43
BAB IV PENERAPAN UANG PAKSA
DWANGSOM PADA PERKARA
HADHANAH
A. Dasar Hukum Implementasi Uang Paksa Dwangsom
1. Dasar Hukum Dwangsom Sebagai Salah Satu Instrumen Pelaksanaan
Putusan Hakim
Ketentuan mengenai lembaga dwangsom ini diatur dalam Reglemen Acara Perdata Reglement op de Rechtsvordering atau yang lebih dikenal
dengan singkatan Rv. Keberadaan lembaga dwangsom itu sendiri diatur dalam Bab V Bagian 3 Rv yakni dalam Pasal 606a dan 606b. Rumusan pasal
tersebut yang aslinya berbahasa Belanda menurut Harifin Tumpa sama bunyinya dengan ketentuan Pasal 611a dan 611b Rv lama Belanda.
1
Namun sebelum membahas lebih jauh rumusan kedua pasal tersebut ada baiknya
dibicarakan terlebih dahulu bagaimana dan mengapa lembaga dwangsom yang diatur dalam Rv tersebut ternyata masih diberlakukan dan diterapkan
dalam praktik peradilan di Indonesia selama ini khususnya di lingkungan peradilan umum. Bukankah Rv itu sendiri seperti dinyatakan Supomo sudah
tidak berlaku lagi di Indonesia dengan dihapuskannya Raad Van Justitie dan Hooggerechtshof, sejak itu yang berlaku sebagai hukum acara perdata di
1
Harifin Tumpa, Memahami Eksistensi Uang Paksa Dwangsom dan Inplementasinya di Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2010. h.52.
44
Indonesia hanya HIR Het Herziene Indonesisch Reglement dan R.Bg Rechts Reglement Buitengewesten saja.
2
Sementara Mertokusumo menyatakan bahwa Rv itu sudah tidak berlaku lagi di Indonesia sejak adanya Undang-Undang Darurat No.1 Tahun 1951
karena Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang tersebut dengan tegas menyatakan berlakunya HIR dan RBg, dalam hal ini hukum acara perdata yang dinyatakan
resmi berlaku hanya HIR untuk daerah Jawa dan Madura dan R.Bg untuk daerah lainnya di Indonesia
3
. Hal ini dipertegas pula dengan ketentuan dalam SEMA Nomor:
191964 dan SEMA Nomor 31965 yang menegaskan tentang berlakukannya
HIR dan RBg. Sedangkan Pasal 393 ayat 1 HIR4 jo. Pasal 721 R.Bg dengan tegas melarang segala bentuk hukum acara selain yang diatur dalam HIR dan
RBg tersebut. Atas dasar ketentuan pasal dalam HIR dan R.Bg tersebut maka seharusnya semua ketentuan yang terdapat dalam Rv itu dan termasuk aturan
mengenai lembaga dwangsom tersebut sama sekali sudah tidak berlaku dan tidak boleh diterapkan lagi. Dengan demikian mengenai lembaga dwangsom
ini sebenarnya dapat dikatakan telah terjadi kekosongan kevakuman hukum. Lalu bagaimana dan mengapa lembaga dwangsom yang diatur
dalam Rv tersebut ternyata hingga saat ini masih diterapkan dan diberlakukan
2
Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri., Jakarta: Fasco 1958, h. 11.
3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty,1999, h.38.