Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya Hamalik
2001:55. Secara umum hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal Anni 2004:11. Faktor internal mencangkup: a. kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh
b. kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional dan bakat c. kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan.
Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki oleh pembelajar akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar antara lain variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim,
suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung ataupun tidak
langsung dalam mencapai prestasi belajar.
2.1.3 Belajar Tuntas
Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Hal ini disebut “masteri learning” artinya belajar
tuntas atau penguasaan penuh Nasution 2003:36. Tujuan utama belajar tuntas adalah dikuasainya bahan oleh siswa yang sedang mempelajari bahan tertentu
secara tuntas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan penuh menurut Nasution 2003:38 adalah sebagai berikut:
a. bakat untuk mempelajari sesuatu b. mutu pengajaran
c. kesanggupan untuk memahami pengajaran d. ketekunan
e. waktu yang tersedia untuk belajar Tingkat penguasaan siswa terhadap terhadap materi pelajaran menurut
Djamarah dan Zain 2002:121-122 dibagi menjadi 4 kategori: a. Istimewamaksimal : apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarakan itu
dapat dikuasai oleh siswa. b. Baik sekalioptimal : apabila sebagian besar 76 sampai dengan 99
bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.
c. Baikminimal : apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60 sampai dengan 75 saja yang dikuasai oleh siswa.
d. Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari
60 yang dikuasai oleh siswa. Berdasarkan teori belajar tuntas, peserta didik dipandang tuntas belajar
jika ia mampu menguasai minimal 65 dari seluruh tujuan pembelajaran. Keberhasilan kelas dilihat dari jumlah siswa yang mampu mencapai minimal
65, sekurang-kurangnya 85 dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut Mulyasa 2004:99. Siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar yaitu siswa
yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 65.
Apabila 85 dari jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran sudah mencapai standar ketuntasan belajar maka proses pembelajaran berikutnya
dapat membahas pokok bahasan yang baru. Namun jika siswa yang mencapai standar ketuntasan belajar kurang dari 85 dari jumlah siswa maka proses
pembelajaran hendaknya diperbaiki.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin 1995 pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman konstruktivisme, yaitu siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami materi pelajaran yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan bersama temannya. Pembelajaran kooperatif
mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar.
Suherman, dkk 2003:260 menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mencangkup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk
menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya
yang berinteraksi antarteman sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok- kelompok kecil saling membantu satu sama lain Slavin 1995. Kelas disusun
dalam kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Maksud dari kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran siswa,
jenis kelamin, asal dan tingkat kemampuan.
Roger dan Johnson menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperatif learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima
unsur model pembelajaran gotong royang harus diterapkan yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi
antaranggota, dan evaluasi proses kelompok Lie 2004:31. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi agar pembelajaran kooperatif dapat
berlangsung dengan baik dan siswa lebih bekerja secara kooperatif Suherman, dkk 2003:260. Hal-hal tersebut meliputi:
a. Para siswa yang tergabung dalam kelompok harus merasa bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok yang mempunyai tujuan bersama yang
harus dicapai. b. Para siswa yang tergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah
yang mereka hadapi adalah masalah kelompok, dan berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota
kelompok itu. c. Untuk mencapai hasil maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompok
itu harus berbicara atau berinteraksi dalam mendiskusikan masalah yang dihadapi.
d. Para siswa yang tergabung dalam kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada keberhasilan kelompoknya.
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok adalah membentuk kelompok, merencanakan tugas kelompok, memotivasi, memberikan bimbingan
pada setiap kelompok, dan memberikan evaluasi.
Menurut Dimyati dan Mudjiono 2002:195 pembelajaran kelompok- kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan pembelajaran secara
klasikal. Adapun tujuan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil adalah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional.
b. Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan.
c. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga anggota merasa diri mereka sebagai bagian yang bertanggungjawab.
d. Mengembangkan kemampuan kepemimpinan pada setiap anggota kelompok dalam memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif dalam kimia akan dapat membantu para siswa meningkatkan kemampuan siswa dalam kimia. Para siswa secara individu akan
membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah kimia, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa
cemas terhadap kimia yang banyak dialami siswa. Dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok, model pembelajaran ini dapat membuat siswa menerima siswa
lain yang berkemampuan dan berlatar belakang yang berbeda.
2.1.5 Student Teams Achievement Division STAD