menjadikan siswa cepat bosan dan melemah interest-nya. Pada saat refleksi kedua, pengamat mengingatkan yang intinya guru lupa menyuruh siswa
untuk membaca nyaring, alangkah baiknya kalau pada pertemuan berikutnya siswa disuruh membaca nyaring supaya siswa lebih tertarik.
Barulah di tahap siklus ketiga, semua langkah dapat dilakukan secara sempurna. Guru tidak melewatkan langkah dalam proses membaca dan semua
langkah dapat dioptimalkan. Berikut ringkasan hasil pengamatan terhadap penerapan model pendekatan proses yang melingkupi tahapan-tahapan proses
membaca. Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Tahap-tahap Membaca Pemahaman
No Aspek
Siklus 1 Siklus 2
Siklus 3 1
Tahap Prabaca Tidak semua
tahap dilakukan Lengkap
Lengkap
2 Tahap Membaca
Tidak semua
siswa, siswa tidak serius
membaca, siswa merasa
kurang senang
membaca, siswa membaca dalam
hati, siswa kerja individual dan
terbimbing Hampir
semua siswa membaca,
siswa cukup serius membaca,
siswa menjadi bosan, siswa
membaca dalam hati, siswa kerja
berpasangan
Semua siswa terlibat
membaca, siswa serius membaca,
ada tahap membaca
nyaring, siswa diskusi
kelompok.
3 Tahap
Merespons Sedikit yang
merespon, siswa tidak begitu
Respon siswa meningkat, siswa
mulai minat dan Sebagian siswa
responsif, siswa senang dan
tertarik, guru dominan
tertarik, interaksi mulai terjalin,
dominasi guru berkurang
tertarik, interaksi optimal, siswa
tidak bosan, guru tidak lagi
dominan.
4
Tahap Mengeksplorasi
Teks Siswa membaca
ulang, mencari kata sukar, tetapi
kurang mampu menjawab guru
dengan baik Siswa membaca
ulang, mencari
kata sukar, mampu
menjawab guru dengan lebih
baik Siswa membaca
ulang, mencari kata sukar,
mampu menjawab guru
dengan baik
5
Tahap Memperluas
Interpretasi Jawaban siswa
masih terbatas pada teks, siswa
kerja mandiri, inetpretasi belum
baik Mulai
ada perluasan
jawaban, kerja berpasangan,
gagasan siswa mulai
berkembang Jawaban semakin
lengkap, luas, dan dalam,
diskusi kelompok jalan,
siswa mampu berpendapat dan
menilai pengalaman baca
2. Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa
Cara melihat keberhasilan tindakan dalam meningkatkan kermampuan membaca siswa dilakukan dengan mengukur kemampuan baca siswa. Hal itu
dilakukan secara proses dan produk. Secara proses, dilihat dari indikator keberhasilannya melalui kegiatan, interaksi, dan motivasi siswa dalam proses
pembelajaran membaca. Kemampuan siswa yang meningkat dalam membaca akan tampak dalam interaksi siswa terhadap guru yang terkait dengan bahan
bacaan. Motivasi siswa yang baik dalam membaca akan membuat siswa lebih
mudah memahami suatu bacaan. Secara produk, dilakukan pengukuran dengan memberikan tes di awal dan akhir penelitian. Tes yang diberikan dalam bentuk
pilihan ganda dan esei. Di dalamnya memuat pemahaman bacaan yang diukur secara kognitif dan afektif. Soal pilihan ganda lebih mengarah pada sisi kognitif
dengan pilihan jawaban yang sudah ada. Soal esei sengaja dibuat terbuka untuk melihat afektif siswa terhadap bahasan bacaan. Bagian esei ini pada dasarnya
terbagi dalam empat 4 bagian, yaitu: 1 kemampuan olah pikir pendapat individual siswa atas suatu fenomena tertentu yang terkait dengan bacaan. 2
kemampuan siswa dalam memperluas wawasan dari bacaan, 3 kemampuan siswa dalam mengeksplorasi pengalaman pribadi dan pengalaman membaca
sebelumnva. dan 4 kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasannva sebagai langkah ke depan dari tema yang ada.
Hasil tes lihat tabel 2, lampiran menunjukkan bahwa skor pilihan ganda siswa mengalami peningkatan yang cukup baik. Jumlah siswa yang,
mengikuti tes awal dan akhir sebanyak 25 siswa. Pada tes awal rerata skor pengetahuan kognitif siswa adalah 6,36 sedangkan hasil rerata skor tes akhir
sebesar 8,00. Secara frekuensi, hasil tes awal menunjukkan frekuensi nilai rentang 0 – 59 sebanyak 3 siswa. Jumlah siswa yang yang mempunyai nilai
rentang 60-74 sebanyak 21 siswa. Siswa yang mendapat nilai rentan 75-89 hanya 1 orang dan tidak ada seorangpun yang memperoleh nilai rentan 90-100.
Hasil tes akhir menunjukkan bahwa tidak ada seorangpun yang memperoleh nilai rentan 0-59. Siswa dengan nilai rentang 60-74 menurun drastis menjadi 2
siswa, dan yang mendapat nilai rentan 90-100 hanya 1 siswa. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif siswa dalam memahami bacaan. Kemampuan
afektif siswa tampak dari adanya peningkatan kualitas jawaban soal esei. Dari analisis, ditemukan hasil bahwa setelah guru
menerapkan pendekatan pro
S
es dalam pembelajaran membaca ternyata siswa
menjadi lebih baik dalam hal olah pikir pendapat individual siswa atas suatu fenomena tertentu yang terkait dengan bacaan, memperluas wawasan dari
bacaan, mengeksplorasi pengalaman pribadi dan pengalaman membaca sebelumnya, dan mengekspresikan gagasannya sebagai langkah ke depan dari
tema yang ada. Peningkatan yang paling menonjol adalah dalam masalah memperluas wawasan dari bacaan. Dari kualitas jawaban esai dalam tes
awal, siswa kurang mampu menjawab dengan baik, setelah tes akhir siswa semakin mampu menjawab dengan baik. Dalam tes esai untuk setiap
siklusnya, selalu meningkat bahkan hasil tes pada siklus ketiga siswa yang mendapat nilai minimal 75 sejumlah 20 siswa dari 25 siswa seluruhnya.
Peningkatan kemampuan siswa juga dilihat dari penilaian proses. Dan kondisi awal dan dijalankannya siklus-siklus penelitian tampak adanya
perubahan kemampuan siswa dalam merespon pertanyaan guru selama proses belajar di kelas. Peningkatan yang tampak pada siswa adalah secara kuantitas
dan kualitas. Secara kuantitas, jumlah siswa yang menanggapi pertanyaan guru semakin rneningkat. Secara kualitas, jawaban siswa juga semakin lengkap, luas,
tepat, dalam, dan baik. Siswa semakin mampu menguasai bacaan. Demikian inti cuplikan wawancara informal dengan siswa. Mereka merasa lebih senang
membaca menggunakan model ini, apalagi bacaannya berganti-ganti. Guru juga