Menurut Setiadharma dan Chrisantine 2006, bahwa permasalahan dalam manajemen usaha yang sering dihadapi adalah : 1 Manajemen rantai
pasok yang belum berjalan optimal; 2 Tataniaga dan SCM belum efektif
dan transparan, sehingga margin antar pelaku rantai pasokan belum adilproporsional; 3 Belum sepenuhnya berorientasi pasar dan konsumen
mutu, jumlah, waktu dan kontinuitas; 4 Jumlah pelaku usahapelopor Champions masih terbatas ekspor dan pasar modern; 5 Informasi
peluang usaha, potensi dan harga belum terkomunikasikan secara transparan; 6 Dukungan prasarana produksi, distribusi dan pemasaran
belum optimal. Berdasarkan uraian permasalahan yang dikemukakan, maka dapat
dirumuskan permasalahan berikut : 1. Apakah usaha sayuran organik berbasis petani di Kecamatan
Megamendung Bogor layak dinilai dari aspek finansial ? 2. Bagaimana karakteristik produk sayuran organik berbasis petani yang
sesuai dengan keinginan pasar dan berpotensi didalam peningkatan alur rantai pasok ?
3. Faktor internal dan eksternal apakah yang dapat menyusun strategi yang terkait dengan produksi produk sayuran organik dan rantai pasokannya
yang berbasis petani ?
1.3. Tujuan Kajian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka kajian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengkaji kelayakan sederhana usahatani sayuran organik berbasis petani di Kecamatan Megamendung dilihat dari aspek finansial.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik produk sayuran organik berbasis petani, yang berpotensi dan bernilai tambah tinggi bagi petani
3. Merumuskan strategi manajemen rantai pasok SCM produk sayuran organik berbasis petani di Megamendung, Bogor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertanian Organik
Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami
serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, bermutu dan berkelanjutan Deptan, 2002. Pangan Organik adalah pangan yang berasal
dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengolahan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai
produktivitas berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan
ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman, serta penggunaan bahan hayati SNI-6729:2010.
Pestisida kimia banyak membunuh predator alami dan bahkan manusia sendiri. WHO World Health Organization melaporkan bahwa
setiap tahun sekitar 3 juta orang teracuni pestisida. Kira-kira 200 ribu orang kemudian meninggal dunia. Bahan kimia sintetis tersebut juga
diyakini menjadi faktor utama yang mengakibatkan berkembangnya penyakit-penyakit yang mengganggu metabolisme seperti ginjal, lever, paru-
paru dan sebagainya Saragih, 2003. Prinsip pertanian organik adalah ramah lingkungan, tidak mencemarkan
dan tidak merusak lingkungan hidup dari penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan
sebagainya Pracaya, 2010. Pertanian organik menurut Saragih 2008 adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan
mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sistem pertanian organik menurut
pakar pertanian Barat merupakan “hukum pengembalian low of return” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis
bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman, maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan
pada tanaman.
Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik Sutanto, 2002 adalah :
1 Melindungi dan melestarikan keragaman hayati, serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.
2 Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga
menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan. 3 Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu
pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya. 4 Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang
berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan. 5 Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah
erosi akibat pengolahan tanah yang intensif. 6 Mengembangkan dan mendorong kembali menculnya teknologi pertanian
organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan
universitas. 7 Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan
produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia pertanian lainnya.
8 Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik, maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang
bergerak dalam bidang pertanian. Budidaya pertanian organik, juga mendorong kemandirian dan solidaritas
di antara petani sebagai produsen. Mandiri untuk tidak tergantung pada perusahaan-perusahaan besar penyedia pupuk dan bahan agrokimia serta
perusahaan bibit. Solidaritas untuk berdaulat dan berorganisasi demi mencapai kesejahteraan, pemenuhan hak dan keadilan sosial bagi petani.
Untuk lebih jelasnya, pada Tabel 2 disajikan perbedaan sistem budidaya pada pertanian organik dan konvensional.
Tabel 2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian konvensional
No Proses
Pertanian Konvensional Pertanian Organik
1 Persiapan
benih Akomodatif terhadap benih
yang berasal dari rekayasa genetika, Genetically
Modified Organism GMO
Menolak penggunaan benih yang berasal dari rekayasa
genetika GMO
2 Pengolahan
tanah Maksimalisasi pengolahan
tanah melalui mekanisasi pertanian yang berakibat
pemadatan tanah dan matinya beberapa
organisme Minimalisasi pengolahan
tanah dan mekanisasi pertanian yang memacu
pertumbuhan organisme sehingga menjaga aerasi
tanah
3 Persiapan
bibit Bibit diperlakukan dengan
bahan kimia sintetis Bibit diperlakukan secara
alami 4
Penanaman Monokultur, rotasi
tanaman hanya dari satu jenis tanaman dan tidak
ada kombinasi tanaman Multikultur, rotasi bertahap,
kombinasi tanaman dalam satu luasan lahan.
Penanaman habitat predator dan pengendali hama.
Tanaman pupuk hijau, pestisida hayati dan obat-
obatan alami
5 Pengairan
Dapat menggunakan air dari mana saja
Menggunakan air yang bebas bahan kimia sintetis
6 Pemupukan
dan pengendali-
an hama serta gulma
Dominasi menggunakan pupuk kimia dan pestisida
Penggunaan pupuk organik, pengendalian hama
berdasarkan keseimbangan hayati
7 Panen dan
pasca panen Produk mengandung residu
bahan kimia dan menggunakan bahan kimia
sintetik Tidak diperlakukan dengan
bahan kimia anorganik dan sehat untuk konsumen
Menurut Winarno, et al. 2002, untuk pemrosesan, prinsipnya integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama pemrosesan pasca panen dan
pengolahan dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati untuk menjaga kemurnian produk pangan organik. Bahan kemasan untuk mengemas
produk organik sebaiknya dipilih dari bahan berikut : a. Dapat diuraikan oleh mikroorganisme bio-degradable materials
b. Bahan hasil daur ulang recycled materials
c. Bahan yang dapat didaur ulang recycleable materials d. Tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia yang penggunaannya dilarang
dalam sistem pertanian organik Menurut Winarno 2010, manfaat yang diperoleh dalam mengkonsumsi pangan
organik adalah : a. Kesehatan
1 Mengandung zat antioksidan dan serat yang penting, serta kadar nitrat lebih rendah yang dapat mengurangi tekanan darah, mengurangi risiko
penyakit jantung dan stroke, penangkal kanker dan demensia pikun, serta untuk menjaga kesehatan pencernaan, karena mampu mengikat zat racun,
kolesterol dan kelebihan lemak, sehingga mencegah berkembangnya sumber penyakit.
2 Produk organik jauh lebih menyehatkan b. Ramah lingkungan
c. Ekonomi d. Sosial
2.2 Syarat dan Mutu Produk Organik Secara teknis menurut Agustina dan Syekhfani 2002, praktek
pertanian organik diharapkan dilakukan dengan cara : 1 Menghindari penggunaan benuhbibit hasil rekayasa genetik dan
mikroorganisme yang belum tepat guna. 2 Menghindari penggunaan kimia sintetik, baik dalam pengendalian
gulma, hama dan penyakit. 3 Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetik.
4 Menghindari penggunaan bahan pengawet dan penyedap rasa sintesis selama pengolahan hasil.
5 Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan sintetis, baik dalam makanan, ternak, ikan maupun produk olahan lainnya.
Produk pertanian organik di Indonesia ditetapkan dengan Standar Nasional Indonesia SNI Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan
Standarisasi Nasional BSN melalui BSN SNI 01-6729-2002. Standar ini bersumber pada kesepakatan antarnegara yang tertuang dalam Codex
Alimentarius Guidelines for the Production, Processing, Labelling and Marketing of Organikally Produced Foods Saragih, 2008. Pada tahun
2010 BSN merevisi SNI 01-6729-2002 menjadi SNI 6729-2010 dengan merevisi dua 2 poin standarisasi dalam standar pangan organik. Saat ini
lembaga sertifikasi internasional yang beroperasi di Indonesia ada tujuh 7, yaitu IMO Institute for Marketecology, Control Union, NASAA
North American Securities Administrators Association
, Naturland, France Organic Certification Organization
Ecocert, Guaranteed Organic
Certification Agency GOCA dan
Australian Certified Organic ACO.
Sedangkan lembaga sertifikasi nasional yang telah diakreditasi Badan Standardisasi Nasional BSN dan diakui oleh OPKO yaitu BIOCert
Bogor, Inofice Bogor, Sucofindo Jakarta, LeSOS Seloliman, Mutu Agung Lestari Depok dan PT. Persada Yogyakarta.
Produk pertanian organik tidak mudah diklaim sebagai produk organik, karena produk pertanian tersebut harus mendapatkan label, atau
sertifikat dari lembaga sertifikasi pemerintah. Dengan adanya peraturan tersebut, tidaklah mudah menjual produk pertanian organik ke pasar. Label-
label produk organik dibagi menjadi empat 4 jenis Saragih, 2008, yaitu : 1 Label Biru. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang
dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik 2 Label Kuning. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sedang
mengalami masa transisi dari cara bertani yang selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama
sekali bahan kimia sintetik. 3 Label Hijau Organik. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi
yang sudah setara dengan standar SNI. 4 Label Hijau Organikally Grown. Label ini mengindikasikan produk
pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya. Adanya label dan sertifikat tersebut akhirnya para petani harus dapat
menjaga mutu produk organiknya. Menurut Agustina dan Syekhfani 2002, mutu produk organik harus memenuhi enam 6 syarat berikut :
1 Mutu terjamin : mulai dari teknik budidaya sampai produk sampai pada konsumen tidak tercemar secara fisik, kimia dan biologi.
2 Daya tahan produk lebih lama : pengolahan, penyimpanan dan kemasan. 3 Kemasan dan desain : tidak mudah rusak, sesuai dengan produk dan
menarik. 4 Label dan sertifikat sesuai peraturan produk organik. Untuk tahap awal
sebutkan apabila produk belum 100 organik, maka produk masuk kategori bebas pupuk dan pestisida kimia sintetik.
5 Jalur distribusi dan pemasaran yang tepat. 6 Produsen
memperhatikan Undang-undang
UU Pangan,
UU Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah PP Label dan Iklan, PP
Keamanan, Mutu dan Gizi, serta PP Ketahanan Pangan. Sertifikasi Prima adalah sertifikasi yang diberikan oleh Otoritas
Kompeten yang ditunjuk oleh Gubernur kepada produsen atau kelompok produsen yang telah memenuhi kriteria prima, sehingga produsen berhak
atas pelabelan prima Gambar 1 pada produk yang dihasilkan http:diperta.jabarprov.go.id
2012. Sertifikasi Prima terdiri dari 3 tiga bagian, yaitu :
1. Prima 1 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani, dimana produk yang dihasilkan aman
dikonsumsi, bermutu baik dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan
2. Prima 2 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman
dikonsumsi dan bermutu baik. 3. Prima 3 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap
pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi.
Prima 3. Prima 2.
Prima 1.
Gambar 1. Bentuk label jaminanan pada produk
2.3 Kelembagaan Tani