim dalam proses
penemuan hukum tidak memiliki sumbangan kreatif. Menurut aliran ini, hakim memang harus menghormati undang-
undang, tetapi ia dapat tidak hanya sekedar tunduk dan mengikuti undang-undang, melainkan menggunakan undang-undang sebagai sarana
untuk menemukan pemecahan peristiwa konkrit yang dapat diterima.Dapat diterima karena pemecahan yang diketemukan dapat
menjadi pedoman bagi peristiwa konkrit serupa lainnya, di sini hakim tidak berperan sebagai penafsir undang-undang, tetapi sebagai pencipta
hukum.
3. Metode Penemuan Hukum
Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa peraturan perundang-undangan bersifat statis, tidak lengkap, dan tidak dapat
mengikuti perkembangan masyarakat, hal ini menimbulkan ruang kosong dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hakim dalam
menerapkan hukum.Oleh karena itu, hakim harus menemukan hukum yang dilakukan dengan cara menjelaskanm menafsirkan atau melengkapi
Universitas Sumatera Utara
peraturan perundang-undangan, sebab penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim bukan sekedar menyangkut penerapan peraturan perundang-
undangan terhadap peristiwa konkrit. Peraturan perundang-undangan harus memuat penjelasan yang dimuat
dalam suatu perundang-undangan yang belum memiliki kejelasan yang konkrit ketika dihadapkan kepada suatu peristiwa konkrit.Selain itu
ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwanya.Untuk dapat menerapkan ketentuan
undang-undang maka harus ditafsirkan dan diarahkan sesuai dengan peristiwa yang terjadi.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh E. Utrecht bahwa tugas hakim ialah menyesuaikan undang-undang dengan kejadian-kejadian
konkrit dalam masyarakat. Apabila undang-undang tidak dapat ditetapkan hakim secara tepat menurut kata-kata undang-undnag itu, maka harus ia
menafsirkan undang-undang itu. Apabila undang-undang tidak jelas, maka wajiblah hakim menafsirkan sehingga dapat dibuat suatu keputusan hukum
yang sungguh-sungguh adil dan sesuai dengan maksud hukum, yaitu mencapai kepastian hukum.
77
Dalam penemuan hukum terdapat beberapa metode yang digunakan antara lain metode interpretasi penafsiran dan juga metode konstruksi.
Interpretasi merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang gambling mengenai teks undang-undang agar
77
E. UterechtMoh. Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan kesepuluh, PT. Ichtiar Baru, Jakarta, 1983.
Universitas Sumatera Utara
ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu.Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang menuju pada
pelaksanaan yang dapat diterima masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit.Metode interpretasi merupakan sarana
untuk mengetahui makna undang-undang, untuk merealisasikan fungsinya agar hukum positif tersebut dapat diberlakukan.
Metode interpretasi ini merupakan alasan-alasan atau pertimbangan- pertimbangan yang sering digunakan oleh hakim dalam memutus perkara
yang selanjutnya dapat dibedakan atas metode interpretasi gramatikal, interpretasi teleologis atau sosiologis, interpretasi historis, interpretasi
sistematis atau logis, interpretasi komparatif, interpretasi futuristik serta interpretasi restriktif dan eksensif.
78
Pertama, interpretasi gramatikal penafsiran kebahasaan, penemuan hukum dengan mencari maksud pembuat undang-undang dengan
memahami bahasa yang digunakan dalam perumusan undang-undang.Hal ini dilakukan karena adakalanya bahasa yang digunakan dalam rumusan
perundang-undangan tidak jelas atau mengandung pengertian yang beraneka Interpretasi otentik pada dasarnya bukan
termasuk metode penafsiran karena interpretasi otentik merupakan interpretasi yang diberikan undang-undang dan terdapat dalam teks undang-
undang.Dalam hal bunyi undang-undang sudah cukup jelas maka tidak perlu dilakukan penegasan dengan jalan menyimpang dari kata-kata itu dengan
jalan penafsiran.
78
Sudikno Metrokusumo., Op cit.., hlm. 37
Universitas Sumatera Utara
ragam. Oleh karena itu hakim berkewajiban untuk menafsirkan rumusan norma tersebut dengan mencari arti kata dengan menggunakan kamus
bahasa, meminta keterangan ahli bahasa, atau mempelajari sejarah penggunaan kata tersebut sehingga maknanya menjadi jelas. Metode ini
dipandang sebagai metode yang paling sederhana dibandingkan metode yang lain dan sering disebut juga sebagai metode objektif.
Kedua, interpretasi sistematislogis penafsiran dengan melihat peraturan perundang-undangan yang lain. Suatu peraturan perundang-
undangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem hukum hal ini tidak terlepas dari kesamaan antara satu peraturan dengan
peraturan lainnya yang adakalanya memiliki kedudukan, tujuan maupun asas yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbandingan antara
beberapa peraturan perundnag-undangan yang diduga memuat norma yang sama.
Ketiga, interretasi historis yaitu penafsiran dengan melihat latar belakang lahirnya peraturan perundang-undangan atau sejarah sehingga
hakim dapat mengetahui maksud pembuatnya.Menurut Soedikno Metrokusumo interpretasi historis meliputi penafsiran menurut sejarah
hukum rechtshstorische interpretatie dan penafsiran menurut sejarah terjadinya undang-undang.
79
79
Ibid, hlm 60
Penafsiran menurut hukum merupakan kategori penafsiran secara luas yaitu dengan menyelidiki asal usul pembuatan sampai
berlakunya peraturan perundang-undangan dalam masyarakat.Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
penafsiran menurut sejarah penetapan peraturan perundang-undangan merupakan kategori penafsiran sempit, yaitu penafsiran yang hanya
menyelidiki maksud pembuat undang-undang menetapkan peraturan perundang-undangan.Metode ini disebut juga penafsiran subjektif, karena
penafsirannya didasarkan kepada pandangan subjektif dari pembentuk undang-undang.
Keempat, interpretasi teleologis atau sosiologis, yaitu penafsiran yang dilakukan untuk mencari tujuan pembentukan peraturan perundang-
undangan yang ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatn. Dengan interpretasi ini, undang-undang yang masih belaku tetapi sudah using atau
sudah tidak sesuai lagi dapat diterapkan terhadap peristiwa, hubunga, kebutuhan dan epentingan masa kini, tidak peduli apakah hal ini pada waktu
diundangkan dikenal atau tidak. Dengan kata lain, ketentuan undang-undang yang sudah tidak sesuai lagi dapat dijadikan sebagai alat untuk memecahkan
atau menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan bersama dimasa sekarang. Dimana peraturan yang lama tersebut disesuaikan dengan keadaan
yang baru dengan membuatnya kembali aktual.Hal ini dilakukan agar putusan hakim selalu dapat mengakomodir keadaan yang terjadi di
masyarakat. Kelima, Interpretasi antisipatif atau futuristik, yaitu bentuk penemuan
hukum dengan melakukan pemecahan masalah melalui peraturan perundang-undangan yang belum memiliki kekuatan berlaku, yaitu melalui
suatu aturan hukum yang bersifat rancangan.
Universitas Sumatera Utara
Keenam, interpretasi komparatif, yaitu metode penemuan hukum dengan melakukan perbandingan dengan peraturan perundang-undangan
lainnya dalam rangka menyelesaikan perkara yang diajukan kepada hakim. Ketujuh, interpretasi restriktif, yaitu metode penafsiran yang bersifat
mempersempit pengertian dari suatu istilah. Kedelapan, interpretasi eksensif, yaitu metode penafsiran dengan
memperluas pengertian dari sebuah istilah dalam peraturan. Dalam penemuan hukum, hakim diberikan kebebasan dalam
menentukan metode interpretasi yang digunakan berdasarkan pertimbangannya yang dipandang lebih meyakinkan dan yang hasilnya
dipandang lebih mendekati kepada nilai-nilai tujuan hukum.Pemilihan terhadap metode tersebut merupakan otonomi hakim.Adakalanya dalam
menggunakan metode interpretasi hakim menggunakan lebihdari satu metode.
Selain penafsiran dikenal juga suatu metode argumentasi yaitu, suatu cara yang dilakukan untuk menemukan hukum suatu peristiwa konkrit yang
terjadi yang tidak jelas diatur dalam undang-undang atau tidak ada peraturan yang secara khusus mengaturnya. Disini hakim menghadapi kekosongan
atau ketidaklengkapan undang-undnag yang harus dilengkapi, sebab hakim tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara dengan dalil tidak
ada hukumnya atau tidak lengkap hukumnya. Pertama, argumentum peanalogiam yaitu dalam hal peraturan
perundang-undangan terlalu sempit ruang lingkupnya maka hakim
Universitas Sumatera Utara
akanmemeprluasnya dengan metode berpikir analogi. Dengan analogi maka peristiwa yang serupa atau yang mirip yang diatur dalam undang-undang
dapat diberlakukan. Penemuan hukum dengan cara ini mencari peraturan umum dari peraturan khusunya dan akhirnya menggali asas yang terdapat
didalamnya. Dalam hukum pidana penggunaan analogi dilarang. Kedua, penyempitan hukum, yaitu adakalanya peraturan perundang-
undangan itu ruang lingkupnya terlalu umum atau luas, maka perlu dipersempit untuk dapat diterapkan terhadap peristiwa tertentu, dengan
melakukan pembentukan pengecualian-pengecualian atau penyimpangan- penyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang sifatnya umum
diterapkan dalam peristiwa atau hubungan hukum yang khusus dengan penjelasan atau konstruksi dnegan memberi ciri-ciri.
Ketiga, Argumentum a contrario, yaitu apabila peristiwa tidak secara khusus diatur oleh undang-undang, tetapi kebalikan dari peristiwa tersebut
diatur oleh undang-undang. Maka cara penemuan hukumnya dilakukan dengan pertimbangan bahwa apabila undnag-undang menetapkan hal-hal
tertentu untuk peristiwa tertentu, maka peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentudan untuk peristiwa diluarnya berlaku kebalikannya. Atau
dengankata lain metode inimerupakan metode menjelaskan undang-undang yang didasarkan kepada perlawanan pengertian anatar peristiwa konkrit
yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Selain metode diatas terdapat metode hermeneutika hukum yaitu
metode penemuan hukum oleh hakim berupa interpretasi hukum dan
Universitas Sumatera Utara
kontruksi hukum sebagaimana yang telah di uraikan di atas masih relevan dipergunakan oleh hakim hingga saat ini, akan tetapi pada abad ke 19 dan
permulaan abad 20 sudah ditemukan metode penemuan hukum lain yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam memutus perkara yaitu metode
hermeneutika hukum. Menurut Gadamer sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Rifai
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hermeneutika hukum adalah:
80
Hermeneutika hukum mempunyai relevansi dengan teori penemuan hukum, yang ditampilkan dalam kerangka pemahaman proses timbal balik
antara kaedah-kaedah dan fakta-fakta. Dalil hermeneutika menjelaskan “Legal hermeneutics is then, in reality no special case but is, on the
contrary, fitted to restore the full scope of the hermeneutical problem and so to restrieve the former unity of hermeneutics, in which jurist and theologian
meet the student of the humanities”.
Hermeneutika hukum dalam kenyataannya bukanlah merupakan suatu kasus yang khususbaru, tetapi sebaliknya, ia hanya merekonstruksikan
kembali dari seluruh problem hermeneutika dan kemudian membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, di mana ahli hukum dan teologi
bertemu dengan para ahli humaniora.
Fungsi dan tujuan hermeneutika hukum adalah untuk memperjelas
sesuatu yang tidak jelas supaya lebih jelas bringing the unclear in to clarity, sedangkan tujuan yang lain dari hermeneutika hukum adalah untuk
menempatkan perdebatan kontemporer hukum dalam kerangka hermeneutika pada umumnya. Upaya mengkontekstualisasi teori hukum
dengan cara ini serta mengasumsikan bahwa hermeneutika memiliki korelasi pemikiran dengan ilmu hukum dan yurisprudensi.
80
Ahmad Rifai, Op.cit.,hlm.87.
Universitas Sumatera Utara
bahwa orang harus mengkualifikasi fakta-fakta dalam cahaya kaedah- kaedah dan mengintepretasi kaedah-kaedah dalam fakta-fakta termasuk
paradigma dari teori penemuan hukum modern saat ini.Jadi, hermeneutika hukum dapat dipahami sebagai metode interpretasi teks hukum atau metode
memahami terhaap suatu naskah normatif. Penggunaan dan penerapan hermeneutika hukum sebagai teori dan metode penemuan hukum baru akan
sangat membantu para hakim dalam memeriksa serta memutus perkara yang diadilinya. Kelebihan metode hermeneutika hukum terletak pada cara dan
lingkup interpretasinya yang tajam, mendalam dan holistik dalam bingkai keastuan antara teks, kontek dan kontektualisasinya. Peristiwa hukum
maupun peraturan perundang-undangan tidak semata-mata dilihat atau ditafsirkan dari aspek legal formal berdasarkan bunyi teksnya semata, tetapi
juga harus dilihat dari faktor-faktor yang melatar belakangi peristiwa atau sengketa yang muncul, apa akar masalahnya adakah intervensi politik atau
intervensi lainnya yang melahirkan dikeluarkan suatu putusan, serta tindakkan dampak dari putusan itu dipikirkan bagi proses penegakan hukum
dan keadilan di kemudian hari.
81
81
Ibid.
Dalam praktek peradilan tampaknya metode hermeneutika hukum ini tidak banyak atau jarang sekali di
pergunakan sebagai metode penemuan hukum.Hal ini disebabkan karena dominannya metode interptestasi dan hantruksi hukum yang sudah sangat
mengakar dalam praktek di peradilan Indonesia, mungkin juga para hakim belum begitu familiar dengan metode hermeneutika ini sehingga tidak
Universitas Sumatera Utara
menggunakannya dalam penemuan hukum. Padahal metode ini dianggap paling baik sebab ia merupakan sutau metode menginterpretasikan teks
hukum yang tidak semata-mata melihat teksnya saja, tetapi juga kontek- kontek hukum itu dilahirkan serta bagaimana kontektualisasi atau penerapan
hukumnya dimasa kini dan masa mendatang.
4. Faktor Yang Mempengaruhi Penemuan Kebenaran Materiil