45 dalam hal iman. Pembinaan iman bukan pertama-tama proses pengajaran,
melainkan proses internalisasi nilai-nilai lewat suasana dan keteladanan, maka keluarga merupakan tempat yang sesuai untuk mendidik anak-anak. Penanaman
sikap baik yang penuh kasih sedini mungkin akan menciptakan manusia utuh yang berpikiran positif. Untuk itu, menumbuhkan pemahaman yang positif sangat
penting untuk pertumbuhan iman anak. Untuk menumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini dengan memberikan kepercayaan pada diri anak
untuk mengambil keputusan dalam dirinya sendiri membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dan
berkembang dalam hal iman. Pembinaan iman bertujuan untuk mengarahkan dan mengantar anak kepada
taraf insani yang utuh dan dapat mensinergikan kemampuan-kemampuan manusiawi yang dimilikinya, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
kecerdasan moral dan kemampuan mencari, menemukan dan memberi makna kehidupan. Melalui proses pembinaan iman dalam keluarga, orang tua menjadi
teladan iman anak. Orang tua berperan sebagai katekis bagi anak-anaknya salah satunya dengan menjadi katekis yang siap mewartakan Sabda Allah.
Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan anak menjadi pribadi yang beriman diperlukan usaha dari orang tua sebagai pendidik utama anak dalam
hidupnya. Disinilah peran orang tua sangat penting dalam membina iman anak, karena anak-anak belum sepenuhnya dapat hidup mandiri dan masih
membutuhkan orang lain untuk mencapai kematangan dan kedewasaan iman Kristiani baik secara individu maupun kelompok.
46
D. Kebutuhan Rohani Anak
Melahirkan anak-anak itu tidaklah sulit. Memberikan kebutuhan jasmani, seperti tempat tinggal, makan, minum, kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari
untuk sekolah, bermain, dan belajar memang sudah menjadi kewajiban orang tua untuk merawat anak-anaknya dengan memberikan kehidupan yang layak. Namun,
banyak pula dari keluarga-keluarga terlalu berfokus pada hal moril saja. Sehingga anak-anak kurang mendapat pendidikan rohani. Karena dengan gizi yang
cukuppun, tidak menjamin kebutuhan rohani anak akan terpenuhi. Yang baik itu bukan materi, dan kepusan psikis, melainkan juga iman, harapan, dan kasih.
Kebutuhan rohani anak mutlak harus diberikan kepada anak untuk perkembangan imannya. Anak-anak harus dibimbing demi perkembangan imannya.
Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya kerajaan
sorga Mat 19:14.
Dalam kutipan tersebut jelas bahwa anak-anak sangat tertarik dengan Yesus. Anak-anak memiliki tempat istimewa dalam hati Allah. Di sini, orang dewasa
mempunyai tanggungjawab yang besar untuk memelihara serta memperhatikan pertumbuhan anak-anak Allah. Pertama, adanya suatu perintah yang positif untuk
menyambut anak-anak dalam nama-Nya. Kedua, adanya suatu peringatan yang negatif agar jangan menyesatkan mereka sehingga menyebabkan mereka jatuh ke
dalam dosa. Kebutuhan rohani anak ini pertama-tama tentunya haruslah dipenuhi oleh
kedua orang tua dan keluarga. Karena itulah orang tua harus memberikan teladan kepada anak-anaknya dengan memberikan contoh yang baik. Jika orang tua
47 menginginkan anaknya menjadi orang yang rajin, ramah, dan saleh, mereka harus
memberikan teladan kerajinan, keramahan, kesalehan. Orang tua yang menginginkan anaknya menghargai sesama haruslah terlebih dahulu
membuktikan bahwa mereka berdua saling menghargai dan juga menghargai anak-anaknya.
Dalam keluarga yang sehat, sebagai pemberi teladan bagi anak-anaknya, orang tua bukanlah orang-orang yang sempurna. Karena itu orang tua tidak perlu
berpura-pura dapat hidup sempurna. Mereka sebaiknya bersedia mengakui kesalahan, tidak malu meminta maaf bila berbuat salah dan tidak enggan
memberikan maaf kepada anak-anak mereka. Dengan memberikan kesempatan yang bagus bagi anak-anak untuk melihat kerendahan hati mereka Komisi
Pendampingan Keluarga KAS. 2006:8.
1. Kedisiplinan
Salah satu penghasil keberhasilan adalah kedispilan. Orang yang hidup dengan disiplin lebih berpeluang meraik keberhasilan daripada orang yang hanya
hidup seenaknya. Kedisplinan itu merupakan hasil dari berbagai latihan yang dilakukan secara teratur dan dalam waktu yang lama. Sayangnya banyak orang tua
mungkin karena rasa sayangnya tidak menumbuhkan kedisiplinan pada anak-anak mereka. Akibatnya anak-anak itu hidup tidak teratur dan sulit mencapai
keberhasilan. Disiplin pada hakekatnya tidak berupa hukuman, tapi untuk koreksi dan latihan membimbing ke tindakan masa depan. Dengan demikian untuk
mengarahkan kepada tujuan yang sebenarnya, disiplin harus lebih kompleks dan lebih luas daripada hukuman saja. Dalam usaha menanamkan disiplin pada anak,
48 satu hal sangat menentukan. Orang tua harus dapat membedakan antara keinginan
dan perbuatan. Dalam hal perbuatan, orang tua turun tangan dan membatasi bila itu diperlukan. Tetapi jika dalam hal keinginan dan harapan-harapan, orang tua
memberi kebebasan yang tentunya harus bertanggung jawab. Penanaman disiplin ini untuk mengatur perilaku anak, agar menjadi anak yang baik Alex Sobur.
1985:43.
2. Pendampingan
Yang dibutuhkan oleh anak-anak bukanlah sekedar pedoman, nasehat dan pengarahan atau “dogma” melainkan juga kehadiran pendamping yang baik, yakni
pendamping yang memahami perkembangan zaman maupun jiwa anak-anak. Teladan utama bagi semua pendamping kristiani adalah Tuhan Yesus sendiri.
Dialah gembala yang baik, gembala yang mengenal dan dikenal semua domba- Nya.
3. Persahabatan
Orang tua sebaiknya berusaha menjalin persahabatan dengan anak-anaknya. Menurut Larry Grabb, persahabatan semacam itu akan terjalin bila anak-anak tahu
bahwa orang tua sungguh-sungguh mencintai dan menyukai mereka. Anak-anak tahu bahwa orang tua mau menerima segala kekurangan mereka. Anak-anak
mengalami bahwa orang tua menghargai mereka. Anak-anak cenderung mempercayai orang tua yang sungguh-sungguh mempercayai orang tua yang
sungguh-sungguh mempercayai mereka. Anak-anak yang didengarkan cenderung mau mendengarkan. Anak-anak yang mengalami bahwa mereka dipahami
49 biasanya mau memahami. Anak-anak yang dianggap baik oleh orang tuanya
cenderung menganggap orang tua mereka sebagai orang tua yang baik. Komisi Pendampingan Keluarga KAS. 2006:7-8.
4. Tahapan Perkembangan Iman
Seperti segi-segi lain dari kepribadian anak, iman anak juga berkembang dalam beberapa tahapan. Menurut buku Pendidikan Anak dalam Keluarga
Komisi Pendampingan KAS 2006: 12-13, tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tahapan usia 0-3 tahun.
Tahapan ini disebut tahapan primal. Benih iman pada kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh rasa percaya si anak pada orang-orang yang mengasuhnya
dan oleh rasa aman yang dialaminya di tengah lingkungannya. Seluruh interaksi timbal balik antara si anak dan orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak
bagi perkembangan imannya. Interaksi yang mendukung perkembangan iman adalah interaksi yang menumbuhkan keyakinan pada dirinya, bahwa ia adalah
insan yang dicintai dan dihargai. b.
Tahapan usia 3 -7 tahun. Tahapan ini disebut tahapan intuitif proyektif. Unsur terpenting pada
tahapanini ialah intuisi si anak, yang sifatnya belum rasional. Intuisi tersebut dipakainya untuk memaknai dunia di sekitarnya. Intuisi itu memungkinkannya
menangkap nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh para tokoh kunci yakni ayah,
50 ibu, pengasuh, paman, bibi, kakek, nenek, pastor, suster dan sebagainya. Maka,
pada tahapan ini si anak memahami atau membayangkan Tuhan sebagai sang tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, kakek, nenek, pastor,
suster atau tokoh yang berpengaruh lain. Pada tahap ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan hormat pada tokoh-tokoh kunci tersebut. Usaha-
usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada tahapan usia ini seyogyanya dilaksanakan dnegan cara yang sederhana, tidak terlalu mengandalkan
penalaran dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Usaha-usaha pembinaan iman pada tahapan ini
hendaknya lebih mengandalkan keteladanan, melalui perilaku yang nyata dari tokoh kunci.
c. Tahapan usia 7-12 tahun.
Tahapan ini disebut tahapan mitis literal. Pada tahapan ini yang paling berperan dalam perkembangan iman anak adalah kelompok atau institusi
kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya bina iman, sekolah, atau kelompok sekolah minggu. Kelompok atau institusi tersebut berfungsi sebagai
sumber pengajaran iman. Pengajaran itu paling mengena kalau disampaikan dalam bentuk kisah-kisah yang bernuansa rekaan. Tuturan pengajaran lewat kisah
rekaan cenderung diterima olehnya secara harfiah. Usaha-usaha pengembangan iman pada tahapan ini seyogyanya tetap dilaksanakan dengan cara sederhana,
tidak terlalu mengandalkan penalaran.
51
E. Fokus Penelitian
Penelitian difokuskan mengenai doa bersama yang dilaksanakan dalam setiap keluarga di lingkungan St Petrus, mengenai pembinaan iman dini di dalam
keluarga, pengertian dan peranan doa dalam rangka pembinaan iman dalam keluarga, bentuk-bentuk doa bersama yang berlangsung dalam keluarga, faktor
pendukung dan penghambat kebiasaan doa bersama dalam doa bersama di tengah keluarga, dan usaha apa yang dilakukan untuk meningkatkan penghayatan hidup
doa dalam keluarga.