Variabel Lag Impor Hasil Estimasi Penelitian: Model Kawasan ASEAN+6

Arrelano-Bond m 2 Sargan Test Sifat konsistensi dari penduga ditunjukan oleh hasil estimasi Arellano- Bond AB yang memiliki nilai statistik m 1 -2,5273 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dan nilai statistik m 2 0,1566 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa penduga sudah konsisten. Selanjunya, validitas instrumen dapat diperiksa dengan uji Sargan. Nilai statistik pada uji sargan sebesar 9,900828 dengan probabilitas 1,0000 yang tidak signifikan pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, maupun 10 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen sudah valid. Sedangkan sifat tidak bias unbiased pada penduga dapat dilihat dari nilai koefisien hasil estimasi dengan menggunakan GMM yang berada diantara pooled least square PLS dan fixed-effects FE. Dalam penelitian ini, nilai koefisien hasil estimasi dari lag M dengan menggunakan GMM sebesar 0,7359815 yang lebih besar dari nilai koefisien lag M pada FE 0,5967571 dan lebih kecil dari nilai koefisien lag M pada PLS 0,9561433, sehingga dapat dikatakan bahwa penduga sudah bersifat tidak bias. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa semua variabel berpengaruh signifikan terhadap impor untuk kasus kawasan ASEAN+6, yaitu lag impor lag M, GDP riil Y, nilai tukar riil RER, dan volatilitas nilai tukar riil V yang masing- masing signifikan pada taraf nyata 5 persen.

4.4.1 Variabel Lag Impor

Untuk kasus kawasan ASEAN+6 seperti yang terlihat pada Tabel 4.3, variabel lag impor berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor di ASEAN+6. Nilai koefisien lag impor adalah sebesar 0,7359815 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika impor pada periode sebelumnya meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus, maka akan meningkatkan impor sebesar 0,7359815 persen. Hubungan positif ini menunjukan bahwa peningkatan impor pada periode sebelumnya akan menyebabkan peningkatan impor pada periode selanjutnya di kawasan ASEAN+6. Hal ini berarti bahwa impor untuk periode selanjutnya berkorelasi dengan impor pada periode sebelumnya. Korelasi antara impor periode sebelumnya dengan periode selanjutnya dapat digunakan oleh pemerintah dalam meramalkan impor periode selanjutnya sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk mengontrol permintaan impor domestik. 4.4.2 Variabel GDP Riil GDP riil merupakan variabel yang signifikan terhadap impor. Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa variabel GDP riil memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap impor dimana nilai koefisiennya sebesar 0,1295035 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika GDP riil meningkat 1 persen, cateris paribus, maka akan menyebabkan impor meningkat sebesar 0,1295035 persen. Hubungan positif antara GDP riil dan impor dalam penelitian ini sama seperti penelitian-penelitian terdahulu di beberapa negara dan teori yang dikemukakan oleh Delong 2002 yang menjelaskan bahwa dampak dari peningkatan GDP riil adalah peningkatan dalam impor. Sebagian besar negara di kawasan ASEAN+6 merupakan negara berkembang. Biasanya, masyarakat di negara berkembang lebih bersifak konsumtif, sehingga jika GDP riil meningkat, maka semakin banyak uang yang dapat digunakan untuk menambah impor baik untuk komoditi konsumsi maupun impor bahan baku untuk meningkatkan produksi domestik, sehingga menyebabkan impor meningkat. Sedangkan untuk negara maju di kawasan ASEAN+6, misalnya negara Jepang yang lebih banyak mengimpor bahan baku, maka jika terjadi peningkatan dalam GDP riil, mereka akan cenderung meningkatkan impor untuk bahan baku mereka, sehingga impor juga akan meningkat. 4.4.3 Variabel Nilai Tukar Riil Pada tabel 4.3 menunjukan bahwa variabel nilai tukar riil memiiki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap impor di kawasan ASEAN+6. Nilai koefisien dari nilai tukar riil adalah sebesar -0,15887 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Koefisien dari nilai tukar riil sebesar -0,15887 dapat diinterpretasikan jika nilai tukar riil terdepresiasi sebesar 1 persen, cateris paribus, maka akan menyebabkan impor turun sebesar 0,15887 persen. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arize 1998 di negara Amerika Serikat, Cheong 2004 di Inggris, yang menyimpulkan bahwa hubungan antara nilai tukar riil dan impor adalah negatif, yaitu ketika nilai tukar riil terdepresiasi maka menyebabkan harga barang- barang impor relatif lebih mahal dari pada barang-barang dalam negeri, sehingga impor akan turun dan ekspor akan meningkat. Sedangkan pada saat nilai tukar riil terapreasiasi maka harga barang-barang impor relatif lebih murah daripada barang domestik, sehingga impor akan meningkat dan ekspor akan turun. 4.4.4 Variabel Volatilitas Nilai Tukar Riil Pada Tabel 4.3 untuk kasus kawasan ASEAN+6, volatilitas nilai tukar riil berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor. Nilai koefisien dari volatilitas nilai tukar riil adalah -6,139596 yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Artinya, jika volatilitas nilai tukar riil meningkat sebesar 1 persen, cateris paribus, maka akan menyebabkan impor turun sebesar 6,139596 persen. Hubungan volatilitas nilai tukar riil terhadap impor di kawasan ASEAN+6 memiliki hubungan yang signifikan dan negatif. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa peningkatan volatilitas nilai tukar riil akan menyebabkan impor turun. Merurut Arize 1998, peningkatan volatilitas nilai tukar merupakan resiko dalam melakukan perdagangan internasional, termasuk impor. Semakin tinggi volatilitas nilai tukar, akan menyebabkan biaya untuk impor menjadi lebih tinggi karena adanya biaya yang digunakan untuk menghindari resiko perdagangan yang pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan impor. Karena adanya nilai tukar yang disepakati pada kontrak perdagangan, sedangkan pembayaran terhadap perdagangan tersebut dilakukan sampai pengiriman barang dilakukan dimasa depan pembayaran dilakukan setelah pengiriman terjadi, maka jika perubahan nilai tukar menjadi tidak terduga atau tidak dapat diprediksi, hal ini akan menciptakan ketidakpastian mengenai keuntungan yang akan dibuat dari pengadaan kegiatan impor tersebut, dan karenanya akan mengurangi manfaat dari kegiatan impor, sehingga impor akan turun. Selain itu, menurut Cheong 2004, hubungan negatif antara impor dan volatilitas nilai tukar dapat disebabkan karena pedagang bersikap menghindari resiko, sehingga volatilitas nilai tukar dianggap sebagai resiko dalam melakukan impor yang dapat mengurangi keuntungan mereka dalam melakukan impor sehingga akan cenderung mengurangi impor. Untuk kasus di kawasan ASEAN+6, nilai koefisien dari volatilitas nilai tukar riil lebih besar daripada variabel lainnya, yang artinya volatilitas nilai tukar riil memiliki pengaruh terhadap impor yang paling besar daripada variabel lainnya. Sehingga volatilitas nilai tukar riil harus menjadi perhatian yang lebih bagi pemerintah dalam rangka mengatur impor di dalam negeri. Pengetahuan tentang sejauh mana volatilitas nilai tukar riil memengaruhi impor penting untuk desain kebijakan antara nilai tukar riil dan impor . Misalnya, jika volatilitas nilai tukar riil menyebakan penurunan pada impor, maka program penyesuaian untuk memperlancar arus impor dalam rangka meningkatkan produksi domestik tidak akan berhasil jika nilai tukar tidak stabil atau volatilitas nilai tukar tinggi. 4.5 Hasil Estimasi Penelitian: Model Kawasan Non ASEAN+6