Keluarga Katolik Doa bersama dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman usia dini di lingkungan St Petrus Paroki St Yohanes Rasul Kedaton Bandar Lampung, Lampung.

29

d. Pelayanan Diakonia

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih itu melalui pengabdian kepada masyarakat dan Gereja terutama kepada mereka yang miskin, lemah, dan terlantar. Dengan semangat pelayanan yang tinggi, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga ini hendaknya memberdayakan mereka yang dilayani dengan tujuan untuk memandirikan manusia yang dilayani.

e. Kesaksian iman Martyria

Setiap keluarga hendaknya berani untuk memberikan kesaksian iman di tengah masyarakat melalui perkataan maupun tindakannya dan siap menanggung resiko yang muncul dari imannya tersebut. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai tindakan ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.

3. Tugas dan peranan Keluarga Kristiani

Rencana Allah tidak hanya menyerukan makna keluarga tetapi juga peranannya, yaitu dengan melakukan apa yang harusnya di lakukan. Suami istri adalah sepasang pria dan wanita yang telah disatukan oleh Allah, sehingga mereka tidak lagi dua melainkan satu Mat 19. Kepada mereka berdua itulah Allah menyerahkan anak, sebagai sebuah “titipan” dari-Nya. 30 Sebagai komunitas hidup yang penuh cinta, menurut sinode Para Uskup Gereja mempunyai empat tugas yakni:

a. Membentuk Komunitas Pribadi-Pribadi

Cinta merupakan dasar dan tujuan keluarga. Keluarga harus memperkembangkan cinta, agar ia bertumbuh menjadi komunitas antarpribadi yang saling mencintai FC 18. Unsur pemersatu yang utama adalah cinta kasih seorang ayah dan ibu kepada anak-anaknya tanpa cinta kasih itu, keluarga bukanlah rukun hidup antar pribadi dan keluarga tidak dapat hidup serta menjadi persekutuan pribadi-pribadi. Orang tua mencurahkan cinta kasihnya kepada anak- anak seperti cinta yang menghubungkan Kristus dengan Gereja. Cinta orang tua juga berciri tidak pernah putus, karena penuhnya cinta itu untuk kesejahteraan anak dan karena dikehendaki oleh Allah menjadi lambang cinta Allah bagi umatnya. Sejak di dalam rahim, anak harus dicintai martabatnya sebagai pribadi diakui dan diperhatikan pertumbuhan serta hak-hak yang ada dalam dirinya seperti dalam FC art 26 yang mengatakan bahwa: Dalam keluarga, yakni persekutuan pribadi-pribadi, perhatian khusus perlu diberikan kepada anak-anak, dengan mengembangkan penghargaan yang mendalam terhadap martabat pribadi mereka, serta sikap sungguh menghormati dan memperhatikan sepenuhnya hak-hak mereka. Itu berlaku bagi setiap anak, tetapi menjadi semakin mendesak, semakin anak masih kecil dan semakin ia memerlukan segalanya bila ia sakit, menderita atau menyandang cacat. Sudah sepantasnyalah, orang tua sebagai pendidik utama memperhatikan anak-anaknya dengan memupuk rasa percaya diantara anggota keluarga dan menjalin komunikasi yang baik antar anggotanya. Dengan memupuk rasa 31 kepedulian serta perhatian kepada anak-anaknya berarti Gereja telah melaksanakan perutusannya yang mendasar. Sebab Gereja dipanggil untuk memberikan teladan terhadap keluarga-keluarga seperti yang telah diperintahkan Kristus Tuhan. Demikianlah cinta yang luas antara orang tua dan anak-anak, kakak dan adik serta dengan anggota keluarga lainnya yang dapat membimbing keluarga kepada suatu persekutuan yang lebih mendalam. Hal ini menjadi dasar dan jiwa dari persekutuan keluarga. Al Purwa Hardiwardoyo, 2013:95-96. Sikap-sikap menerima, kasih, penghargaan dan kepedulian dibidang jasmani, emosional, pendidikan dan rohani kepada anak-anak yang telah dilahirkan harus memiliki ciri khusus dan hakiki terkhusus untuk keluarga Katolik. Dengan demikian anak-anak akan bertambah iman dan kedewasaannya, semakin dikasihi Allah dan manusia di sekelilingnya sehingga nantinya mereka dapat memberikan sumbangan yang berharga untuk lingkungannya maupun untuk orang tuanya Widyamartaya, 1994:55. Keluarga adalah komunitas pertama dan asal mula keberadaan seriap manusia dan merupakan persekutuan pribadi-pribadi communio personarum yang kehidupannya berdasarkan cinta kasih. Kasih sejati yang ada dalam keluarga akan membuahkan kebaikan bagi semua anggota keluarga. Maka setiap pribadi dalam keluarga semestinya mewujudkan cinta kasih yang sejati melalui tindakan konkret untuk kebahagiaan dan kesejahteraan setiap anggota keluarganya. Persekutuan pribadi-pribadi itu terjadi atas dasar pilihan dan keputusan sadar dan bebas antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dan diungkapkan dalam sebuah sakramen perkawinan. Mereka bersedia meninggalkan segalanya termasuk 32 orang tuanya dan bersatu menjadi sepasang suami dan isteri, “sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” Kej. 2:24; Mat 19:5-6a. Suami isteri dipanggil untuk menjadi persekutuan pribadi-pribadi dan melahirkan anak-anak yang akan memperluas persekutuan pribadi tersebut. Kehadiran anak-anak dalam keluarga merupakan anugerah nyata yang sangat berharga dan sekaligus memahkotai cinta kasih dalam perkawinan. Maka selayaknyalah anak-anak dicintai dihargai, diterima sepenuhnya dan dikembangkan sebaik mungkin oleh orang tuanya. Cinta kasih dalam keluarga merupakan kekuatan keluarga yang utama, karena tanpa cinta kasih keluarga tidak akan mengalami dan merasakan kerukunan dan kesejahteraan dalam keluarga serta tidak dapat menyempurnakan hidup sebagai persekutuan pribadi-pribadi KWI, 2011:11-12.

b. Mengabdi Kehidupan

Cinta suami istri bersifat subur, baik dalam arti menurunkan anak, maupun dalam arti membuahkan kekayaan moral dan spiritual. Dengan menciptakan pria maupun wanita menurut gambar dan rupa-Nya. Allah menyempurnakan manusia dengan mengambil bagian istimewa dalam kasih dan kuasa-Nya sebagai pencipta dan Bapa, dengan bekerja sama secara bebas dan bertanggung jawab dalam meneruskan anugerah hidup manusiawi melalui sakramen perkawinan dan berkembang biak Prokreasi. Maka tugas utama keluarga adalah melayani hidup, mewujudkan dalam sejarah berkat sejati Allah yakni meneruskan citra ilahi Allah ke orang-orang dengan menurunkan anak. Widyamartaya, 1994:57 33 Tugas untuk memberikan pendidikan yang berakar dari panggilan utama orang-orang yang menikah untuk mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Prokreasi juga meliputi pendidikan anak-anak. tugas dan kewajiban orang tua untuk mendidik anak-anak mereka merupakan hak yang esensial, orisinal dan primer dalam Familiaris Consortio art 36 menguraikan bahwa: Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu bersifat asali dan utama terhadap peran serta orang-orang lain dalam pendidikan, karena keistimewaan hubungan cintakasih antara orang tua dan anak-anak. lagi pula tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih, dan karena itu dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang-orang lain atau direbut oleh mereka. Anak-anak perlu dididik dalam nilai-nilai dasar, yakni dalam hal iman. Pendidikan iman ini jangan dilupakan karena iman adalah unsur yang paling mendasar. Begitu mendasar sehingga merupakan ciri khas peranan orang tua selaku pendidik yang utama. Dengan cinta kasih mereka sebagai orang tua yang mewujudkan sepenuhnya dalam tugas mendidik. Karena tugas itulah yang menyempurnakan dan melengkapi pengabdian kehidupan dalam keluarga. Cinta kasih orang tua merupakan prinsip yang menjiwai dan karena itu norma yang mengilhami serta mengarahkan segala kegiatan pendidikan dalam keluarga. Karena sakramentalitas perkawinan mereka, suami isteri merupakan guru dan ibu dalam bidang iman, merupakan pelayan gereja dalam bidang iman. Orang tua merupakan pewarta Injil bagi anak-anaknya yang membantu mereka sampai kepada Kristus dengan bantuan Roh Kudus. Namun keluarga bukanlah pendidik satu-satunya. Keluarga harus terbuka untuk bekerja sama dengan Gereja dan Negara, yang membantu keluarga itu. Orang tua juga perlu bekerja sama dengan 34 para guru dan pengelola sekolah-sekolah Dr. Al Purwa Hardiwardoyo, MSF 2013:97.

c. Ikut serta dalam Pembangunan Masyarakat

Keluarga merupakan sel masyarakat yang pertama, yang menjadi dasar dan faktor penumbuh masyarakat terutama melalui pelayanan yang berdasarkan cinta kehidupan. Pengalaman hidup bersatu dan berbagi yang semestinya mencirikan hidup keluarga sehari-hari merupakan sumbangan keluarga yang pertama dan mendasar bagi masyarakat. Keluarga mempunyai peran yang penting dalam masyarakat karena keluarga merupakan landasan masyarakat dan selalu menghidupi masyarakat melalui peranannya sebagai pelayan kehidupan A. Widyamartaya, 1994:82. Keluarga menjadi dasar dari pembangunan masyarakat karena ikut ambil bagian dalam mengembangkan peranan pengabdian kepada kehidupan. Konsili Vatikan II dalam Dekrit Apostolicum Actuositatem tentang Kerasulan Awam art 11 menyatakan bahwa: Karena pencipta alam semesta telah menetapkan persekutuan suami isteri menjadi asal mula dan dasar masyarakat manusia, maka keluarga merupakan sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pembangunan hidup bermasyarakat keluarga katolik hendaknya mempunyai keterbukaan, toleran, dan menghargai pluralitas yang ada. Pluralitas ini tidak hanya terjadi pada masyarakat luas, namun juga dialami dalam keluarga. Selain itu juga perlu dikembangkan prinsip solidaritas yang dapat terwujud dalam semangat gotong-royong. Dalam semangat gotong royong itulah 35 keluarga secara konkret menyumbangkan keutamaan hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur KWI, 2011:18-19. Keluarga begitu penting dalam kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, maka masyarakatpun berkewajiban untuk membantu dan menguatkan keluarga- keluarga lain. Keluarga dan masyarakat mempunyai fungsi yang saling melengkapi dalam membela dan mengembangkan kebaikan setiap dan semua orang. Hal ini ditegaskan dalam FC 48 bahwa: Persekutuan rohani antara keluarga-keluarga kristen yang berakar dalam iman serta harapan bersama dan dijiwai oleh cinta kasih, merupakan daya kekuatan batin yang menimbulkan, menyebarkan dan mengembangkan keadilan, rekonsiliasi, persaudaraan serta damai antar manusia. Selaku Gereja mini, keluarga kristen diharapkan seperti Gereja semesta menjadi lambang kesatuan bagi dunia dan dengan demikian menunaikan peranan kenabiannya dengan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah serta damai Kristus, tujuan peziarahan seluruh dunia.

d. Turut serta dalam Hidup dan Perutusan Gereja

Keluarga Kristen wajib ikut membangun Gereja dengan membentuk dirinya menjadi “Gereja kecil”. Keluarga dibantu gereja lewat pewartaan Injil dan peneguhan iman. Keluarga dipanggil untuk pengabdian demi kemajuan Kerajaan Allah dengan ikut menghayati visi dan misi Gereja dengan mewartakan Injil lebih lanjut. Gereja mendengar dan menerima sabda Tuhan serta mewartakannya kepada orang lain. Sebagai persekutuan yang penuh dengan cinta dan kasih sejati, orang tua secara khusus menerima kabar baik bahwa kehidupaan keluarga dan perkawinan diberkati oleh Kristus sendiri. Hanya didalam iman, keluarga menyadari bahwa keluarga adalah perjanjian cinta antara Tuhan dengan umat manusia dan antara Yesus Kristus dengan Gereja sekaligus tempat untuk 36 memperbaharui iman dan sakramen-sakramen. Maka, keluarga Kristiani hendaklah bersama-sama dengan Kristus menghayati pengabdian kepada masyarakat, Gereja dan dunia. Dengan diberkati oleh Roh Kudus dan semangat cinta kasih dalam iman keluarga mengabdikan diri untuk merasul dan menjalankan kegiatan-kegiatan pengabdian dalam Gereja maupun dalam masyarakat. Dalam FC 50 ditegaskan bahwa: Selain itu keluarga Kristen membangun Kerajaan Allah dalam sejarah melalui kenyataan sehari-hari, yang berkaitan dengan status hidupnya serta termasuk kekhasannya. Dengan kata lain, dalam cintakasih antara suami isteri, serta para anggota keluargalah, cinta kasih yang dihayati beserta seluruh kekayaan yang luar biasa berupa nilai-nilai dan tuntutan- tuntutannya: sifatnya sebagai keseluruhan, kesatuan, kesetiaan serta kesuburannya, disitulah diungkapkan dan diwujudkan partisipasi keluarga Kristen dalam misi kenabian, keimanan dan rajawi Yesus Kristus beserta Gereja-Nya. Oleh karena itu cintakasih dan kehidupan merupakan intipati perutusan penyelamatan keluarga Kristen dalam Gereja dan bagi Gereja. Orang tua sebagai pendidik dalam keluarga tidak hanya sekedar mengkomunikasikan iman kepada anak-anak. keluarga turut ambil bagian dalam menghayati tugas kenabian dengan menyambut dan mewartakan sabda, terutama untuk anak-anak mereka dengan pengahayatan mereka yang mendalam. Begitulah tanggapan keluarga dalam menanggapi panggilan hidup berkeluarga dengan menjalankan tugas kenabiannya setulus hati dan keluarga akan semakin berkembang dan bertumbuh sebagai persekutuan yang beriman dan mewartakan Injil di tengah masyarakat FC 51. Pewartaan Injil dari orang tua kepada anaknya, tidak hanya berlangsung saat anak-anak masih kecil tetapi tetap mewartakan Injil kepada anak-anak pada usia remaja dan usia muda mereka sekalipun anak-anak menolak iman Kristiani yang diterimanya. Seperti Gereja mewartakan Injil ke seluruh dunia, tidak selalu 37 berjalan dengan mulus. Tetapi menemukan banyak luka dan derita, banyak penolakan-penolakan dan protes keras. Keluarga juga mengalami hal yang sama dalam mewartakan Injil kepada anak-anaknya dan keluarga dituntut untuk berani menghadapi dengan keheningan hati yang penuh dengan kesukaran-kesukaran yang ada dalam diri anak-anak mereka sendiri dalam pelayanan mewartakan Injil. FC 54. Melihat kesukaran-kesukaran pewartaan iman dalam keluarga, orang tua haruslah bijaksana dalam menyikapi segala tantangan dengan membantu anak- anak dalam memilih panggilan hidup. Keluarga-keluarga Kristiani mempersembahkan sumbangan istimewanya untuk kepentingan misioner Gereja dengan memupuk panggilan-panggilan misioner diantara anak-anak mereka dengan mewartakan Injil dan memberikan pelayanan kepada sesama dengan kasih Yesus Kristus Widyamartaya, 1994:100.

4. Peranan doa ditinjau dari dokumen Familiaris Consortio

Gereja mendoakan keluarga Kristen untuk membina keluarga, supaya hidup sesuai kepenuhannya dengan rahmat yang telah Tuhan berikan melalui sakramen Perkawinan. Hendaknya juga keluarga kristiani bersatu dalam doa, baik sebagai suami isteri sebagai orang tua dan anak-anak, karena hal ini merupakan tanggung jawab dari orang tua. Banyak kesempatan untuk bersatu dalam doa dan semua itu merupakan saat-saat Tuhan menyentuh kehidupan keluarga secara khusus. Tuhan memanggil keluarga untuk berdoa bersama dengan caranya tersendiri, melalui 38 kesukaran-kesukaran hidup yang dilalui oleh keluarga dan membawa kesukaran tersebut dalam doa. Doa dalam keluarga mempunyai ciri-cirinya sendiri yaitu doa yang dipanjatkan bersama-sama yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak. Doa bersama ini dilakukan bukan hanya semata-mata karena mendapat kesukaran- kesukaran dalam hidup, tetapi lebih menyadari bahwa keluarga terikat kepada persekutuan yang telah dipersatukan Allah dalam sakramen perkawinan yang diterimakan oleh suami dan isteri, sedangkan sakramen babtis diterima oleh anak- anak FC 59. Ada ikatan yang mendalam dan penting antara Gereja dengan orang beriman seperti yang dinyatakan dalam Sacrosantum Consilium mengenai Liturgi Suci yang menegaskan bahwa: Akan tetapi hidup rohani tidak tercakup seluruhnya dengan hanya ikut serta dalam liturgi. Sebab semua manusia Kristiani yang memang dipanggil untuk berdoa bersama, toh harus memasuki biliknya juga untuk berdoa kepada Bapa di tempat yang tersembunyi. Bahkan menurut amanat Rasul Paulus ia harus berkajang dalam doa. Dan Rasul itu juga mengajar, supaya kita selalu membawa kematian Yesus dalam tubuh kita, supaya hidup Yesus pun menjadi nyata dalam daging kita yang fana. Maka dari itu dalam kurban Misa kita memohon kepada Tuhan, supaya dengan menerima persembahan kurban rohani, Ia menyempurnakan kita sendiri menjadi kurban abadi bagi diri-Nya. Hal ini merupakan suatu tujuan yang penting bagi keluarga untuk menghantarkan anak-anaknya pada kebiasaan doa bersama. Maka dibutuhkan partisipasi selangkah demi selangkah untuk membantu anak kepada kebiasaan doa dengan mengajarkannya doa sebelum dan sesudah makan, sebelum dan setelah bangun tidur, saat anggota keluarga dalam keadaan sakit, ulang tahun, dan saat dalam perjalanan jauh. Terutama mengajarkan anak pada kebiasaan mengikuti 39 perayaan ekaristi di gereja pada hari minggu dan pesta, dan perayaan sakramen- sakramen, khususnya sakramen-sakramen inisiasi Kristiani untuk anak-anak FC 61. Dengan tetap menghormati kebebasan anak-anak Allah, Gereja selalu menganjurkan praktik kesalehan tertentu kepada umat beriman dengan perhatian khusus. Antara lain dengan mengajarkan anak-anak doa-doa dasar seperti yang diajarkan oleh Bapa dan tradisi Gereja. Doa rosario merupakan doa yang paling banyak digemari dan dipakai oleh keluarga-keluarga Kristiani Widyamartaya, 1994:108. Kesatuan dalam doa jangan sampai terlupakan, karena doa merupakan unsur pokok kehidupan manusia beriman dipandang dari kepenuhan dan keutamaannya karena doa merupakan bagian terpenting dalam keluarga sebagai sarana pembinaan iman anak dan pemersatu anggota keluarga. Dan doa merupakan ungkapan iman batin setiap manusia dan syarat utama pembebasan roh. Ungkapan ini ditegaskan dalam FC art 62 yang menyatakan bahwa: Doa sama sekali bukan semacam pelarian dari kesanggupan-kesanggupan sehari-hari, melainkan merupakan dorongan yang paling kuat bagi keluarga Kristen untuk seutuhnya memikul dan memenuhi segala tanggung jawabnya sebagai sel utama dan mendasar bagi masyarakat manusia. Begitulah partisipasi nyata keluarga Kristen dalam kehidupan serta misi Gereja berada dalam proporsi langsung dengan kesetiaan serta intensifnya doa, ikatan persatuan keluarga dengan poko anggur yang subur, yakni Yesus Kristus Tuhan. Doa merupakan bentuk penyerahan diri seorang manusia kepada Tuhannya dengan memohon belas kasihan dan mengucap syukur atas anugerah yang diberikannya. Maka dari itu, manusia selalu berdoa kepada Bapanya untuk memikul salib Kristus dari masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya. Kelebatan buah keluarga Kristiani dalam pelayanan tertuju untuk kemajuan 40 manusia dengan mengusahakan perubahan dunia, dan berasal dari persekutuan yang hidup dengan Kristus, yang disuburkan oleh Liturgi, persembahan diri dan doa Widyamartaya, 1994:110.

C. Pembinaan Iman Usia Dini

Menjadi murid Kristus menyertakan dinamika untuk membentuk hidup atas dasar nilai-nilai yang ditawarkan oleh Kristus, kemudian kita diubah oleh nilai- nilai tersebut dan menjadi serupa dengan Kristus. Proses inilah yang disebut dengan transformasi diri dalam Kristus. Seseorang yang ingin menjadi pengikut Kristus hendaknya berani meninggalkan kehidupannya yang lama agar dengan demikian ia menemukan hidup Mat 10:37-39; 16:24-25. Ini berarti bahwa kita memeluk transendensi diri dalam cinta pada Kristus. Hal ini mengandaikan bahwa kita menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dan kepada sesama. Hal ini harus diwartakan dengan jelas dalam tiap tujuan pembinaan agar pembinaan tidak salah arah. Konsekuensinya adalah Allah menjadi pusat dan arah pembinaan dan ini terlaksana dalam memeluk nilai-nilai adikodrati seperti sosial, budaya, ekonomi, politik dan seni. Sebagaimana diungkapkan dalam GS 22. Bila sejak awal pembinaan dalam keluarga sudah mewartakan dan memusatkan perhatian pada nilai-nilai rohani agar anak tahu apa yang mereka imani dan mereka hayati. Walau begitu, tidak cukup dengan hanya mewartakan nilai-nilai rohani saja, tetapi juga nilai-nilai itu perlu dihayati, diikuti, diwujudkan, dibatinkan dan diitegrasikan sehingga ia berubah dalam Kristus. Karena pewartaan hanya menyajikan isi dan 41 pengertian nilai, namun belum menyentuh fungsi nilai dalam pertumbuhan pribadi. F. Mardi Prasetyo 2000:98.

1. Arti Pembinaan

Mangunhardjana 1986:11-12 dalam bukunya Pembinaan; Arti dan Metodenya menyatakan pengertian pembinaan sebagai berikut: Kata pembinaan merupakan terjemahan dari kata Inggris, training yang berarti latihan, pendidikan, dan pembinaan. Pembinaan merupakan bagian dari pendidikan sejauh hal tersebut berhubungan dengan pengembangan manusia. Pembinaan merupakan suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal yang baru yang belum dimilki sebelumnya, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya sehingga semakin mampu mengembangkan diri secara lebih baik. Melalui pembinaan terjadi proses belajar mengajar dan peran serta tidak hanya sekedar mempelajari ilmu baru, tetapi juga mempraktikan ilmu baru yang didapatnya. Dalam pembinaan, orang dilatih untuk mengenal kemampuannya dan mengembangkannya dengan tujuan untuk melatih mendapatkan sikap, attitude, dan keterampilan. Dewasa ini, pembinaan menekankan pengembangan manusia pada segi praktis yaitu dengan mengembangkan sikap, kemampuan serta keterampilan. Dalam pembinaan terutama dilatih untuk mengenal lebih jauh kepribadiannya dan mengembangkannya agar menjadi sosok manusia yang dapat diandalkan. “Kalau dirumuskan dalam bentuk definisi, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara efektif” Mangunharjana 1986:12 42 Dalam pembinaan ini berarti melepas apa yang dimiliki delearning, berupa pengetahuan dan praktik-praktik dan mempelajari hal-hal baru learning. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup secara lebih efisien dan efektif daripada sebelumnya. Tentu saja, orang yang membina harus lebih berpengalaman dan diharapkan dapat memberikan efek positif bagi yang dibina dengan harapan dapat membantu orang yang dibina menjadi lebih baik dan dapat diandalkan.

2. Pengertian Iman

Iman adalah jawaban atas panggilan Allah, penyerahan secara total antara pribadi kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa, melainkan dengan sukarela. Iman merupakan hubungan pribadi dengan Allah yang hanya terjadi karena Rahmat Allah. Dalam iman, manusia mengakui bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki dan menuntun hidup manusia yang serba terbatas. Pengalaman iman merupakan pengalaman yang mendasar dalam hidup manusia. Dalam pengalaman yang mendasar itulah iman dibangun, penyerahan diri manusia kepada Allah dan pertemuan antara manusia dengan Allah. KWI, 1996: 128-129. Penyerahan diri terhadap iman ini dipertegas oleh Dokumen Dignitatis Humanae art 10 yang berbunyi: Salah satu pokok amat penting ajaran katolik, yang tercantum dalam sabda Allah dan terus-menerus diwartakan oleh para Bapa Gereja, yakni: manusia wajib secara sukarela menjawab Allah dengan beriman; maka dari itu tak 43 seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman. Sebab pada hakekatnya kita menyatakan iman kita dengan kehendak yang bebas, karena manusia yang ditebus oleh Kristus Sang Penyelamat, dan dengan perantaraan Yesus Kristus dipanggil untuk diangkat menjadi anak Allah, tidak dapat mematuhi Allah yang mewahyukan Diri, seandainya Bapa tidak menariknya, dan ia tidak dengan bebas menyatakan kepada Allah ketaatan imannya yang menurut nalar dapat dipertanggungjawabkan. Kebebasan itu tidak hanya berarti kebebasan fisik, tanpa paksaan dari luar. Bukan merupakan kebebasan berpikir dan kemerdekaan mengambil keputusan berdasarkan keyakinan mereka sendiri. Melainkan kebebasan untuk mengikuti suara hati dan menentukan arah hidupnya sendiri. Dengan bebas, manusia memasuki kemerdekaan menjadi anak-anak Allah Rm 8:21. Yang dimaksud kemerdekaan ialah kemerdekaan untuk menang atas dirinya sendiri, memenangkan rasa takut dan merasa aman di tangan Tuhan. Kebebasan iman dalam arti ini ialah keyakinan bahwa menjadi jauh lebih baik untuk menyerahkan diri kepada kebaikan Allah daripada memusatkan segala keprihatinan hidup pada diri sendiri. Iman membebaskan karena memecahkan belenggu ketakutan dan kecurigaan. Iman juga berarti menerima kehadiran Allah dalam hidupnya. Dalam Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi dikatakan: “Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan” dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya DV. Art 5. Melalui pengungkapan iman itu, berarti manusia menyatakan kesanggupan dan menaati imannya kepada Allah. Maka beriman berarti sanggup untuk melaksanakan semua perintah-Nya 44 dan hidup seturut kehendak Allah. Iman sebagai sikap dasar itu tidak boleh sembarangan melainkan berisikan kebenaran-kebenaran tentang Tuhan melalui kesaksian-kesaksian manusia di tengah-tengah dunia. Oleh karena itu iman merupakan anugerah Ilahi dan bukan karya manusia yang menyelamatkan. Namun iman bukan hanya sikap batin tetapi harus dijiwai kasih dan diwujudkan dalam karya nyata Komkel Malang 1998:3.

3. Pengertian Pembinaan Iman Usia Dini

Pembinaan iman dini merupakan suatu pengembangan pendidikan anak usia dini yang diarahkan demi mewujudkan perkembangan iman anak. Pembinaan iman dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Usia dini adalah masa perkembangan fisik, mental dan spiritual seorang anak sudah mulai terbentuk. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap perilaku orang tua serta lingkungannya. Pada tahapan ini, perkembangan mental anak berlangsung sangat cepat. Anak menjadi mudah sensitif dan peka dalam mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakan dan didengarnya dari lingkungan Kana, 2012:7. Anak sebagai pribadi yang berharga dan unik adalah subyek pembinaan, maka anak harus menjadi fokus keluarga dan gereja. Seperti yang sudah kita ketahui, keluarga merupakan lingkungan pertama untuk mendidik anak-anak 45 dalam hal iman. Pembinaan iman bukan pertama-tama proses pengajaran, melainkan proses internalisasi nilai-nilai lewat suasana dan keteladanan, maka keluarga merupakan tempat yang sesuai untuk mendidik anak-anak. Penanaman sikap baik yang penuh kasih sedini mungkin akan menciptakan manusia utuh yang berpikiran positif. Untuk itu, menumbuhkan pemahaman yang positif sangat penting untuk pertumbuhan iman anak. Untuk menumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini dengan memberikan kepercayaan pada diri anak untuk mengambil keputusan dalam dirinya sendiri membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dan berkembang dalam hal iman. Pembinaan iman bertujuan untuk mengarahkan dan mengantar anak kepada taraf insani yang utuh dan dapat mensinergikan kemampuan-kemampuan manusiawi yang dimilikinya, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral dan kemampuan mencari, menemukan dan memberi makna kehidupan. Melalui proses pembinaan iman dalam keluarga, orang tua menjadi teladan iman anak. Orang tua berperan sebagai katekis bagi anak-anaknya salah satunya dengan menjadi katekis yang siap mewartakan Sabda Allah. Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan anak menjadi pribadi yang beriman diperlukan usaha dari orang tua sebagai pendidik utama anak dalam hidupnya. Disinilah peran orang tua sangat penting dalam membina iman anak, karena anak-anak belum sepenuhnya dapat hidup mandiri dan masih membutuhkan orang lain untuk mencapai kematangan dan kedewasaan iman Kristiani baik secara individu maupun kelompok.

Dokumen yang terkait

Pengaruh doa Bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu.

1 8 141

Deskripsi penghayatan spiritualitas keluarga Kudus dalam keluarga Katolik di Lingkungan St. Yohanes Kentungan Paroki keluarga Kudus Banteng, Yogyakarta.

4 38 174

Pengaruh doa Bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu

1 9 139

Pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya pembinaan iman anggota keluarga di Lingkungan Santo Stefanus Mejing 2 Paroki Maria Assumpta Gamping Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 2 155

Evaluasi sistem pengendalian intern pengeluaran kas : studi kasus pada Paroki St.Yohanes Rasul Pringwulung.

1 4 146

Peran film video untuk memperlancar proses pembinaan iman kaum muda di wilayah ST. Paulus Sambeng, Paroki St. Petrus dan Paulus Kelor, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta - USD Repository

0 0 183

Penghayatan spiritulaitas perkawinan Katolik oleh keluarga-keluarga Katolik di lingkungan St. Yohanes Paulus Paroki St. antonius Kotabaru Yogyakarta dalam mewujudkan keluarga Katolik yang beriman - USD Repository

0 1 102

Peranan kunjungan keluarga dalam upaya untuk meningkatkan iman keluarga Katolik di Stasi St. Paulus Pringgolayan Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta - USD Repository

0 0 157

Peranan kebiasaan religius orangtua bagi pendidikan iman anak dalam keluarga di lingkungan ST. Monika Paroki Wates - USD Repository

0 2 145

Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta - USD Repository

0 3 159