4.1.2 Hubungan Impor dengan Nilai Tukar Riil
Pada Gambar 4.2 menunjukan hubungan antara indeks volume impor dan nilai tukar riil di kawasan ASEAN+6 dan kawasan non ASEAN+6 Uni Eropa dan
Amerika Utara. Pada gambar tersebut semua data dihitung dalam logaritma natural sehingga menyebabkan terdapat rata-rata nilai tukar riil yang bernilai
negatif. Semakin besar rata-rata nilai tukar riil menandakan rata-rata nilai tukar riil di negara tersebut semakin lemah.
Sumber: World Development Indicators, diolah
Gambar 4.2 Hubungan Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil Kawasan ASEAN+6 dan Non ASEAN+6 Periode 2002-2010
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa hubungan antara indeks volume impor dan nilai tukar riil untuk kawasan non ASEAN+6 cenderung mengumpul di satu
tempat dengan nilai tukar riil yang relatif lebih kuat dan impor yang relatif lebih rendah daripada negara di kawasan ASEAN+6. Untuk kawasan non ASEAN+6,
Inggris merupakan negara yang memiliki nilai tukar riil yang paling kuat daripada negara lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena Poundsterling adalah mata uang
yang memiliki urutan keempat sebagai mata uang yang paling banyak diperdagangkan di bursa dunia setelah dolar Amerika Serikat, Euro, dan Yen.
4.6 4.8
5 5.2
5.4 5.6
-2 -1
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
R ata
-r ata
In d
e ks
Vo lu
m e
Im p
o r
Rata-rata Nilai Tukar Riil
Indeks Volume Impor dan Nilai Tukar Riil
CHN IND
NZL MYS
AUS SGP
FRA DEU
USA GBR
CAN MEX
JPN PHL
THA KOR
IDN
Selain itu, Inggris memiliki impor yang kecil karena mereka lebih percaya terhadap produk yang ada di pasar lokal Inggris daripada harus mengimpor barang
dari luar negeri. Hal ini mengakibatkan mereka tidak perlu menukarkan banyak Poundsterling untuk mendapatkan mata uang negara lain karena mereka jarang
mengimpor dalam jumlah besar, sehingga jarang mata uang Poundsterling yang ditukar ke mata uang negara lain, akibatnya Poundsterling lebih bertahan nilai
tukarnya. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa Indonesia memiliki nilai tukar riil yang
paling lemah dengan indeks volume impor yang hampir sama dengan negara lainnya. Lemahnya nilai tukar riil Indonesia dapat disebabkan karena Indonesia
merupakan negara berkembang yang cenderung mengekspor bahan baku atau bahan mentah ke negara maju. Bahan baku tersebut kemudian diolah oleh negara
maju tersebut dan dijual kembali ke negara Indonesia dengan biaya yang lebih mahal, hal ini membuat cadangan devisa Indonesia menjadi rendah. Cadangan
devisa yang rendah ini memengaruhi posisi tawar permintaan dan penawaran dan mata uang Rupiah. Sehingga cadangan devisa yang rendah yang dimiliki
Indonesia ini membuat nilai mata uang nilai tukar riil Indonesia menjadi lemah.
4.1.3 Hubungan Impor dengan Volatilitas Nilai Tukar Riil