5.3 Dampak Risiko
Tingginya dampak musim timur terhadap atribut yang diukur diduga disebabkan fluktuasi produksi dan jenis ikan yang tertangkap, harga maupun
pendapatan. Berdasarkan data yang dikumpulkan memang terlihat adanya pola produksi, harga maupun pendapatan yang cenderung lebih konstan di musim barat
dibandingkan musim timur, walaupun musim timur secara akumulatif akan mengambarkan kondisi produksi, harga maupun pendapatan yang relatif lebih
tinggi dibandingkan musim barat. Fenomena dampak risiko yang cenderung lebih rendah pada musim barat
sebenarnya menujukkan bahwa usaha perikanan tangkap skala kecil di Palabuhanratu cenderung tidak terpengaruh oleh musim. Momok yang
mengatakan bahwa musim barat akan memberikan dampak yang besar terhadap kondisi nelayan ternyata tidak bisa digeneralisasikan di setiap wilayah perairan
dan sangat tergantung pada alat tangkap yang digunakan oleh nelayan serta jenis tangkapan yang menjadi targetnya.
Terkait dengan aksesibilitas terhadap sumber permodalan yang dihadapi nelayan maka informasi tentang dampak bisa dijadikan acuan yang sangat
berguna bagi penentuan skema pembayaran terhadap bantuan kredit. Sesuai hasil kajian tentang dampak maka pada musim barat dapat diterapkan sistem angsuran
yang tetap namun tidak demikian halnya dengan musim timur.
5.4 Sikap Nelayan
Sikap nelayan menggambarkan kecenderungan karakter nelayan dalam memilih risiko. Pada kegiatan penangkapan risiko yang dinilai tinggi adalah
melakukan penangkapan ikan pada musim barat. Hal ini terkait dengan kondisi alam yang kurang mendukung operasi penangkapan dan dapat pula mengancam
keselamatan jiwa. Menurut Wildavsky et all 1990 persepsi terhadap risiko sangat dipengaruhi oleh harapan untuk memperoleh nilai ekonomi yang lebih jika
berani mengambil risiko. Mengacu pada hasil analisis, nelayan di Palabuhanratu cenderung tidak suka
mengambil risiko risk averter pada musim barat kecuali nelayan bagan. Kecenderungan tersebut diduga disebabkan faktor alam yang kurang mendukung
operasi penangkapan, disisi lain harga ikan pada kedua musim tersebut relatif sama. Faktor yang menyebabkan nelayan bagan bersikap berbeda dengan
nelayan lainnya kemungkinan disebabkan sifat kegiatan penangkapan yang statis serta relatif tingginya harga ikan hasil tangkapan musim barat dibandingkan
musim timur. Fenomena sikap nelayan di Palabuhanratu yang cenderung bersikap risk
averter ternyata bisa mengambarkan sikap nelayan yang sesungguhnya terhadap risiko. Beberapa penelitian empiris memang menunjukkan fenomena tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Eggert dan Martinson 2004 di Swedia terhadap nelayan komersial menunjukkan bahwa 48 nelayan cenderung bersikap risk
neutral dan 52 bersikap risk averter, tidak ditemukan nelayan yang bersikap risk lover. Kecenderungan nelayan di Swedia untuk tidak bersikap risk lover
murni dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi. Terbukti bahwa dengan mengambil risiko untuk melakukan kegiatan penangkapan ternyata tidak
memberikan pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan. Pertimbangan hasil tangkapan yang tinggi ternyata bukan satu-satunya
faktor yang dapat mempengaruhi sikap nelayan terhadap risiko. Menurut Oostenbruge et al 2001, faktor minimalisasi biaya operasi ternyata lebih
dominan mempengaruhi keputusan operasi penangkapan pada perikanan pelagis di Maluku. Nelayan purse seine di Maluku cenderung tidak mengambil risiko
untuk menangkap ikan di lokasi yang lebih jauh dari 8 km dari pelabuhan, meskipun mereka mengatahui bahwa dengan menjangkau area penangkapan yang
lebih jauh hasil tangkapan yang diperoleh relatif akan lebih besar. Dari perspektif berbeda, sikap nelayan terhadap risiko kemungkinan juga
dipengaruhi oleh faktor budaya dan karakteristik personal. Biasanya nelayan yang lebih berpengalaman dicirikan dengan umur dan durasi melaut cenderung lebih
berani mengambil risiko. Hal ini sejalan dengan pandangan Chauvin et al 2007, yang mengemukakan bahwa ada hubungan yang erat antara persepsi terhadap
risiko dengan kepribadian seseorang. Dimensi personal yang bisa mempengaruhi persepsi terhadap risiko diantaranya umur, tingkat pendidikan, pelatihan, orientasi
keagamaan, pilihan politik, budaya, dan kepercayaan terhadap lingkungan Chauvin et al, 2007.
Sangat disayangkan karena dalam penelitian ini analisis karakter personal tidak dilakukan sehingga hipotesis tentang pengaruh budaya dan karakter belum
dapat dibuktikan secara empiris. Hanya saja dari hasil wawancara dengan beberapa nelayan terlihat bahwa nelayan dengan pengalaman melaut lebih lama
cenderung lebih berani mengambil risiko.
5.5 Alternatif Solusi Kebijakan untuk Kemudahan Aksesibilitas Permodalan