74
inklusif, merancang sebuah pembelajaran yang efektif bagi semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus merupakan sebuah tuntutan
yang harus dilakukan oleh seorang guru. Lebih lanjut, Dedy Kustawan menyatakan bahwa identifikasi karakteristik siswa bertujuan untuk membantu
pemecahan permasalahan peserta didik berkebutuhan khusus supaya perkembangan yang dicapai sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Cara
identifikasi dapat dilakukan dengan cara observasi, komunikasi individual, atau pun analisis angket karakteristik siswa.
Di SD N Jlaban memang tidak terdapat program pembelajaran individu untuk anak berkebutuhan khusus, termasuk siswa lamban belajar. Menurut
kepala sekolah, siswa-siswa berkebutuhan khusus di SD N Jlaban masih tergolong mampu untuk mengikuti pembelajaran yang sama dengan siswa
lainnya.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Siswa Lamban Belajar
Terdapat 3 subindikator dalam pelaksanaan pembelajaran siswa lamban belajar, yakni tahap kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Dalam
kegiatan awal pembelajaran terbagi menjadi tiga aspek pengamatan, yakni adanya apersepsi, motivasi, dan penyampaian pokok-pokok materi. Menurut
Nani Triani dan Amir 2013: 27-28, cara memulai pembelajaran pada anak lamban belajar salah satunya selalu didahului dengan apersepsi atau
75
mengkaitkan dengan konsep yang sudah dipahami anak sebelumnya. Guru biasanya melakukan apersepsi dengan cara tanya jawab secara lisan tentang
lingkungan sekitar siswa atau kegiatan keseharian siswa. Sedangkan untuk menimbulkan motivasi di awal pembelajaran, guru melakukan kegiatan
bernyanyi bersama atau melakukan berbagai tepuk. Guru tidak selalu menyampaikan pokok-pokok materi yang akan dipelajari.
Kegiatan inti pembelajaran dalam kelas inklusi ini sekilas tidak berbeda dengan kelas reguler pada umumnya. Guru melakukan pembelajaran secara
klasikal dan tidak memberikan perilaku spesial kepada ketiga siswa lamban belajar. Selama kegiatan penelitian, peneliti menemukan pola bagaimana cara
guru menyampaikan materi di kelas, yakni melalui rangkaian kegiatan pengamatan, tanya jawab, menjawab soal, kemudian diteliti satu per satu
pekerjaan siswa berikut tanda bacanya. Siswa lamban belajar dan siswa lainnya melakukan kegiatan pembelajaran yang sama seperti pola
pembelajaran di atas. Guru juga seringkali membentuk kelompok-kelompok diskusi untuk menyelesaikan tugas. Prinsip belajar dan bekerja kelompok
memang akan sangat membantu bagi anak lamban belajar untuk membaur dengan teman lainnya dalam proses pembelajaran sehingga akan
meningkatkan motivasi belajar siswa tersebut. Bilamana ia tidak mampu mengerjakan tugas, dalam kelompok akan terjadi prinsip tolong menolong
antaranggotanya. Menurut Mohammad Efendi 2009: 25, prinsip belajar dan
76
bekerja secara kelompok merupakan salah satu prinsip pendidikan anak berkebutuhan khusus terutama untuk anak lamban belajar. Arah pendekatan
pada prinsip ini adalah sebagai salah satu dasar mendidik anak berkebutuhan khusus agar anak sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan
masyarakat lingkungannya tanpa harus merasa minder atau rendah diri. Sedangkan menurut Tarmansyah 2007: 150, aktivitas pembelajaran yang
menandakan salah satu karakteristik inklusi adalah munculnya sikap tolong menolong dan berbagi pengalaman. Hal tersebut dilaksanakan salah satunya
dengan belajar kelompok. Guru juga harus mampu mendorong terjadinya interaksi di antara para siswa.
Keberadaan guru kunjung yang datang ke SD Jlaban seminggu dua kali, yakni hari Selasa dan Jumat untuk menangani siswa ABK kelas 1-6 belumlah
optimal peranannya. Bahkan, di hari yang telah terjadwal tersebut, guru kunjung tidak selalu masuk ke kelas II. Layanan guru kunjung yang diberikan
ini tidak sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 39 tahun 2009 yang menyatakan bahwa beban mengajar guru pembimbing
khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif paling sedikit 6 enam jam tatap muka dalam 1 satu minggu. Sehingga,
guru pendamping ABK ini tidak termasuk GPK namun hanya termasuk dalam kategori guru kunjung.
77
Siswa kelas II memang masih tergolong siswa kelas rendah yang masih sangat senang untuk bermain. Sehingga, jika anak terlalu jenuh mengikuti
pelajaran, maka akan banyak siswa yang ramai. Apalagi ketiga anak lamban belajar, ICP, CM, dan OHP. Biasanya guru melakukan kegiatan berbagai
macam tepuk yang merupakan kegiatan favorit siswa untuk memfokuskan perhatian. Selain itu, sebagai ice breaking, guru juga seringkali mengajak
siswa untuk menyanyi bersama-sama. Metode pembelajaran yang digunakan guru adalah ceramah dan tanya
jawab. Metode tersebut adalah sama dengan metode yang telah direncanakan dalam RPP. Metode pembelajaran siswa lamban belajar adalah sama dengan
siswa lainnya. Menurut Nani Triani dan Amir 2013: 22 metode ceramah termasuk metide yang dapat digunakan pada semua anak dan termasuk pada
metode yang paling ekonomis. Walau demikian, bagi anak lamban belajar atau slow learner sebaiknya tidak dijadikan metode yang utama karena
keterbatasan dalam bahasa reseptif tidak jarang menjadi salah konsep. Guru tidak pernah menggunakan media pembelajaran selain papan tulis.
Berdasarkan prinsip pembelajaran siswa berkebutuhan khusus termasuk lamban belajar menurut Mohammad Efendi 2009: 25, yakni adanya prinisp
keperagaan. Kelancaran pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya. Selain
mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari penggunaan alat peraga
78
sebagai media pembelajaran adalah mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan guru.
Meskipun tidak terdapat program pembelajaran individual atau pun modifikasi komponen pembelajaran, inovasi pembelajaran sangat diperlukan
dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Menurut Lay Kekeh Marthan 2007: 152, idealisasi pendidikan inklusi adalah metode pembelajaran dilakukan
secara bervariasi sehingga anak merasa termotivasi untuk belajar. Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang lebih menarik dengan menggunakan
media variatif sehingga siswa dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan.
Kegaiatan tanya jawab secara klasikal merupakan salah satu metode yang digunakan guru setiap hari. Dengan metode ini, siswa terpancing untuk aktif
menjawab berbagai pertanyaan guru. Begitu pula untuk siswa lamban belajar. Metode ini juga membangkitkan sikap percaya diri dan berani pada siswa.
Seluruh kegiatan pembelajaran beserta segala komponennya media, metode, materi di kelas II ini memang masih diseragamkan. Tidak ada
modifikasi khusus untuk siswa lamban belajar. Menurut Dedy Kustawan 2013: 100, ruang lingkup kurikulum sekolah umum penyelenggara
pendidikan inklusif adalah kurikulum sekolah umum yang dalam hal-hal tertentu dilakukan penyesuaian dan modifikasi sesuai dengan hambatan dan
kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Penyesuaian dan modifikasi
79
tersebut meliputi penyesuaian dan modifikasi cara, media, materi, dan penilaian pembelajaran. Ketiga siswa lamban belajar dinilai memang masih
dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan siswa lainnya sehingga pihak sekolah tidak memberlakukan program pembelajaran individual atau pun
modifikasi komponen pembelajaran.
Terdapat tiga aspek yang diamati dalam kegiatan akhir, yakni penyampaian kesimpulan, evaluasi, dan tindak lanjut. Guru biasanya
melakukan tanya jawab dengan siswa secara klasikal untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajarinya. Di akhir pembelajaran pun, teknik tanya
jawab ini terlihat masih menjadi andalan untuk meningkatkan keaktifan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, begitu pula untuk siswa lamban
belajar. Guru tidak melakukan evaluasi khusus di akhiir pembelajaran. Evaluasi
dilakukan selama proses pembelajaran. Soal evaluasi untuk siswa lamban belajar dengan siswa lainnya adalah sama. Sedangkan untuk tindak lanjut
siswa, guru akan memberikan pekerjaan rumah PR atau tugas yang sesuai dengan materi pembelajaran pada pertemuan tersebut.tindak lanjut siswa
lamban belajar dengan siswa lainnya adalah sama.
80
3. Evaluasi dan Tindak Lanjut Pembelajaran Siswa Lamban Belajar