Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan

28 2 Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar pengadilan. 3 Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu. 34 Jadi, dengan adanya perceraian, hadhanah bagi anak yang belum mumayiz dilaksanakan oleh ibunya, sedangkan biaya pemeliharaan tersebut tetap dipikulkan kepada ayahnya. Tanggung jawab ini tidak hilang meskipun mereka bercerai. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 34 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, dimana dijelaskan bahwa suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan memberi segala kepentingan biaya yang diperlukan dalam kehidupan rumah tangganya. Apabila suami ingkar terhadap tanggung jawabnya, bekas istri yang diberi beban untuk melaksanakan, maka Pengadilan Agama setempat agar menghukum bekas suaminya untuk membayar biaya hadhanah sebanyak yang dianggap patut jumlahnya oleh Pengadilan Agama. Jadi, pembayaran itu dapat dipaksakan melalui hukum berdasarkan putusan Pengadilan Agama. 35 Jika orang tua dalam melaksanakan kekuasaannya tidak cakap atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya memelihara dan mendidik anak- anaknya, maka kekuasaan orang tua dapat dicabut dengan putusan Pengadilan Agama. Adapun alasan pencabutan tersebut karena: 1 orang tua itu sangat 34 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan agama Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos, 1999, h. 189. 35 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bandung: Citra Umbara, 2007, h. 13. 29 melalaikan kewajiban terhadap anaknya; 2 orang tua berkelakuan buruk sekali, M. Yahya Harahap 1975:216 menjelaskan bahwa orang yang melalaikan kewajiban terhadap anaknya yaitu meliputi ketidak becusan si orang tua itu atau sama sekali tidak mungkin melaksanakannya sama sekali, boleh jadi disebabkan karena dijatuhi hukuman penjara yang memerlukan waktu lama, sakit uzur atau gila dan berpergian dalam suatu jangka waktu yang tidak diketahui kembalinya. Sedangkan berkelakuan buruk meliputi segala tingkah laku yang tidak senonoh sebagai pengasuh dan pendidik yang seharusnya memberikan contoh yang baik. 36 Akibat pencabutan kekuasaan dari orang tua sebagaimana tersebut di atas, maka terhentinya kekuasaan orang tua itu untuk melakukan penguasaan kepada anaknya. Jika yang dicabut kekuasaan terhadap anaknya hanya ayahnya saja, maka dia tidak berhak lagi mengurusi urusan pengasuhan, pemeliharaan dan mendidik anaknya, tidak berhak lagi untuk mewakili anak di dalam dan di luar pengadilan. 37 Dengan demikian, ibunyalah yang berhak melakukan pengasuhan terhadap anak tersebut, ibunyalah yang mengendalikan pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut. Berdasarkan Pasal 49 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, 36 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2008, h. 431. 37 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 431. 30 biaya pemeliharaan ini tetap melekat secara permanen meskipun kekuasaannya terhadap anaknya dicabut. 38

4. Dasar Hukum Hadhanah

Islam telah mewajibkan pemeliharaan atas anak sampai anak tersebut telah mampu berdiri dengan sendirinya tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Oleh karena itu mengasuh anak yang masih kecil adalah wajib karena apabila anak yang masih dibawah umur dibiarkan begitu saja akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu, ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang dapat merusaknya. Dasar hukum hadhanah yaitu: a. Al-Qur’an Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 223:                                                                          Artinya: “ Para ibu hendaklah menyusunkan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu memberi makan dan Pakaian kepada para ibu 38 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Sianar Grafika, 2007, h. 15. 31 dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih sebelum dua tahun dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. Pada ayat ini, Allah SWT mewajibkan kepada orang tua untuk memelihara anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya sampai umur dua tahun. Dan bapak berkewajiban memberikan nafkah kepada ibu. Dibolehkan mengadakan penyapihan menghentikan penyusuan sebelum dua tahun apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua dan mereka boleh mengambil perempuan lain untuk menyusukan anak tersebut dengan syarat memberikan upah yang pantas. Hal ini demi keselamatan anak itu sendiri. 39 b. As-Sunnah Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : 40 39 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, h. 392-393. 40 Abu Daud Sulaiman bin Al-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, Beirut: Daar Fikr, 2003, h. 525. 32 . Artinya: “Dari hadis yang diriwayatkan oleh Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya, Abdullah bin Amr bahwa seorang perempuan berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini telah menjadikan perutku sebagai tempat naungan-nya, air susuku menjadi minumannya, dan pangkuanku sebagai tempat berteduhnya. Sedangkan ayahnya telah mentalakku seraya menginginkan untuk mengambilnya dariku”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak terhadapnya selama belum menikah”. Hadis ini menjelaskan bahwa ibu lebih berhak dari pada bapak selama ibunya belum menikah lagi. Ibu lebih diutamakan karena mempunyai kelayakan mengasuh dan menyusui, mengingat ibu lebih mengerti dan mampu mendidik anak. Kesabaran ibu dalam hal ini lebih besar dari pada bapak. Waktu yang dimiliki ibu lebih lapang dari pada bapak. Karena itu, ibu lebih diutamakan demi menjaga kemaslahatan anak. Jika si ibu telah menikah dengan laki-laki lain, maka hak hadhanah menjadi hilang. 41 41 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq jilid 2, Jakarta: Al- I’tishom, 2008, h. 528. 33

BAB III PROFIL PENGADILAN TINGGI AGAMA MAKASSAR

A. Histori Pembentukan Pengadilan 1. Masa Sebelum Penjajahan Pada pemerintahan Raja Gowa III 1637-1653 yang bernama Sultan Malikus Saleh dibentuk semacam Pengadilan Tinggi Agama, dimana kepalanya diberi gelar Parewa Syara’ Pejabat Syari’at dan bawahannya disebut IMAM dan dibantu oleh seorang Khatib dan seorang Bilal. 1 Pada tahun 1611 Kerajaan Bone menerima agama Islam sebagai agama resmi dan Raja adalah penghulu tertinggi Syaikhul Islam. Parewa Syara’ bertugas sebagai aparat pelayanan bagi masyarakat Islam, seperti pelaksanaan ibadat, upacara keagamaan, pembinaan dan perawatan bangunan keagamaan, melayani upacara pernikahan, kematian dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan. Parewa Syara’ mendapat nafkah dari zakat fitrah, zakat harta, sedekah Iedul Fitri dan Iedul Adha, penyelenggaraan mayat, kenduri kerajaan dan pernikahan.

2. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang Parewa Syara’ tidak mengalami perubahan sekalipun Kerajaan Bone dan Gowa telah ditaklukkan 1 Diakses dari website www.pta-makassar.co.id pada tanggal 24 November 2013 pkl. 16.15 wib