Hasil Estimasi Penelitian: Model Kawasan Non ASEAN+6

resiko, sehingga volatilitas nilai tukar dianggap sebagai resiko dalam melakukan impor yang dapat mengurangi keuntungan mereka dalam melakukan impor sehingga akan cenderung mengurangi impor. Untuk kasus di kawasan ASEAN+6, nilai koefisien dari volatilitas nilai tukar riil lebih besar daripada variabel lainnya, yang artinya volatilitas nilai tukar riil memiliki pengaruh terhadap impor yang paling besar daripada variabel lainnya. Sehingga volatilitas nilai tukar riil harus menjadi perhatian yang lebih bagi pemerintah dalam rangka mengatur impor di dalam negeri. Pengetahuan tentang sejauh mana volatilitas nilai tukar riil memengaruhi impor penting untuk desain kebijakan antara nilai tukar riil dan impor . Misalnya, jika volatilitas nilai tukar riil menyebakan penurunan pada impor, maka program penyesuaian untuk memperlancar arus impor dalam rangka meningkatkan produksi domestik tidak akan berhasil jika nilai tukar tidak stabil atau volatilitas nilai tukar tinggi. 4.5 Hasil Estimasi Penelitian: Model Kawasan Non ASEAN+6 Perbandingan suatu kawasan terhadap keadaan kawasan lain merupakan ukuran perekonomian yang bisa dijadikan acuan bagi kawasan tersebut. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 akan dibandingkan dengan keadaan di kawasan non ASEAN+6. Kawasan non ASEAN+6 diwakili oleh Uni Eropa dan Amerika Utara. Tabel 4.4: Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Kawasan Uni Eropa dan Amerika Utara Non ASEAN+6 Parameter Estimated Coefficients Standard Error P-value AB-GMM Lag M Y RER V _cons Pooled Least Square Lag M Fixed Effect Lag M AB Test z Arrelano-Bond m 1 Arrelano-Bond m 2 Sargan Test Tabel 4.4 menyajikan hasil estimasi koefisien faktor-faktor yang memengaruhi impor di kawasan non ASEAN+6. Dengan menggunakan Arrellano Bond-Generalized Method of Moment AB-GMMFD-GMM dalam estimasi twostep dan variabel predetermined adalah volatilitas nilai tukar riil V. Konsistensi dan validitas estimasi ditunjukan oleh hasil estimasi Arellano-Bond AB dan estimasi sargan. Hasil estimasi AB menunjukan nilai m 1 -2,1024 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dan nilai m 2 1.2004 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa penduga sudah konsisten. Sedangkan statistik uji sargan memiliki nilai sebesar 4,141134 dengan probabilitas 1,0000 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen sudah valid. Kesempurnaan hasil estimasi dari panel dinamis juga harus bersifat tidak bias unbiased. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien hasil estimasi dengan menggunakan GMM yang berada diantara pooled least square PLS dan fixed-effects FE. Namun, dalam penelitian ini asumsi unbiased tidak terpenuhi, dimana nilai koefisien lag M pada model panel dinamis memiliki nilai -0,1584503 yang tidak terletak diantara nilai koefisen lag M dengan PLS 0,6998877 dan FE 0,1210597, sehingga dapat dikatakan instrumen yang digunakan pada model panel dinamis adalah bias atau instrumen bersifat lemah. Verbeek 2004 menyatakan bahwa penduga yang bias dapat terjadi jika instrumen hanya memerlihatkan hubungan atau korelasi yang lemah dengan regresi endogen. Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa hanya variabel GDP riil Y saja yang siginfikan terhadap impor untuk kasus kawasan non ASEAN+6. Dalam hal ini, GDP riil berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Nilai koefisien dari GDP riil sebesar 2,24386. Artinya, jika GDP riil meningkat 1 persen, cateris paribus, maka akan menyebabkan impor di kawasan non ASEAN+6 meningkat sebesar 2,24386 persen. GDP riil merupakan ukuran kemakmuran suatu negara. GDP riil memiliki pengaruh yang besar terhadap impor dikawasan non ASEAN+6, sehingga GDP riil harus dijadikan perhatian yang lebih bagi pemerintah di kawasan non ASEAN+6 dalam rangka mengotrol permitaan impor di dalam negeri. Menurut Akpokodje dan Omojimite 2009, terdapat dua alasan kenapa impor riil diperkirakan akan meningkat karena peningkatan pada pendapatan riil. Pertama, jika peningkatan dalam pendapatan riil akan meningkatkan konsumsi riil sehingga akan menyebabkan lebih banyak barang luar negeri yang akan dibeli, dengan asumsi distribusi pendapatan riil tidak berubah. Kedua, jika peningkatan pendapatan riil menyebabkan peningkatan dalam investasi riil sehingga investasi untuk barang-barang yang tidak diproduksi secara domestik harus dibeli dari luar negeri, hal ini akan menyebabkan impor akan meningkat.

4.6 Ringkasan Hasil Estimasi Penelitian