Dwangsom Menjadi Solusi Efektif bagi Penyelesaian Perkara

64 3. Menghukum tergugatpembanding untuk menyerahkan kedua orang anak tersebut pada petitum angka 2 di atas kepada penggugatterbanding ; 4. Menghukum tergugatpembanding untuk membayar uang paksa dwangsom kepada penggugatterbanding, sebesar Rp 5.000.000,00 lima juta rupiah setiap hari apabila ia lalai melaksanakan isi putusan tersebut terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap ; 5. Menghukum penggugatterbanding untuk membayar biaya perkara di tingkat pertama sebesar Rp 211.000,00 dua ratus sebelas ribu rupiah; 6. Menghukum tergugatpembanding untuk membayar biaya perkara ditingkat banding sebesar Rp 150.000,- seratus lima puluh ribu rupiah. Menurut penulis dengan diajukan tuntutan dwangsom dalam gugatan penggugat maka hakim yang memeriksa perkara tersebut dalam memutus pokok perkara harus pula memberikan putusan terhadap dwangsom ini dengan mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Majelis hakim dalam memeriksa tuntutan dwangsom ini harus betul-betul memerhatikan hal-hal sebagai berikut: 1 beralasan hukum atau tidaknya tuntutan dwangsom itu; 2 boleh atau tidaknya dwangsom itu ditetapkan dalam perkara tersebut; 3 kondisional ekonomi melaksanakan tuntutan dwangsom itu. Jika 65 pertimbangan yang dikemukakan ini tidak terpenuhi secara utuh dan menyeluruh, sebaiknya tuntutan dwangsom tersebut ditolak atau dikesampingkan. Jadi, putusan hadhanah itu harus tegas dan jelas dengan amar bersifat declatoir dan comdemnatoir. 21 Dari pertimbangan hukum dan amar putusan hakim, penulis melihat hakim telah memenuhi unsur-unsur dalam penerapan uang paksa dwangsom terhadap tergugatpembanding. Tentu masih banyak hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan hakim untuk menilai sejauh mana urgensi dijatuhkannya dwangsom bagi perkara bersangkutan. Hal-hal yang dikemukakan di atas merupakan beberapa di antaranya yang sudah lazim di temukan dalam praktik peradilan selama ini. Adapun yang terpenting untuk dipahami dalam hal ini baik untuk mengabulkan atau menolak suatu permohonan dwangsom haruslah dipertimbangkan sebagaimana mestinya sehingga kepentingan hukum yang ingin dicapai dari penerapan dwangsom bagi perkara bersangkutan benar-benar terwujud dan hukuman dwangsom itu sendiri memang bermanfaat bagi pihak yang mimintanya, bukan justeru menimbulkan permasalahan baru bagi penyelesaian perkara bersangkutan. Semoga dengan adanya dwangsom ini memberi tekanan psikis kepada tergugatpembanding agar menjalankan putusan hakim. 21 Kamarusdiana, Buku Daras Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum UIN, 2013, h. 323. 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penulis pada bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil yaitu : 1. Dasar implementasi dwangsom adalah 606a Rv yang mana dwangsom merupakan tuntutan uang paksa tambahan terhadap tuntutan pokok perkara kepada pihak yang kalah apabila lalai dalam menjalankan amar putusan pengadilan. Dwangsom dalam perkara hadhanah di Peradilan Agama serta hukum acaranya mengikuti hukum acara Peradilan Umum sebagaimana yang disebutkan pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. 2. Dwangsom sebagai upaya memaksimalkan isi putusan hakim dijalankan dengan sukarela seyogyanya diterapkan dalam putusan hakim, karena dengan keberadaan dwangsom tersebut dapat menekan secara kejiwaan dan meminimalisir putusan yang sia-sia illusoir. Terlebih lagi bila penerapan dwangsom tersebut didasarkan dengan tujuan kemaslahatan, yaitu mencegah kemudaratan dan membuka selebar mungkin kemaslahatan-kemaslahatan yang terdapat dalam putusan hakim, dalam artian mencegah kemungkinan Tergugat tidak menjalankan isi putusan hakim sebagaimana mestinya. Pada perkara di Pengadilan Agama pada dasarnya semua perkara bisa dikenakan uang paksadwangsom Perkawinan, Harta Bersama, Waris, Wasiat,