Praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level

D. Praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level

Marketing Praktik Money Game bukanlah sebuah kegiatan perdagangan melainkan sebuah bentuk penipuan yang cerdas. Belakangan ini, muncul kembali praktik Money Game dengan kedok sebagai kegiatan perdagangan berbasis Multi Level Marketing . Kegiatan ini sangat merugikan dan sulit untuk diteliti apakah tergolong praktik Money Game atau bukan. Hal inilah yang menyebabkan banyak sekali korban masyarakat akibat praktik penipuan tidak bertanggung jawab ini. Musuh industri Multi Level Marketing adalah praktik Money Game. Munculnya banyak perusahaan berbasis Multi Level Marketing dalam dewasa ini melahirkan tantangan bagi perusahaan untuk menghadapi persaingan yang ketat antar perusahaan berbasis Multi Level Marketing maupun dengan perusahaan konvensional dalam menjaring konsumennya. Banyak perusahaan berbasis Multi Level Marketing yang tidak mampu bersaing kemudian mencari cara instan untuk mendapatkan keuntungan di tengah persaingan bisnis ini dengan cara yang salah. Cara yang salah ini pada biasanya terlihat dari beralihnya fokus perusahaan yang gencar menggaet distributor baru bukan lagi fokus pada penjualan produk. Fokus perusahaan yang gencar melakukan proses rekrutmen daripada penjualan produk inilah yang bukan sistem Multi Level Marketing murni melainkan merupakan bentuk yang mirip dengan skema Ponzi dalam praktik Money Game. Bentuk baru inilah yang dikenal dengan Skema piramida. Dinamakan skema piramida ini karena bentuk struktur jaringan distributornya berbentuk piramida. Berbeda dengan praktik Money Game yang strukturnya tidak harus berbentuk piramida. Dalam menjalankan usahanya, perusahaan ini memiliki produk yang dijual namun biasanya memiliki harga yang relatif tinggi dan tidak sebanding dengan kualitas barang. Hal ini disebabkan fokus kegiatan usaha ini bukan untuk menjual produk melainkan untuk memperluas jaringan distributor karena komisi para distributor sendiri berasal dari uang pendaftaran distributor baru yang digunakan untuk membayar komisi distributor diatasnya bukan berdasarkan perhitungan profit atas penjualan produk yang riil. 88 Skema piramida menurut WFDSA World Federation Of Direct Selling Association diartikan sebagai sebuah bentuk penipuan yang dilakukan promotor dalam kegiatan yang disebutnya “investasi” atau “perdagangan” dengan tujuan untuk memperkaya promotor itu sendiri. Kekayaan itu diperoleh dari pembayaran iuran keanggotaan anggota baru dan menempatkannya sedemikian rupa hingga membentuk sebuah piramida. Skema piramida sendiri dalam berbagai yurisdiksi internasional dikenal dalam praktik surat berantai, chain selling, Money Game, referral selling , dan investment lotteries. 89 Menurut Andrias Harefa, skema piramida merupakan sistem bisnis ilegal, dimana keuntungan yang diperoleh sejumlah orang yang berada pada posisi atas piramida anggota lama dibayarkan dari dana sejumlah orang yang berada pada posisi bawah piramida anggota baru. 90 Sejarah mencatat skema piramida ini mulai dipraktikkan oleh Glenn Wesley Turner di perusahaan Kosmetics Company 88 Ibid. , hlm. 86. 89 WDFSA, http:www.wdfsa.orgindex.cfm20pyramid20schemes_filessubArchive diakses tanggal 5 Januari 2015. 90 Andrias Harefa, Op. cit., hlm. 84. of Tomorrow Koscot Interplanetary, Inc. yang ia dirikan pada tahun 1967 di Florida, Amerika Serikat. Turner memperkenalkan Koscot sebagai perusahaan berbasis Multi Level Marketing yang menjual alat-alat kosmetik. Program Turner ini memiliki empat tingkat distributor dari tingkatan paling rendah adalah peserta potensial yang dimungkinkan untuk masuk pada salah satu dari tiga tingkat diatasnya yaitu beauty advisor, supervisor dan director. 91 Ciri utama skema piramid ini adalah iuran keanggotaan yang relatif besar. Dengan membayar iuran inilah maka setiap anggota kemudian diizinkan untuk merekrut anggota baru. Setelah iuran awal disetorkan maka perusahaan selanjutnya memberi produk kosmetik untuk dipasarkan meskipun sebenarnya produk kosmetik ini hanya kedok. Distributor kemudian menyadari dan memahami bahwa ia mendapatkan penghasilan berdasarkan komisi atas kinerjanya merekrut anggota baru sebagai distributornya bukan berdasarkan satuan unit produk yang terjual. Akibatnya, para distributor cenderung lebih fokus untuk memperluas jaringan distributor daripada menjual produk perusahaan. Hal ini membawa dampak serius ketika produk perusahaan akhirnya gagal dipasarkan dan terjadi penumpukan stok yang tidak berhasil dipasarkan distributor. Koscot sendiri tidak memberi jaminan untuk membeli kembali stok yang tidak berhasil dipasarkan oleh distributor. 92 Inilah sebabnya skema piramida dikatakan ilegal sebab keuntungan dari sistem ini bukan berasal dari hasil keuntungan yang riil melainkan hanyalah sebuah penipuan dengan menggunakan iuran keanggotaan distributor baru untuk 91 86 F.T.C. 1106, “In The Matter of Koscot Interplanetary, Inc.”, Order, Opinion Etc., in Regard to Allleged Violation of The Federal Trade Commission Act and Sec. 2 of Clayton Act . 92 Ibid. membayar komisi para distributor diatasnya. Skema ini juga diprediksi akan jenuh dan runtuh seperti skema Ponzi dalam praktik Money Game. Akibatnya, kerugian akan dialami distributor pada level terbawah atas hilangnya sejumlah uang yang diinvestasikan ke dalam bisnis tersebut. 93 Sistem kerja praktik Money Game dalam perusahaan berbasis Multi Level Marketing ini sangat bergantung pada biaya pendaftaran para distributor baru. Promotor dalam hal ini akan menghimpun keuntungan sebesar-besarnya dari para distributor dengan menetapkan biaya pendaftaran yang tinggi. Promotor yang menjalankan praktik ini umumnya mempunyai kemampuan yang baik dalam memainkan kondisi psikologis pendengarnya. Ia adalah ahli psikologi yang mampu menciptakan antusiasme dan memberikan iming-iming janji kemudahan memperoleh uang yang besar sehingga menimbulkan rasa khawatir akan hilangnya suatu peluang baik pada pendengarnya. Sistem kerja bentuk skema ini memang tidak dapat bertahan lama karena sistem akan jenuh dan komisi yang harus dibayarkan semakin banyak. Gambaran ilustrasi sistem kerja skema ini seperti ini. Misalkan, setiap calon peserta yang hendak bergabung wajib membayar Rp. 5.000.000,- dan peserta baru ini kita anggap sebagai peserta di jenjang pertama atau puncak dan ia diizinkan mendapat keuntungan dari peserta baru yang bergabung hingga jenjang kelima. Peserta baru ini kemudian dijanjikan komisi sebesar Rp. 1.500.000,- apabila berhasil merekrut 1 satu anggota baru pada jenjang kedua dan bonus Rp. 500.000,- untuk jenjang ketiga, bonus Rp. 400.000,- untuk jenjang keempat dan Rp. 300.000,- untuk 93 Ibid. jenjang kelima. Apabila peserta tadi memiliki 2 dua anggota baru di dalam jenjang keduanya maka ia sudah mengantongi Rp. 3.000.000,- dan apabila kedua anggota dalam jaringannya ini masing-masing dapat merekrut 3 tiga peserta saja maka dalam jenjang ketiga maka sudah ada 6 enam peserta yang menyumbangkan Rp. 3.000.000,- Rp. 500.000 x 6 orang untuk peserta yang ada di jenjang pertama. Alhasil ia sudah mengantongi Rp. 6.000.000,- yang terdiri dari Rp. 3.000.000,- dari jenjang kedua dan Rp. 3.000.000,- dari jenjang ketiga. Peserta yang berada di puncak pun sudah balik modal dan mendapat keuntungan sebesar Rp. 1.000.000,- hanya dengan merekrut 2 dua orang dengan 6 enam orang di jenjang ketiga yang merupakan hasil rekrutmen anggota di jenjang keduanya. Bayangkan apabila peserta yang berada di puncak ini tetap memiliki 2 dua anggota di jenjang kedua dan peserta yang berada di jenjang ketiga ini masing-masing mampu merekrut 2 dua anggota saja maka sudah ada 12 dua belas peserta yang berada di jenjang keempat dan menyumbangkan Rp. 4.800.000,- Rp. 400.000 x 12 orang untuk peserta di puncak dan Rp. 6.000.000,- Rp. 500.000 x 12 orang untuk masing-masing peserta yang berada di jenjang kedua. Selanjutnya, bagian keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan itu sendiri. Perusahaan mewajibkan pembayaran iuran sebesar Rp. 5.000.000,- untuk setiap anggota dan perusahaan paling banyak hanya membayar Rp. 2.900.000,- untuk peserta yang bergabung di jenjang pertama ditambah dengan pembayaran bonus hingga jenjang kelima. Jadi, perusahaan mampu meraih profit non riil ini sekitar Rp. 2.100.000,- per peserta dalam dalam satu jaringan. Apabila perusahaan pada awalnya memiliki 10 jaringan dengan asumsi masing-masing jaringan mempunyai 100 anggota saja maka perusahaan sudah mempunyai omset sebesar Rp. 2,1 Miliar. Sistem ini jelas menunjukkan bahwa peserta pada level tertinggi adalah peserta yang paling diuntungkan dan peluang yang paling besar dalam memperoleh keuntungan. Semakin tinggi posisi jenjang anda maka semakin besar pendapatan yang akan didapatkan. Skema piramida selalu menekankan bahwa para peserta dapat menduduki level pertama dengan cara terus menjaring orang untuk menjadi distributor dalam jaringannya. Secara matematis, profit yang bisa didapat ini sangat menggiurkan namun secara etika bisnis praktik ini sangat bertentangan karena ketika skema ini jenuh dan hancur maka peserta yang berada di jaringan paling bawah yang paling dirugikan. Penting untuk diketahui bahwa dalam praktik bisnis, keuntungan harus didapatkan kedua pihak bukan hanya satu pihak. Inilah sebabnya praktik skema piramida ini kemudian dianggap ilegal dan dilarang secara ketat di semua negara. 94 Mengenai skema piramida ini, Andrias Harefa mengemukakan ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam sistem ini yaitu : 95 1. Skema ini menempatkan pesertanya sebagai pecundang, sejumlah besar pecundang membayar kepada sedikit pemenang. Hal ini sangat mirip, bahkan lebih kejam dari permainan judi terutama karena peserta tidak sadar dilibatkan dalam semacam pertaruhan; 94 Andrias Harefa, Op. cit., hlm. 86. 95 Ibid. 2. Perusahaan dan peserta baik secara sadar maupun tidak sadar harus menipu orang yang mereka rekrut sebab bila sistem ini dijelaskan secara logis dan tuntas maka tidak akan ada orang yang berminat untuk bergabung; 3. Sistem ini bersifat melawan hukum dan dianggap ilegal di berbagai negara. Pemilik perusahaan dan peserta banyak yang kemudian ditangkap, didenda dan dipenjara karena menjalankan sistem ini.

E. Legalitas Hukum terhadap Praktik Money Game di Dunia dan di

Dokumen yang terkait

Analisa Yuridis Penegakan Hukum Pidana Di Indonesia Dalam Menanggulangi Praktek Bisnis Berkedok Multi Level Marketing

3 68 111

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken)

3 82 103

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PESAN BISNIS MULTI LEVEL MARKETING DAN MONEY GAME ( Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pesan Bisnis Multi Level Marketing dan Money Game ).

3 12 90

Penggunaan Strategi Pemasaran Marketing bisnis

0 0 16

MULTI LEVEL MARKETING DALAM ISLAM Irfan Nurudin Program Studi Teknik Informatika STMIK EL RAHMA YOGYAKARTA Jl. Sisingamangaraja 76 Yogyakarta ABSTRACT - Jurnal Online STMIK EL RAHMA

0 0 14

UPLINE PADA MULTI LEVEL MARKETING TIANSHI TERHADAP

0 2 16

BAB II LEGALITAS PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA A. Pengertian Multi Level Marketing - Analisa Yuridis Terhadap Praktik Money Game Dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisa Yuridis Terhadap Praktik Money Game Dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing

0 0 20

ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

0 0 10

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PESAN BISNIS MULTI LEVEL MARKETING DAN MONEY GAME ( Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pesan Bisnis Multi Level Marketing dan Money Game )

0 0 15