BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Pengembangan Produk
3
Ulrich dan Eppinger 2001 menyatakan bahwa produk sebagai suatu objek yang dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang
susah untuk dipuaskan dan selalu menginginkan lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu tidak ada satupun produk yang dapat dikatakan sebagai suatu produk
yang sempurna. Kemajuan dan perkembangan teknologi menuntut agar produsen dapat membuat produk yang memiliki sifat “lebih” lebih baik, lebih kuat, lebih
modern, lebih mudah, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan konsumen yang menjadi lebih banyak.
Pada intinya, perancangan dan pengembangan produk ini berisi metode- metode yang bertujuan untuk mengembangkan dan merancang produk agar dapat
memenuhi kebutuhan konsumen dengan melibatkan fungsi-fungsi pemasaran, desain perancangan, dan manufaktur. Dari sudut pandang suatu perusahaan yang
melihat keuntungan laba sebagai faktor penting, pengembangan produk dikatakan berhasil dan sukses jika produk dapat diproduksi dan dijual dengan
menghasilkan laba. Namun seringkali hanya dengan melihat faktor laba saja tidaklah cukup untuk dijadikan penilaian yang tepat dan langsung. Adapun lima
3
Altshuller, G.S. 2001. Creativity as an Exact Science. New York: Gordon and Breach
Universitas Sumatera Utara
dimensi spesifik yang biasa digunakan untuk menilai usaha pengembangan produk, yaitu:
1.
Kualitas produk
2.
Biaya produk
3.
Waktu pengembangan produk
4.
Biaya pengembangan
5.
Kemampuan pengembangan
3.2. DFMA
Design for Manufacturing and Assembly
4
Design For Manufacturing and Assembly DFMA adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk membantu menentukan rancangan produk dan
metode perakitan suatu produk dengan waktu dan biaya yang optimum. DFMA juga dapat digunakan untuk membantu perancang dalam meningkatkan kualitas,
mengurangi biaya perakitan, serta untuk mengukur perbaikan desain dari produk. Tujuan dari DFMA ini adalah untuk menentukan desain produk yang
benar-benar dapat menghilangkan komponen-komponen yang sebenarnya tidak diperlukan atau komponen yang tidak memiliki nilai tambah dalam memproduksi
produk berdasarkan pada fungsi yang diinginkan konsumen. Dimana nilai ekspektasi tertinggi dapat diperoleh dengan memberikan fungsi yang maksimum
dan biaya yang serendah mungkin. Serta, DFMA juga digunakan untuk mempelajari proses dan produk pesaing dari sisi desain, kualitas, pemilihan
material, komponen, proses produksi dan kemudian mengevaluasi perakitan
4
Boothroyd, G., Dewhurst, P. dan Knight, W. 2002. “Product Design for Manufacture and Assembly” 2nd Edition. New York: Marcel Dekker.
Universitas Sumatera Utara
danatau kesulitan manufaktur dalam upaya merancang produk unggulan berdasarkan hasil dari analisis rinci.
Design For Manufacturing and Assembly DFMA terdiri dari dua bagian yaitu Design for Manufacturing DFM dan Design for Assembly DFA.
3.2.1. Design for Manufacturing DFM
Kebutuhan pelanggan dan spesifikasi produk berguna untuk menuntun fase pengembangan konsep, tetapi pada aktivitas pengembangan selanjutnya, tim
sering kesulitan untuk mengaitkan kebutuhan dan spesifikasi dengan isu-isu desain tertentu yang mereka hadapi. Karena alasan ini, banyak tim yang
mempraktekkan metode Design for X DFX, di mana X bisa saja berhubungan dengan salah satu dari lusinan kriteria kualitas seperti reliabilitas, kekuatan,
kemampuan layanan, pengaruh terhadap lingkungan atau kemampuan manufaktur. Yang paling umum dari metodologi ini adalah desain untuk proses manufaktur
Design For Manufacturing DFM, yang merupakan kepentingan yang sifatnya umum karena langsung menginformasikan biaya-biaya manufaktur.
Prinsip-prinsip umum
untuk menggunakan
metodologi untuk
mendapatkan X dalam DFX : 1.
Keputusan rancangan detail yang memiliki pengaruh penting pada kualitas dan biaya produk.
2. Tim pengembangan menemui banyak sasaran, yang sering kali menyebabkan
konflik.
Universitas Sumatera Utara
3. Merupakan hal penting untuk memiliki besaran-besarannya metrics
dibandingkan dengan rancangan. 4.
Perbaikan radikal sering membutuhkan usaha-usaha awal kreatif penting dalam proses
5. Metode yang terdefinisi baik mendukung proses pengambilan keputusan.
Biaya manufaktur merupakan penentu utama dalam keberhasilan ekonomis dari produk. Dalam istilah sederhana, keberhasilan ekonomis
tergantung dari marjin keuntungan dari tiap penjualan produk dan berapa banyak yang dapat dijual oleh perusahaan. Marjin keuntungan merupakan selisih antara
harga jual pabrik dengan biaya pembuatan produk. Jumlah unit yang dijual dan harga jual sangat ditentukan oleh kualitas produk secara keseluruhan. Secara
ekonomis, rancangan yang berhasil tergantung dari jaminan kualitas produk yang tinggi, sambil meminimasi biaya manufaktur. DFM merupakan salah satu metode
untuk mencapai sasaran ini. Pelaksanaan DFM yang efektif mengarahkan pada biaya manufaktur yang rendah tanpa mengorbankan kualitas produk.
3.2.2. Design for Assembly DFA
5
Menurut Boothroyd-Dewhurst 2002, efisiensi proses perakitan sebuah produk dalam sebuah perusahaan tergantung pada dua hal yang saling
berinteraksi, yaitu antara manusia operator perakitan ataupun robot jika sistem telah terotomasi dengan produk yang akan dirakit itu sendiri.
5
ibid
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi terhadap kerja manusia memang tidak dapat diabaikan agar manusia tersebut dapat melakukan pekerjaannya secepat dan seteliti
mungkin. Namun, efisiensi tidak dapat diperoleh secara maksimal apabila proses kerja manusia tidak disertakan dengan rancangan produk yang baik. Dengan
kata lain, perancangan sistem perakitan untuk suatu produk tidak dapat terlepas dari rancangan produk itu sendiri, dimana fungsi atau bagian-bagian
produk tersebut mempunyai konsep yang jelas keberadaannya. Perancangan produk adalah langkah pertama dalam kegiatan manufaktur
dan merupakan suatu aktivitas yang secara tradisional dimulai dengan pembuatan sketsa komponen produk dan perakitannya, yang selanjutnya akan dibuat
pada papan gambar atau program CAD yang merupakan tempat di mana perakitan dan gambar secara mendetail dibuat. Gambar-gambar ini kemudian
dikirim ke bagian manufaktur dan teknisi perakitan, yang tugasnya adalah melakukan proses produksi yang optimal dalam menghasilkan produk akhir.
Pada tahap ini seringkali ditemukan masalah manufaktur dan perakitan yang akan menyebabkan adanya permintaan perubahan dan rancangan produk saat itu.
Kadang kala, perubahan rancangan ini menyebabkan waktu delay yang cukup besar sehingga produksi dari produk terhambat. Dapat dijelaskan, bahwa
semakin terlambat ditemukannya masalah perancangan ulang, maka akan semakin mahal pula biaya yang diperlukan untuk melakukan perubahan. Oleh
karena itu, proses manufaktur dan perakitan perlu diperhitungkan pada tahap perancangan produk. Hal ini dilakukan atas dasar bahwa perubahan rancangan
harus dilakukan sedini mungkin. Seperti terlihat pada Gambar 3.1, penggunaan
Universitas Sumatera Utara
waktu yang lebih banyak pada tahap desain akan menghemat waktu dan juga mengurangi biaya produksi. Penerapan Design for Assembly juga akan
mempercepat terkirimnya produk ke pasar. Dalam lima belas tahun terakhir, DFA telah menjadi konsep yang semakin penting dalam melakukan perancangan
produk-produk pasar saat ini.
Sumber: Boothroyd Dewhurst 2002
Gambar 3.1. Perbandingan antara teknik tradisional dan teknik DFA
Ulrich dan Eppinger 1995 menjelaskan bahwa DFA yang merupakan bagian dari Design for Manufacturing DFM adalah suatu proses perancangan
produk yang bertujuan untuk memudahkan proses perakitan. Inti dari DFA adalah mengurangi jumlah bagian-bagian produk yang terpisah minimasi jumlah
komponen. To assembly menunjuk pada penambahan atau penggabungan bagian- bagian atau komponen-komponen individu untuk membentu produk yang
lengkap.
Universitas Sumatera Utara
Penerapan DFA lebih mengarah pada analisis kemudahan perakitan secara spesifik. Tujuan DFA adalah :
1. Mendapatkan jumlah komponen seminimal mungkin,
2. Mengoptimalkan kemampuan perakitan atau assemblability dari setiap
komponen, 3.
Mengoptimalkan kemampuan penanganan atau handlability dari komponen dan perakitan,
4. Meningkatkan kualitas, meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya
perakitan. The Society of Manufacturing Engineers SME, 1992 merekomendasikan
untuk mengikuti prinsip-prinsip dari design for assembly dalam memperbaiki rancangan produk, antara lain adalah
6
• Minimalkan jumlah komponen :
• Pendekatan perakitan modular • Merancang dengan diri
-
fitur penambat
snap-
fit • Menggunakan komponen standar
• Proses subassemblies dari bawah ke atas • Merancang komponen yang bebas
• Menghilangkan reorientasi • Fasilitas bagian penanganan
• Meminimalkan level perakitan • Menghilangkan kabel listrik
6
Eggert, Rudolph J. 2005. Engineering Design. Amerika : Pearson Prentice Hall. p. 159
Universitas Sumatera Utara
3.2.3. Prosedur untuk analisis produk yang dirakit secara manual
7
Menurut Boothroyd dan Dewhurst 2002, langkah-langkah analisis desain secara manual dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Langkah Awal Perbaikan Rancangan dengan Metode DFMA.
a. Pembuatan struktur produk.
struktur produk digunakan untuk menjelaskan secara diagram bagaimana suatu produk akhir akan dirakit dari komponen-komponen penyusunnya.
Berdasarkan pada struktur produk tersebut maka akan dapat diketahui komponen-komponen apa saja yang berdiri dengan sendirinya dan
komponen-komponen apa saja yang merupakan bagian dari subassembly. Tujuannya adalah untuk mempermudah perancang dalam menentukan
komponen mana yang dapat dikembangkan, dikombinasi dan dieliminasi. b.
Evaluasi Komponen Penyusun Produk Serta Pengembangan DFMA Worksheet dari Desain Awal Produk.
c. Identifikasi part yang dapat dikembangkan, kombinasi dan dieliminasi.
Pertama-tama, komponen yang memiliki jumlah identifikasi tertinggi dirakit pada fixture kerja kemudian dilanjutkan dengan komponen yang
tersisa satu per satu. Perancangan ulang dilakukan sambil mengisi lembar kerja untuk produk rancang ulang. Perlu diperhatikan bahwa pengisian
lembar kerja dilakukan per baris untuk setiap komponen yang terlibat dalam perancangan perakitan ulang produk.
7
Ibid
Universitas Sumatera Utara
d. Perbaiki Assembly process chart, perbaikan ini dilakukan untuk dapat
memaksimalkan metode kerja yang digunakan oleh para operator perakitan.
2. Menghitung efisiensi desain perakitan manual dengan cara Boothroyd
Dewhurst, 2002 : �� =
3 � ��
�� dimana :
EM = efisiensi desain manual NM= jumlah komponen teoritis
TM= total waktu perakitan manual Efisiensi desain perakitan tersebut menunjukkan perbandingan antara estimasi
waktu perakitan produk redesign dengan waktu ideal perakitan produk sebelumnya. Waktu ideal didapatkan dengan mengasumsikan bahwa setiap
komponen mudah untuk ditangani dan digabungkan.
3.2.4. Memperkirakan biaya perakitan
8
Produk-produk yang dibuat lebih dari satu komponen membutuhkan perakitan. Untuk produk-produk yang dibuat dalam jumlah kurang dari ratusan
ribu unit per tahun, perakitan hampir selalu dilakukan secara manual. Satu pengecualian untuk generalisasi ini adalah untuk perakitan papan sirkuit
elektronik, yang sekarang hampir selalu dikerjakan secara otomatis, walaupun volumenya relatif rendah. Akan terdapat pengecualian yang lain pada beberapa
8
Ibid
Universitas Sumatera Utara
tahun mendatang, karena kefleksibelan dan ketepatan otomatisasi menjadi lebih umum.
Biaya perakitan manual dapat diperkirakan dengan menjumlahkan waktu yang diperkirakan untuk tiap operasi perakitan dan dikalikan dengan jumlah
tenaga kerja. Pelaksanaan perakitan membutuhkan sekitar 4 detik hingga 60 detik untuk tiap rakitan, tergantung dari ukuran komponen, kesulitan operasi,
dan jumlah produksi. Pada volume tinggi, pekerja dapat melakukan spesialisasi pada sebagian
kumpulan operasi, serta alat bantu khusus dapat membantu perakitan. Suatu metode yang
populer untuk
memperkirakan waktu
perakitan telah
dikembangkan lebih dari 20 tahun oleh Boothroyd-Dewhurst, Inc., dan sekarang tersedia dalam suatu software. Sistem ini melibatkan suatu sistem informasi
dalam bentuk tabel untuk menyimpan data perkiraan waktu perakitan untuk tiap komponen. Sistem tersebut didukung oleh database penanganan standar serta
waktu simpan untuk berbagai situasi.
3.2.5. Mengintegrasikan komponen
9
Jika suatu komponen tidak memiliki kualitas yang diperlukan secara teoritis, maka akan terdapat kandidat untuk mengintegrasikan secara fisik satu
atau lebih komponen. Hasil komponen multifungsi sering sangat kompleks seperti hasil integrasi beberapa bentuk geometris yang berbeda yang akan
menjadi komponen yang terpisah. Walaupun demikian, komponen yang dicetak
9
Ibid
Universitas Sumatera Utara
secara moulding atau stamping dapat sering menggabungkan tambahan bentuk dengan sedikit atau tanpa tambahan biaya.
Integrasi komponen memberikan beberapa manfaat : 1.
Komponen yang terintegrasi tidak harus dirakit. Hasilnya, perakitan bentuk geometris komponen diperoleh dengan proses pabrikasi komponen.
2. Komponen yang terintegrasi sering lebih murah untuk diolah
dibandingkan komponen yang terpisah. Untuk proses komponen yang dipres, dicetak dan dicor, penghematan biaya ini terjadi karena suatu cetakan rumit
tunggal biasanya tidak terlalu mahal dibandingkan dua atau lebih cetakan yang lebih kompleks dan dikarenakan biasanya berkurangnya waktu
pemrosesan dan buangan untuk komponen tunggal dan terintegrasi. 3.
Komponen yang terintegrasi memungkinkan keterkaitan di antara bentuk geometris kritis untuk dikendalikan oleh proses pembuatan komponen
contoh pengepresan dibandingkan dengan suatu proses perakitan. Hal ini biasanya berarti bahwa dimensi-dimensi ini dapat lebih tepat dikendalikan.
Sebagai catatan, integrasi komponen tidaklah selalu merupakan strategi yang bijaksana dan mungkin dapat memberikan konflik dengan pendekatan
lainnya dalam meminimasi biaya. 3.2.6. Memaksimumkan kemudahan perakitan
10
Dua produk dengan jumlah komponen yang identik mungkin tidak membutuhkan perbedaan waktu perakitan dengan satau faktor, dua atau tiga. Hal
10
Ibid
Universitas Sumatera Utara
ini disebabkan karena waktu aktual untuk memegang, mengorientasikan dan memasukan suatu komponen tergantung dari bentuk komponen dan lintasan
pemasukan komponen yang dibutuhkan. Karakteristik ideal dari komponen untuk suatu perakitan adalah:
1. Komponen dimasukkan dari bagian atas rakitan
Sifat komponen dan rakitan seperti ini dinamakan rakitan sumbu z. Dengan menggunakan rakitan sumbu z untuk seluruh komponen, perakitan tidak
pernah harus dibalikkan, gaya gravitasi akan membantu untuk menstabilkan sebagian rakitan, dan pekerja rakitan umumnya dapat melihat lokasi rakitan.
2. Komponen lurus dengan sendirinya
Komponen yang membutuhkan penempatan posisi untuk dirakit membutuhkan perpindahan yang lambat, tepat oleh pekerja. Kedudukan komponen dan
rakitan dapat dirancang untuk lurus dengan sendirinya sehingga pengendali motor tidak dibutuhkan oleh pekerja. Bentuk pelurusan sendiri
yang paling umum adalah ’chamfer’. Chamfer dapat diterapkan sebagai suatu bentuk yang diruncingkan pada arah akhir dari suatu pasak atau suatu
bentuk kerucut yang diperluas pada bagian ujung dari suatu lubang. 3.
Komponen tidak harus diorientasikan Komponen yang membutuhkan orientasi yang tepat, seperti pada sekrup,
membutuhkan tambahan waktu perakitan dibandingkan komponen yang tidak membutuhkan orientasi seperti lengkungan. Pada kasus terburuk, suatu
komponen harus diorientasikan dengan tepat dalam tiga dimensi. Sebagai contoh, komponen-komponen berikut dibuat daftarnya dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kebutuhan untuk orientasi pada bidang lengkung, silinder, silinder tertutup, silinder tertutup dan terkunci.
4. Komponen hanya membutuhkan satu tangan untuk merakit
Karakteristik ini sangat berhubungan dengan ukuran komponen dan usaha yang dibutuhkan untuk memanipulasi komponen. Seluruhnya adalah
sama, komponen-komponen yang membutuhkan satu tangan untuk dirakit membutuhkan
lebih sedikit waktu dibandingkan komponen yang membutuhkan dua tangan, yang membutuhkan lebih sedikit usaha
dibandingkan komponen yang membutuhkan suatu kereta atau pengangkat untuk merakit
5. Komponen tidak membutuhkan peralatan
Operasi perakitan yang membutuhkan peralatan, seperti tambahan ring penerima, per atau pasak, biasanya membutuhkan tambahan waktu
dibandingkan yang tidak. 6.
Komponen dirakit dengan gerakan linier dan tunggal Dengan mendorong pada suatu penjepit, membutuhkan lebih sedikit waktu
dibandingkan menggunakan sekrup. Karena itulah, kebanyakan penguat yang komersil, membutuhkan hanya gerakan tunggal dan linier untuk
penggabungan. 7.
Komponen terkunci dengan segera setelah penggabungan Beberapa komponen membutuhkan operasi penguat yang berurutan, seperti
pengetatan, pengurangan atau penambahan komponen yang lain. Hingga komponen dikuatkan, perakitan mungkin masih tidak stabil, membutuhkan
Universitas Sumatera Utara
tambahan perhatian, peralatan bantu atau perakitan yang lebih lambat.
3.2.7. Perancangan Snap-Fit
11
Snap-fit digunakan agar komponen yang akan disatukan menjadi lebih kuat dan tidak fleksibel tanpa harus menggunakan fastener, Snap-fit ini biasanya
memiliki masalah pada defleksi perakitan. Dengan demikian, Snap-fit ini bekerja tidak seperti kunci, akan tetapi relatif lebih mudah untuk dipahami dan digunakan.
Biasanya hanya membutuhkan analisis perilaku sederhana yaitu dengan pergeseran pada bagian bawah atau dengan beban kompresi. Satu pengecualian
adalah ketika penambat digunakan sebagai fitur kunci yang rendah defleksi. Hal ini dibahas dalam bagian fitur pengunci. Adapun jenis-jenis dari Snap-fit antara
lain adalah: a.
Lug Lug adalah bagian fitur Snap-fit dengan bentuk huruf L. Lugs adalah salah
satu penambat yang paling umum dan ada banyak variasi dari bentuk lug, salah satu modifikasi yang berguna dari lug adalah track yang terbentuk ketika
dua lugs berhadapan satu sama lain. b.
Tab Tab adalah tonjolan datar dengan sisi sejajar atau sedikit meruncing, Gambar.
c. Wedge
11
Bonenberger, Paul. R. 2005. The First Snap-Fit Handbook. 2
nd
edition. USA: Hanser Publisher. p. 50
Universitas Sumatera Utara
Wedges adalah variasi dari tab di mana dimensi dasar jauh lebih besar daripada bagian atas, Ketebalan yang lebih besar di dasar membuat mereka
berpotensi jauh lebih kuat dari tab. d.
Cone Cone kerucut adalah variasi dari Snap-fit dengan bentuk pin di mana pada
bagian dasar secara signifikan lebih besar dari pada bagian atas fitur. e.
Pin Pins merupakan fitur yang memiliki bagian konstan atau lancip sepanjang
sumbu simetri, Mereka mungkin memiliki bagian bulat, persegi atau kompleks. Pin umumnya melibatkan lubang, slot atau tepi dan membatasi
hanya dalam arah lateral. Perhatikan bahwa, di bagian injeksi dibentuk, fitur seperti pin hanya dapat memiliki bagian yang benar-benar konstan.
f. Catches
Untuk lebih jelasnya berbagai bentuk penambat snap-fit dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Bonenberger 2005
Gambar 3.2. Fitur Penambat Snap-Fit
3.2.8. Klasifikasi sistem perakitan
12
Klasifikasi sistem perakitan Boothroyd Dewhurs, 2002 dibagi menjadi dua kategori menurut jenis operasinya, yaitu :
1. Klasifikasi sistem untuk penanganan Handling secara manual
Penanganan komponen secara manual mencakup penggenggman,
12
Ibid
Universitas Sumatera Utara
pemindahan, dan penempatan komponen atau sub-assembly sebelum komponen atau sub-assembly tersebut dirakit atau dipindahkan pada peralatan
kerja. Kriteria penanganan komponen secara manual dipengaruhi oleh faktor- faktor kesimetrian komponen, ketebalan, ukuran, berat, kerapuhan,
ketersarangan, kelengketan, perlu tidaknya penggunaan alat pemegang, perlu tidaknya penggunaan alat pembesar, perlu tidaknya penggunaan peralatan
atau tenaga mekanik. a.
Pengaruh kesimetrian komponen pada waktu penanganan b.
Pengaruh ketebalan dan ukuran komponen pada waktu penanganan c.
Pengaruh berat pada waktu penanganan d.
Pengaruh kriteria lain pada waktu penanganan 2.
Klasifikasi sistem untuk penggabungan Insertion secara manual Boothroyd dan Dewhurst 2002 menyebutkan bahwa langkah kedua dari
operasi perakitan setelah pemegangan komponen adalah proses penggabungan dan penguncian. Proses penggabungan dan penguncian lebih menekankan
pada interaksi untuk menyatukan komponen pada titik temu mereka. Faktor-faktor dalam desain yang berpengaruh secara signifikan pada
waktu penggabungan dan penguncian manual adalah: akses dari lokasi perakitan, kemudahan operasi dari peralatan perakitan, kelayakan lokasi
perakitan, kemudian alignment dan positioning selama perakitan dan kedalaman penggabungan.
Universitas Sumatera Utara
3.3. TRIZ
Teoriya Resheniya Izobretate skikh Zadatch
13
3.3.1. Pendahuluan T.R.I.Z. adalah singkatan dari bahasa Rusia Teoriya Resheniya Izobretate
skikh Zadatch, yang artinya adalah Teori Pemecahan Masalah Secara Kreatif Theory Inventive Problem Solving. T.R.I.Z. pertama kali diprakarsai oleh
seorang pengamat paten untuk Angkatan Laut ex Uni Soviet pada tahun 1946
yaitu Genrich Altshuller.
T.R.I.Z. adalah metode pemecahan masalah berdasarkan logika dan data, bukan intuisi, yang mempercepat kemampuan tim proyek untuk memecahkan
masalah-masalah Kreatif. T.R.I.Z. adalah ilmu tentang kreativitas untuk pemecahan masalah dalam menemukan konsep-konsep baru dan jalan untuk
mengembangkan produk baru. T.R.I.Z. adalah alat pemecahan masalah yang kuat berdasarkan pola-pola penemuan yang ditemukan dari dekade penelitian dunia
yang paling Kreatif dari paten tersebut.
Munculnya T.R.I.Z. pertama kali yaitu pada tahun 1946 di Rusia yang
diprakarsai oleh Altshuller seorang pengamat paten untuk Angkatan Laut ex Uni Soviet yang lahir pada tahun 1926 dan meninggal dunia pada tahun 1998. Namun
pada tahun 1956 barulah T.R.I.Z. resmi diperkenalkan melalui diterbitkannya artikel “About Technical Creativity” pada jurnal Questions of Psycology, yang
disusun oleh Altshuller dan Shapiro. Konsep T.R.I.Z. yang diperkenalkan adalah konsep seperti technical contradiction, ideality, inventive system thinking, hukum
dari Technical System Completeness, dan 5 Inventive Principles. Technical
13
D. Savransky, Semyon. 2001. Engineering Creativity Introduction to TRIZ Methodology of Inventive Problem Solving. New York : CRC Press.
Universitas Sumatera Utara
contradiction adalah berupa Standar Karakteristik sejumlah 39 standar yang ditemukan Altshuller pada saat ia mempelajari ribuan hak paten selama ia bekerja
di Angkatan laut Rusia.
Pada tahun 1956-1963 Altshuller terus mengembangkan Prinsip Kreatif yang kemudian menjadi Prinsip Kreatif sejumlah 40 prinsip, dan lebih umum
dikenal pada saat ini sebagai konsep utama T.R.I.Z.. Pada tahun 1964 Altshuller mulai mengembangkan versi pertama dari Matrik Kontradiksi dengan parameter
teknis 16x16 parameter, yang kemudian pada tahun 1964-1968 menjadi 32x32 parameter, dan terus berkembang hingga menjadi 39x39 parameter pada tahun
1971, di mana parameter 39x39 masih dipergunakan hingga saat ini. Kegunaan T.R.I.Z. selain dapat membantu dalam memberikan solusi untuk
memecahkan masalah, dapat membantu menjadi kreatif dalam menciptakan sistem baru dengan menemukan ide-ide baru, serta dapat membantu menjadi
inovatif dengan menemukan cara baru dalam menggunakan atau memperbaiki sistem atau teknologi yang sudah ada. T.R.I.Z. ini telah dipergunakan oleh
perusahaan-perusahaan besar, sebagai contoh adalah perusahaan di Amerika antara lain Procter Gamble, Xerox, Ford, Kodak, Motorola, 3M, Siemens,
Philips, dsb.
3.3.2. Konsep T.R.I.Z.
14
Ada dua kontradiksi yang seringkali menjadi permasalahan utama yaitu
adanya faktor yang mendukung dan menentan. Untuk menyelesaikan kontradiksi,
14
Ibid
Universitas Sumatera Utara
T.R.I.Z. memiliki 3 tahapan dan 3 macam tools yang dapat digunakan dalam melakukan analisa terhadap permasalahan yang ada, menganalisa kemungkinan
kegagalan yang akan terjadi, dan memberikan pola-pola prinsip masalah lainnya.
Tools yang digunakan adalah Matrik Kontradiksi, Standar Karakteristik sejumlah 39 standar, dan Prinsip Kreatif sejumlah 40 prinsip. Untuk tahapan
penyelesaian, T.R.I.Z. memiliki pola yang harus diikuti, dimulai dengan mengidentifikasi masalah yaitu mencari tahu segala kemungkinan faktor-faktor
yang menjadi masalah, pola berikutnya adalah mengklasifikasikan masalah dengan menentukan faktor yang mendukung dan faktor yang menentang ke dalam
Standar Karakteristik sejumlah 39 standar Tabel 3.1. serta menggunakan matrik kontradiksi untuk mencari solusi dari faktor yang mendukung dan faktor yang
menentang, pola berikutnya adalah menggunakan Prinsip Kreatif sejumlah 40 prinsip Tabel 3.2., dan dari Prinsip Kreatif tersebut kemudian akan ditemukan
solusinya. Adapun Tahapan T.R.I.Z. dapat dilihat pada Gambar 3.3.
SPECIFIC PROBLEM Spesific problem didapat dari Perbaikan produk dengan menggunakan
metode DFMA GENERAL PROBLEM
Spesific problem dijadikan general problem dan dicari kontradiksi teknisnya dengan menggunakan tools The 39 Engineering Parameter
GENERAL SOLUTION Mencari solusi dengan menggunakan tools kontradiksi dan tools the 40
inventive principles SPECIFIC SOLUTION
Dicari Solusi yang paling sesuai
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010 Gambar 3.3. Tahapan Metode T.R.I.Z.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pada Gambar 3.3. dapat diketahui bahwa ada empat tahapan yang dilakukan pada metode TRIZ. Adapun tahapan TRIZ adalah sebagai berikut:
1. Penentuan Spesific Problem
Spesific Problem merupakan dasar permasalahan spesifik yang terjadi. Pada spesific problem ini dibedakan atas 2 bagian yaitu improving parameters dan
worsening parameters. Improving parameters merupakan suatu respon yang ingin diperbaiki namun dapat menimbulkan masalah lain. Worsening
parameters merupakan suatu respon yang dapat menjadi lebih buruk ketika masalah tersebut diselesaikan
2. Penentuan General Problem
Setelah tahap penguraian spesific problem selesai dilaksanakan, maka tahapan selanjutnya adalah pengubahan spesific problem menjadi general problem.
General Problem ini dirumuskan dengan menggunakan The 39 paramater of TRIZ. Parameter tersebut ditemukan oleh Althsuller pada saat ia meneliti
ribuan paten dengan menganalisa masalah-masalah secara teknik. Standar Karakteristik atau parameter masalah merupakan alat bantu pemikiran untuk
mengubah pola berpikir dalam mengubah masalah yang spesifik ke masalah yang umum. Setiap faktor permasalahan dikarakteristikkan ke dalam Standar
Karakteristik sejumlah 39 standar seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Standar Karakteristik
1. Berat Benda Bergerak
21. Kecepatan Penggunaan Tenaga 2.
Berat Benda Stasioner 22. Kehilangan Tenaga
3. Panjang Benda Bergerak
23. Kehilangan Substansi 4.
Panjang Benda Stasioner 24. Kehilangan Informasi
5. Luas Benda Bergerak
25. Kehilangan Waktu 6.
Luas Benda Stasioner 26. Kuantitas Substansi
7. Volume Benda Bergerak
27. Realibilitas 8.
Volume Benda Stasioner 28. Ukuran Akurasi
9. Kecepatan
29. Presisi Manufaktur 10. Gaya Force
30. Gangguan Eksternal Pada Obyek 11. Tekanan StressPressure
31. Gangguan yang Disebabkan Obyek 12. Bentuk
32. Kemudahan Manufaktur 13. Stabilitas Komposisi
33. Kemudahan Operasi 14. Kekuatan
34. Kemudahan Perbaikan 15. Durasi Benda Bergerak
35. Adaptabilitas atau Kecanggihan 16. Durasi Benda Stasioner
36. Kompleksitas Alat 17. Temperatur
37. Kesulitan Mendeteksi dan Mengukur 18. Intensitas Iluminasi
38. Tahapan Otomatis 19. Penggunaan Energi Benda Bergerak
39. Produktivitas 20. Penggunaan Energi Benda Stasioner
Sumber: Semyon. D. Savransky 2001 3.
Penentuan General Solution Setelah diketahui general problem atau masalah yang telah digeneralisasi,
maka langkah selanjutnya adalah menentukan general solution berdasarkan The 40 principle for Sollution in TRIZ. Untuk dapat mengetahui general
solution dari kontradiksi yang terjadi adalah dengan menggunakan interactive matrix. Interactive matrix akan memberikan beberapa alternatif-alternatif
solusi. Matrik jembatan yang menghubungkan tiap-tiap karakteristik Standar
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik sejumlah 39 standar yang mengalami kontradiksi untuk diproses lebih lanjut dan mendapatkan solusi terbaik sesuai prinsip-prinsip Prinsip
Kreatif sejumlah 40 prinsip yang disarankan dapat dilihat pada Gambar 3.4. sampai dengan Gambar 3.9.
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010 Gambar 3.4. Fitur Peningkatan 1-20 Vs 1-13
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010 Gambar 3.5. Fitur Peningkatan 1-20 Vs 14-26
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010
Gambar 3.6. Fitur Peningkatan 1-20 Vs 27-39
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010
Gambar 3.7. Fitur Peningkatan 21-40 Vs 1-13
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010
Gambar 3.8. Fitur Peningkatan 21-39 Vs 14-26
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Afzan Binti Rozali 2010
Gambar 3.9. Fitur Peningkatan 21-39 Vs 27-39
Universitas Sumatera Utara
4. Penentuan Solusi
Penentuan solusi berdasarkan pada prinsip kreatif yang berjumlah 40 prinsip yang bertujuan memberikan solusi- solusi untuk mengatasi kontradiksi yang
terjadi antar karakteristik. Prinsip Kreatif merupakan tools utama dalam metode T.R.I.Z. yang diterapkan untuk menyelesaikan semua masalah secara
kreatif. Prinsip Kreatif sejumlah 40 prinsip dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Prinsip Kreatif
1. Segmentasi
21. Skipping 2.
Ekstraksi 22. Blessing in Disguise
3. Kualitas Lokal
23. Umpan Balik 4.
Asimetri 24. Perantara
5. Merger
25. Self Service 6.
Universal atau Multiguna 26. Copy
7. Nested Doll
27. Benda Murah Berumur Singkat 8.
Anti Berat 28. Subtitusi Mekanik
9. Anti-Tindakan Awal
29. Pneumatik dan Hidrolik 10. Tindakan Awal
30. Selaput yang Fleksibel 11. Mengamankan Dulu
31. Bahan Berporus 12. Equipotensial
32. Mengubah Warna 13. Cara Lain
33. Homogenitas 14. Lengkungan
34. Membuang dan Menemukan Kembali 15. Dinamika
35. Mengubah Parameter 16. Tindakan Parsial atau Berlebihan
36. Transisi Fase 17. Dimensi Baru
37. Ekspansi Termal 18. Vibrasi Mekanis
38. Oksidan Kuat 19. Tindakan Periodik
39. Atmosfir Pasif 20.
Kesinambungan Tindakan yang Berguna
40. Bahan Komposit Sumber: Semyon. D. Savransky 2001
Universitas Sumatera Utara
3.4. Pengukuran Waktu
15
Untuk mengukur kebaikan suatu sistem kerja diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja Work Measurement yang meliputi teknik-teknik pengukuran
waktu psikologis dan fisiologis. Sebagai bagian dari pengukuran kerja tersebut, pengukuran waktu time study bertujuan untuk mendapatkan waktu baku
penyelesaian pekerjaan yang dijadikan waktu setandar, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan
pekerjaannya, yang dijalankan dengan sistem kerja terbaik. Meskipun pengukuran waktu pada awalnya lebih banyak diterapkan dalam
kaitannya dengan upah perangsang, namun pada saat ini pengukuran waktu dan teknik-teknik pengukuran kerja lainnya memiliki manfaat diberbagai bidang
antara lain: 1.
Untuk menentukan jadwal dan perencanaan kerja. 2.
Untuk menentukan setandar biaya dan membantu persiapan anggaran. 3.
Untuk memperkirakan biaya sebuah produk sebelum di produksi, termasuk mempersiapkan penawaran dan harga jual.
4. Untuk menentukan pemanfaatan mesin, jumlah mesin yang dapat dioperasikan
seorang operator dan membantu penyeimbangan lini perakitan. 5.
Untuk menentukan setandar waktu yang digunakan sebagai dasar pemberian upah perangsang bagi tenaga kerja langsung dan tidak langsung.
6. Untuk menentukan setandar waktu yang digunakan sebagai dasar
pengendalian biaya tenaga kerja.
15
Barnes, Ralph M. 1980. Motion and Time Study Design and Measurement of Work. 7
th
edition. New York: John Wiley Sons
Universitas Sumatera Utara
3.5. Pengukuran waktu kerja dengan jam henti