Kondisi Sosiologis Kelurahan Cinere

66

BAB IV NIKAH DI BAWAH TANGAN DAN PENGARUH PSIKOLOGIS

BAGI ISTRI DAN ANAK

A. Kasus Pernikahan di Bawah Tangan di Kelurahan Cinere Depok

Pernikahan yang sah menurut Undang-Undang adalah perkawinan yang mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yaitu dengan melakukan pencatatan perkawinan. Menurut Hukum positif yang berlaku di Indonesia pencatatan perkawinan menentukan keabsahan dari sebuah pernikahan, karena tanpa pencatatan perkawinan maka seorang yang menikah tidak akan mendapat bukti otentik dari pernikahannya dan pernikahannya tidak pernah dianggap terjadi. Jika kita hanya mengandalkan kesaksian dari manusia maka tidak akan kuat, terkecuali jika saksi manusia tersebut akan terus hidup sepanjang zaman dan ingatannya tidak diragukan lagi. Dari pernikahan yang sah akan menimbulkan hak dan kewajiban suami istri. Dari penilitian yang penulis lakukan pada masyarakat kelurahan Cinere Depok, perempuan yang menikah di bawah tangan di tinggalkan oleh suaminya tanpa ada nafkah sama sekali. Seorang suami seenaknya saja pergi meninggalkan istri karena ia merasa pernikahannya tidak resmi, sehingga menurutnya tidak memenuhi hak dan kewajiban tidak apa-apa, kalaupun seorang istri tersebut menuntut apa yang menjadi haknya maka tidak akan bisa, karena tidak ada bukti kuat dari pernikahan tersebut. Oleh karena itu betapa pentingnya pencatatan dari sebuah perkawinan. 67 Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada masyarakat kelurahan Cinere Depok terdapat beberapa orang informan yang berhasil diwawancara, ada 6 orang pelaku nikah di bawah tangan dari jumlah keseluruhan sebanyak 15 orang yang penulis anggap cukup memberikan informasi dalam penelitian ini. Selain itu, untuk menambah akurasi data juga mewawancarai anak dari pelaku nikah di bawah tangan sebanyak 2 orang. Pertama, Lili seorang ibu rumah tangga berusia 32 tahun, ia menikah pada tahun 2014, alasannya melakukan nikah di bawah tangan karena kegagalan rumah tangga yang pertama, perceraiannya dilakukan di luar pengadilan dan ia ditinggalkan begitu saja, kemudian menurutnya proses pendaftaran yang memakan waktu lama karena perlu mengurus surat perceraian dahulu di pengadilan agama sehingga ia memilih untuk menikah di bawah tangan. Namun, di tengah pernikahannya yang secara bawah tangan ia sering mendapat perlakuan kasar dari suaminya seperti memaki dan pukulan sehingga ia merasa tertekan selama pernikahannya yang ke 2, dari pernikahannya tersebut ia belum dikaruniai anak. Ia juga mengatakan belum tau apa akan mencatatkan pernikahannya agar menjadi resmi secara negara. 1 Kedua, Lulu seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun, ia menikah pada tahun 2010, alasannya sama dengan ibu Lili yaitu proses pendaftaran yang memakan waktu lama, dan ditambah dengan keadaannya pada saat itu hamil di luar nikah sehingga ia malu untuk mendaftarkan pernikahannya di KUA dan 1 Wawancara Pribadi dengan Lili, di Kediaman Responden, 22 Oktober 2014. 68 memberitahu pada khalayak bahwa ia telah menikah. Ia sangat menyesal dan sedih karena pernikahannya tidak berlangsung lama, karena saat usia kehamilannya menginjak 7 bulan ia ditinggalkan suami begitu saja sampai sekarang, ia mengetahui dampak dari nikah di bawah tangan adalah sulit untuk membuat akte kelahiran karena tidak ada bukti nikah, namun pada saat itu keadaan yang mengharuskan ia untuk cepat menikah sehingga memilih nikah di bawah tangan. 2 Ketiga, Lala seorang ibu rumah tangga berusia 37 tahun, ia menikah pada tahun 1998, alasan ia menikah di bawah tangan adalah karena poligami, pekerjaan suami yang sebagai TNI menyulitkan keduanya untuk mendaftarkan nikah di KUA karena tidak ada izin dari istri pertama dari pada nantinya berzina jadi lebih baik nikah di bawah tangan saja. dari pernikahan tersebut pasangan ini dikaruniai 1 orang anak, tetapi pernikahannya tidak berlangsung lama karena istri pertamanya mengetahui suaminya melakukan poligami dengan jalan nikah di bawah tangan tanpa sepengetahuan istri pertama akhirnya suami tersebut memilih untuk kembali kepada istri pertama dan istri keduanya ditinggalkan begitu saja. Dalam kesempatan yang sama, penulis juga mewawancarai anak dari ibu Lala yang bernama Nana yang berusia 15 tahun, ia mengatakan sebagai seorang anak sangat kecewa atas pernikahan orang tuanya yang tidak resmi berdasarkan hukum negara karena ia merasa status ia sebagai anak dipertanyakan, apakah jelas atau 2 Wawancara Pribadi dengan Lulu, di Kediaman Responden, 25 Oktober 2014.

Dokumen yang terkait

Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia excelsa Noronha)

1 80 38

Pelimpahan Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor:411/Pdt.G/2012/PN.Mdn)

15 223 118

Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dikaitkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Legalisasi Dan Waarmerking Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

0 46 80

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular di Bawah Tegakan Sengon (Paraserienthes falcataria) Studi Kasus di Areal PT Raja Garuda Mas Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

4 57 54

Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Bawah Saluran Transmisi Studi Kasus : Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai

8 119 87

Analisis Hukum Klausul Perjanjian Kredit Bank Di Bawah Tangan Dalam Hubungannya Dengan Penyelesaian Utang Debitur Yang Wanprestasi Pada Bank Perkreditan Rakyat Yekti Insan Sembada Boyoyali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah

1 57 59

Kedudukan Anak Di Bawah Umur Atas Harta Peninggalan Orangtuanya Pada Masyarakat Minangkabau...

0 15 5

Hilangnya hak-hak anak dan istri akibat nikah dibawah tangan: Studi di Kelurahan Kebon Sirih Kecamatan Menteng

1 18 94

Itsbat nikah akibat pernikahan di bawah tangan bagi pasangan menikah di bawah umur (studi analisis penetapan pengadilan agama Cibinong Nomor: 499/Pdt.P/2014/PA.Cbn)

4 22 105

Pelaksanaan Dispensasi Nikah Dalam Praktek Nikah Sirri di Bawah Umur (Analisis Studi Kasus Desa Sukamaju,Kecamatan Cinungnulang,Kabupaten Bogor,Jawa Barat)

3 31 113