1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan Agama Islam merupakan bagian dari agama Islam yang lebih mengedepankan aspek afektif, baik nilai ketuhanan maupun
kemanusiaan yang hendak ditanamkan dan ditumbuh kembangkan ke dalam peserta didik, sehingga tidak sekedar berkosentrasi pada persoalan teoritis
yang bersifat kognitif semata, tetapi sekaligus juga mampu mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi bermakna dan dapat
diinternalisasikan serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Muhaimin, “pendidikan Agama Islam di sekolah meliputi
aspek Al-
qur’anhadits, keimanan,
akhlak, ibadahmuamalah,
dantarikhsejarah umat Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan sebagai sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran Al-
qur’an- Hadits, fiqih, akidah, d sejarah kebudayaan Islam.”
1
Masing-masing aspekmata pelajaran tersebut memiliki karakteristik tersendiri, yang dapat dipergunakan untuk pengembangan disiplin ilmu lebih
lanjut bagi para peserta didik yang memiliki minat di bidangnya. Namun demikian, dalam pembinaannya harus memperhatikan kaitan antara
aspekmata pelajaran yang satu dengan lainnya.
2
Agar nilai-nilai agama yang terkandung dalam ajaran agama Islam dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka mata pelajaran
agama tidak hanya dipelajari dalam ranah teoritis tetapi harus diamalkan oleh peserta didik, dalam hal ini telah menjadi salah satu tugas guru dalam
menanamkan nilai-nilai akhlaqul karimah. Nilai-nilai akidah dan akhlak Islam dikembangkan melalui proses
keterpaduan antara pengetahuan, perasaan atau penghayatan, dan tindakan,
1
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005, h. 140
2
Ibid., h. 142
sehingga peserta didik memiliki karakter sebagai seorang muslim dan mukmin yang saleh.
3
Berdasarkan tujuan tersebut, keterampilan menghafalkan asmaul husna merupakan salah satu kompetensi dasar yang dipelajari dalam pelajaran
PAI dianggap sangat penting bagi peserta didik karena dapat membentuk pribadi muslim yang seutuhnya dalam proses pembentukan watak pribadi
peserta didik dengan mengamalkan nilai-nilai keyakinan tauhid dan akhlakul karimah dalam kehidupan sehari-hari.
Pada kompetensi menghafal asmaul husna di sekolah dasar menunjukkan hal yang berbeda dengan yang diharapkan, karena kebanyakan
dari peserta didik mengalami kesulitan dalam mencapai kompetensi yang ada. Hal ini disebabkan karena kurangnya motivasi peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran, sehingga kebanyakan peserta didik tidak memperhatikan penjelasan dari guru bahkan banyak siswa yang makan dalam kelas saat
pelajaran berlangsung, tidur dalam kelas dan bergurau dengan temannya. Kesemuanya itu terjadi karena banyak faktor diantaranya adalah model dan
metode yang disajikan oleh guru kurang menarik ataupun keterbatasan daya fikir peserta didik dalam menerima materi yang telah disampaikan oleh
gurunya. Menurut Sardiman bahwa “pendidikan dan pengajaran adalah salah
satu usaha yang bersifat sadar tujuan yang dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju kedewasaan anak didik.”
4
Dapat digambarkan misalnya seorang anak dibimbing, ditolong sehingga waktunya dating
dilepaskan dari keluarga, bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Menurut Rupert C. Lodge seperti yang dikutip oleh Samsul Nizar bahwa, “pendidikan tidak akan punya arti bila manusia tidak ada di dalamnya.
3
Muhaimin, op. cit, h. 160
4
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012, Cet. 21, h. 12
Hal ini disebabkan, karena manusia merupakan subjek dan objek pendidikan.
”
5
Manusia tidak akan bisa berkembang dan mengembangkan kebudayaannya secara sempurna bila tidak ada pendidikan. Untuk itu, tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa, eksistensi pendidikan merupakan salah satu syarat yang mendasar bagi meneruskan dan mengekalkan kebudayaan
manusia. Di
sini fungsi
pendidikan berupaya
menyesuaikan mengharmonisasikan kebudayaan lama dengan kebudayaan baru secara
proposional dan dinamis.
6
Menurut Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, “pendidikan adalah bagian
dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.
7
Tujuan- tujuan ini diperintahkan oleh masyarakat, dan dirumuskan secara singkat dan
padat, sehingga kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan terbentuknya kepribadian muslim.Integritas atau kesempurnaan pribadi ini
meliputi integritas jasmaniah, intelektual, emosional, dan etis dari individu ke dalam diri manusia sempurna.
8
Dalam pendidikan Islam, Rasulullah SAW, adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu
pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mu’jizat luar biasa, yang manusia
apapun dan di manapun tidak dapat melakukan hal yang sama. Hasil pendidikan Islam periode Rasulullah terlihat dari kemampuan
murid-muridnya para sahabat yang luar biasa. Misalnya: Umar bin Khottob, ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadits, Salman al Farisi ahli
perbandingan agama Majusi, Yahudi, Nasrani, dan Islam, dan Ali Ibn Abi Thalib ahli hukum dan tafsir Al Qur’an.Gambaran dan pola pendidikan Islam
dalam periode Rasulullah SAW.
5
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, Cet. 5, h. v
6
Ibid., h. v
7
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2001, Cet. 2, h. 59
8
Ibid., h. 59
Menurut Ahmad Munjin N. dan Lilik Nur K. bahwa, “dalam
pembelajaran, termasuk pembelajaran pendidikan agama setidaknya ada tiga komponen utama yang saling berpengarug. Ketiga komponen tersebut adalah:
1 kondisi pembelajaran; 2 metode pembelajaran; dan 3 hasil pembelajaran.”
9
Pada saat ini kita masih sering melihat model pembelajaran yang konvensional berlangsung di berbagai lembaga pendidikan, tak terkecuali pada
lembaga pendidikan agama. sebuah sistem di mana guru selalu di tempatkan sebagai pihak “serba bisa” yang bertugas mentransfer berbagai ilmu
pengetahuan dan memberikan doktrin-doktrin. sementara itu siswas sebagai obyek penerima ilmu pengetahuan harus melaksanakan segala doktrin yang
disampaikan oleh guru tanpa boleh membantah. Lebih ironis lagi, muncul kesan bahwa, kegiatan mengajar hanya
sebagai alat untuk mengejar target kurikulum, sehingga apakah siswa mampu menguasai materi atau tidak, hal itu adalah persoalan lain.
Terlepas dari itu semua, keberadaan mata pelajaran agama di sekolah adalah sangat penting, sebab pelajaran agama ini dapat memberikan nilai
spiritual terhadap perilaku anak didik. Mengingat begitu signifikannya pelajaran agama ini, maka sudah seharusnya mendapatkan penanganan yang
serius dengan model dan pendekatan khusus. Penanganan yang demikian diharapakan dapat membantu meningkatkan ketertarikan peserta didik pada
pelajaran agama. Menurut Bobby De Porter dkk,
“Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya.
”
10
Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan
9
Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, Metode dan Teknik Pembelajaran PAI, Bandung: Refika Aditama, 2009, Cet. 1, h. 19
10
Bobby De Porter, Mark Reradon dan Sarah Singer Nourie, Quantum Teaching, terj. Ary Nilandari, Bandung:Kaifa, 2001, h. 3
dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.
11
Pembelajaran dengan menggunakan Quantum Teaching berusaha menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan, dengan cara
melibatkan semua unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interkasi yang terjadi di dalam kelas. Bila metode ini diterpkan, maka
seorang guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai oleh anak didik. sebab guru mengoptimalkan
berbagai potensi yang ada, baik pada siswa maupun pada lingkungan di sekitarnya.
12
Lebih jauh dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya. sebab, Quantum Teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan minat siswa
untuk terus belajar dengan semangat. Apalagi Quantum Teaching juga sangat menekankan pada pentingnya bahasa tubuh, seperti tersenyum , bahu tegak,
kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan siswa dan lain-lain. Humor yang bertujuan agar KBM tidak membosankan.
13
Dalam pelaksanaan Quantum Teaching, ada beberapa teknik yang sudah cukup dikenal. Teknik-teknik tersebut antara lain: a. teknik AMBAK A;
apa yang dipelajari, M; manfaat, BAK;bagiku, b. teknik TANDUR T; tumbuhkan, A; alami, N; namai, D; demontrasikan, U; ulangi, R;
rayakan, c. teknik ARIAS A; assurance, R; relevance, I; interest, A; assessment, S; satisfaction, d. teknik PAKEM P; pembelajaran, A;
aktif, K; kreatif, E; efektif.
14
Penulis yang merupakan guru PAI memilih menggunakan metode TANDUR dengan tujuan untuk memperbaiki permasalahan yang dihadapi
siswa pada saat pembelajaran PAI. Sebagian siswa mengalami kesulitan dalam menghafal Asmaul Husna dalam pembelajaran PAI, khususnya materi
Mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah yang terkandung dalam Al-Asma Al- Husna, Ar Rahman, Ar Rahim, Al Malik, Al Qudus, As Saalam.
11
Ibid., h. 3
12
Bobbi de Potter, dkk., op. cit, h. 118
13
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Buku Jar Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: DANA DIPA PNB UNJ, 2007, h. 73
14
Nasih dan Kholidah, op. cit, h. 120
Dalam penelitian ini, masalah yang ingin dikaji oleh peneliti adalah
“UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN METODE TANDUR
DALAM PEMBELAJARAN PAI DI KELAS 2 SDN BUNGUR 04 PETANG JAKARTA
” B.
Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Kurang minatmotivasi siswa terhadap pembelajaran PAI dalam materi
asmaul husna. 2. Penggunaan metode kurang menarik.
3 . Siswa mengalami kesulitan dalam menghafal materi asmaul husna.
C. Batasan Fokus Penelitian