77
tidak adanya buku nikah. Sedangkan sekarang ini semua sekolah mensyaratkan akta kelahiran untuk pendaftaran masuk sekolah. Ketiga, dalam hal pewarisan,
anak-anak yang lahir dari nikah di bawah tanganakan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum
antara anak tersebut dengan bapaknya. Dari bermacam akibat tersebut yang menyebabkan adanya beban psikis
terhadap diri perempuan sebagai istri maupun anak dari hasil pernikahan tersebut. Ada bermacam perasaan yang mereka kemukakan; seperti rasa malu, minder,
kecewa, walaupun mereka menganggap pernikahannya sah secara agama namun mereka yang hidup bermasyarakat pasti memiliki perasaan-perasaan seperti itu
dan jika dibiarkan berlarut-larut akan berdampak tidak sehat terhadap mental seseorang.
Terlebih lagi terhadap anak-anak yang rata-rata informan ditinggal oleh sang ayah, bukan tidak mungkin jika mereka menjadi anak yang selalu merasa
kurang percaya diri karena kehilangan sosok ayah. Rusaknya pergaulan anak- anak juga menjadi akibatnya, hal yang sama juga terjadi terhadap anak dari hasil
nikah di bawah tangan, ini terbukti dari anak seorang informan yang nasibnya sama seperti ibunya. Pergaulan anak tersebut bebas, kurangnya pengawasan dan
perhatian dari orang tua yang single menjadi penyebabnya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat yang masih belum menyadari akibat-akibat dari
nikah di bawah tangan, jangan hanya memperhatikan diri sendiri dan memenuhi hawa nafsu yang pada akhirnya akan merusak mental bukan hanya perempuan
tapi yang lebih penting adalah anak.
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Begitu besarnya beban psikis yang dirasakan oleh istri, yaitu dimana ada perasaan kecewa, tekanan batin karena cemoohan dari masyarakat yang
menganggap mereka menikah tidak resmi atau sebagai istri simpanan dan sebagainya, sehingga mereka merasa minder untuk beradaptasi dan
bersosialisasi dengan masyarakat. Sedangkan beban psikis yang dirasakan oleh anak, yaitu seorang anak dari hasil nikah di bawah tangan akan merasa
tersisih dari pergaulan karena statusnya sebagai anak kandung mulai dipertanyakan. Apalagi di saat-saat usia sekolah, ketidakjelasan statusnya
secara hukum tersebut mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak menjadi tidak harmonis. Seperti pendapat Dadang Hawari, bahwa anak yang
dibesarkan dalam keluarga disfungsi memiliki resiko lebih besar terhadap tumbuh kembang jiwanya dibanding anak yang berasal dari keluarga
harmonis. Seorang anak memiliki perasaan yang lebih peka terhadap sesuatu yang akhirnya akan merusak pergaulan anak tersebut, seperti tidak memiliki
rasa percaya diri yang tinggi sehingga ia malu untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Jika hal seperti ini dibiarkan terus menerus akan berakibat kurang
baik terhadap perkembangan mental mereka.
79
2. Pada dasarnya perkawinan di bawah tangan dilakukan karena ada hal-hal yang dirasa tidak memungkinkan bagi pasangan untuk menikah secara resmi. Ada
beberapa faktor dari hasil wawancara penulis dengan informan yang menyebabkan seorang perempuan mau dinikahi oleh seorang laki-laki secara
tidak resmi atau nikah di bawah tangan. Pertama, karena ingin menghindari zina. Kedua, menghindari prosedur pendaftaran nikah yang memakan waktu
yang lama, serta biaya pencatatan nikah yang relatif mahal. Ketiga, karena hamil sebelum menikah, sehingga seseorang merasa malu untuk mendaftarkan
pernikahannya kepada Pegawai Pencatat Nikah. Keempat, karena poligami dan tidak ada persetujuan dari istri sebelumnya serta suaminya adalah seorang
anggota TNI sehingga melakukan nikah di bawah tangan, karena bagi anggota TNIPOLRI tidak diperbolehkan untuk beristri lebih dari satu, kalaupun ingin
beristri lebih dari satu harus melakukan prosedur yang sangat rumit. Kelima, karena faktor sudah berumur lanjut, sehingga terfikir untuk apa pernikahannya
dicatat. Dari faktor-faktor tersebut para informan melakukan nikah di bawah tangan
berdasarkan masalah pribadi yang ada pada mereka bukan kesalahan dari lembaga terkait yang mengurusi tentang pencatatan nikah atau aparatnya,
akibatnya masih banyak masyarakat yang melakukan nikah tanpa dicatat di KUA.
3. Selain dengan tingkat pendidikan para pelaku nikah di bawah tangan yang
80
rendah, pola pikir masyarakat juga yang masih awam terhadap hukum dan masih rendahnya kesadaran hukum yang dimiliki masyarakat sehingga
pencatatan perkawinan bukanlah hal utama yang harus dilakukan, karena hal yang harus diutamakan dari sebuah perkawinan adalah keabsahan dalam
hukum agama terlebih dahulu baru setelah itu sistem administrasi yang di penuhi. Di samping itu mereka tetap menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan akan berdampak negatif sangat besar terhadap kehidupan mereka, tetapi karena berbagai macam alasan mereka untuk melakukan nikah di bawah
tangan serta rendah terhadap kesadaran hukum sehingga mereka melakukan nikah di bawah tangan.
B. Saran-Saran
Pada kesempatan ini penulis memberikan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat:
1. Perlu adanya penegakkan hukum khususnya mengenai pencatatan
perkawinan
dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan agar ketentuan tersebut lebih diperhatikan dengan cara memberikan tugas kepada para
penghulu atau pemuka agama dan tokoh masyarakat untuk lebih intensif mensosialisasikan kepada masyarakat, melalui khutbah jum’at, kuliah subuh,
serta dengan upaya memasukkan kurikulum sekolah, dan yang paling penting adalah kesadaran hukum dari dalam diri masyarakat itu sendiri yang perlu
ditingkatkan agar semua dapat terlaksana dengan baik.