Kebijakan Kredit Sektor Perikanan dan Kelautan

2.5 Kebijakan Kredit Sektor Perikanan dan Kelautan

Kredit merupakan salah satu kebijakan publik berupa subsidi yang dalam definisi WTO merupakan kontribusi finansial pemerintah dalam bentuk fund transfer loan, grant dan sebagainya maupun pelayanan umum pembangunan infrastruktur. Pada sektor perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap, kredit dibutuhkan untuk investasi sarana penangkapan ikan, biaya operasional penangkapan ikan, kegiatan pasca panen, fasilitas pemasaran dan jasa serta pembangunan infrastrktur Fauzi, 2005. Perkreditan kegiatan perikanan dimulai sejak dilakukannya konversi perahu layar ke perahu motor tempel atau kapal motor pada awal dekade 80-an. Ketidakberdayaan nelayan untuk memodernisasi armada penangkapannya menjadi dasar dilakukannya program perkreditan tersebut Bailey, 1988. Salah satu bentuk program bantuan kredit yang terkait dengan bidang perikanan adalah KIKKMKP kredit investasi kecilkredit modal kerja permanen yang merupakan kredit jangka menengah dan panjang. Kredit ini diperuntukkan untuk rehabilitasi, modernisasi dan perluasan proyek Facthuddin, 2006. Selanjutnya Fatchuddin 2006 menambahkan bahwa perbankan sebagai industri yang high risk dan high regulated senantiasa dihadapkan pada risiko yang berkaitan erat dengan fungsi dan tanggungjawab dalam mengelola dana masyarakat maupun sebagai lembaga intermediasi yang juga harus mampu memberikan kredit kepada sektor usaha yang membutuhkan. Sesuai penjelasan pasal 8 UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan jo pasal 8 UU No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan ditegaskan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaanya harus memperhatikan prinsip kehati-hatian Prudencial Banking Practices dan asas pemberian kredit yang sehat Sound Banking Credit. Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia PBI No.72PBI2005 menekankan bahwa dalam melakukan penilaian prospek usaha debitur harus selalu dikaitkan dengan upaya memelihara lingkungan. Oleh karena itu, model inovasi pembiayaan perbankan memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya menjadi sangat penting disadari karena ongkos pemeliharaan lingkungan jauh lebih murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk risiko hukum, risiko reputasi dan risiko lainnya. Fauzi 2005 menguraikan bahwa selain skim kredit KIKKMKP, pemerintah melalui Departemen Koperasi dan lembaga keuanga terkait kemudian mengeluarkan berbagai skim kredit. Departemen Koperasi telah meluncurkan sekitar 17 skim kredit, walaupun banyak diantaranya tidak menyentuh langsung kegiatan perikanan tangkap. Jumlah kredit yang diberikan dalam skim ini dibawah Rp.50 juta. Pemerintah menetapkan program pengentasan kemiskinan sebagai fokus kebijakan untuk mencapai pembangunan ekonomi. Bentuk implementasi dari kebijakan tersebut adalah pemberian kredit taskin kepada kelompok miskin termasuk nelayan yang dianggap sebagai kelompok yang termiskin. Sampai akhir tahun 2000 sudah tersalurkan sebanyak Rp 22 milyar yang tersebar di 22 propinsi, namun belum diketahui secara pasti proporsi kredit yang disalurkan pada nelayan Fatchuddin, 2006. Selain bersumber dari dana dalam negeri, pemerintah Indonesia melalui bantuan dari lembaga donor seperti ADB meluncurkan program RIGP Rural Income Generating Project yang diperuntukkan untuk memberdayakan masyarakat pedesaan khususnya yang menyangkut aspek finansial. Besarnya kredit yang telah disebarkan untuk perikanan hingga saat ini belum terinci dengan jelas, misalnya Departemen Keuangan melalui BRI telah menyalurkan kredit peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil P4K. Pada tahun 1991 dan 1992 penyaluran kredit P4K yang terealisasi untuk masyarakat sosial ekonominya berada dibawah garis kemiskinan adalah Rp.1.047.000, dengan plafon sebesar Rp. 265.244.000 BRI, 1991. Berdasarkan laporan Bank Indonesia diketahui bahwa selama periode 1991- 1996 penyaluran kredit untuk sektor perikanan mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada tahun 1991 tersalurkan kredit sebesar Rp.1.149,7 milyar dan meningkat menjadi hampir Rp. 2 trilyun pada tahun 1996. Namun jika dibandingkan dengan sektor lainnya, penyaluran kredit pada sektor perikanan masih relatif kecil Praptosuhardjo, 1996. Selanjutnya Praptosuhardjo 1996 menjelaskan bahwa selama periode tersebut kredit yang disalurkan pada sektor perikanan diarahkan untuk pembiayaan usaha perikanan laut termasuk udang 50 dari total kredit perikanan. Berdasarkan data pinjaman keuangan sektor perikanan dari BRI terlihat bahwa proporsi pinjaman yang macet relatif kecil namun secara nominal jumlah kredit yang macet masih diatas Rp.500 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sifat kegiatan penangkapan yang cenderung berburu dapat menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kemacetan kredit di sektor perikanan. Tabel 2 Data pinjaman sektor perikanan 2004-2005 Rp.juta Bidang usaha Kolektibilitas 2004 2005 Lancar 12.962 15.394 DPK 1.095 1.234 Kurang lancar 672 50 Diragukan 66 11 Macet 1.041 739 Perikanan laut Total 15.583 17.427 Perikanan laut lainnya Lancar 8.986 37.753 DPK 770 761 Kurang lancar 262 Diragukan 0 11 Macet 619 710 Total 10.637 39.236 Sumber: Bank Rakyat Indonesia 2005, dikutip dalam Fatchuddin 2006 Sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 1999 pola pengembangan kredit perikanan secara institusional telah berubah. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP merupakan program yang ditujukan langsung untuk menjembatani kendala modal sektor perikanan pesisir. Salah satu mitra DKP dalam kegiatan PEMP adalah Bank BUKOPIN. Pada tahun 2005, program PEMP menawarkan pola syariah melalui kerjasama dengan Bank Mandiri. Program ini diberi nama Kegiatan Usaha Lembaga Keuangan Mikro SyariahKoperasi Jasa Keuangan Syariah. Berbeda dengan pola konvensional pengembangan kredit mikro ini mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan perbankan syariah dimana penyaluran dana dapat berupa unit simpan pinjam, Baitul Maal Wat Tamwil BMT maupun Baitul Qirad DKP, 2006. Selain melalui program PEMP, DKP juga telah bekerjasama dengan Bank Mandiri untuk menyalurkan program kredit perikanan yang disebut kredit mina mandiri. Hingga triwulan I dan II tahun 2005 kredit mina mandiri ini telah mencapai Rp. 5,6 trilyun. Namun demikian hanya sekitar 20 dari total kredit yang disalurkan untuk kegiatan perikanan tangkap sisanya untuk pergudangan, konstruksi pelabuhan, perdagangan dan kegiatan lainnya Kompas, 2005.

2.6 Manajemen Risiko dalam Perencanaan Pemberian Kredit Perbankan