Analisis Multivariat Sumber Informasi Persepsi Kerentanan

86

4.5. Analisis Multivariat

Analisis multivariat ini dilakukan untuk melihat pengaruh dan besar pengaruh variabel independen dan dependen serta mencari manakah diantara variabel tersebut yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil uji analisis bivariat, terlihat bahwa dari semua faktor yang dicari hubungannya, terdapat hanya satu faktor saja yang memiliki hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan layanan VCT di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan dengan p0,05 faktor persepsi hambatan yang dirasakan oleh responden dengan p =0,016. Variabel ini kemudian diuji dengan menggunakan uji regresi logistik menggunakan SPSS dengan metode enter. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukkan persepsi hambatan yang dirasakan responden df=1, exp B =2,999 terhadap variabel pemanfaatan layanan VCT di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95, variabel persepsi hambatan yang dirasakan responden mempunyai pengaruh signifikan sebesar 2,9 kali terhadap pemanfaatan layanan Voluntary Counseling and Testing VCT di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 87 BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden

5.1.1. Umur

Hasil penelitian mengenai jenis kelamin yang diperoleh melalui kuisioner menunjukkan bahwa sebagian responden tergolong kelompok umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 50 orang 56,2 dari total 89 orang responden, dan yang paling sedikit jumlahnya responden dengan kelompok umur 50-59 tahun yaitu 2 orang 2,2. Responden umur 20-29 tahun tersebut terdiri dari 20 orang 22,5 dengan kunjungan rutin dan 30 orang 33,7 kunjungan tidak rutin. Kelompok responden yang berumur 20-29 tahun merupakan kelompok responden yang mayoritas sudah memiliki penghasilan sendiri dan merupakan kelompok dengan perilaku bebas terutama yang berhubungan dengan seks. Pada kelompok umur 20-29 tahun seseorang akan cenderung untuk banyak berinteraksi dengan orang lain yang dapat memicu kearah perilaku seks yang menyimpang. Depkes 2009 menyatakan bahwa kasus AIDS di Indonesia paling banyak terjadi pada kelompok umur 20-29 tahun yang termasuk usia produktif.

5.1.2. Pendidikan

Sebagian besar responden dalam penelitian ini dengan pendidikan tertinggi SMAsederajat yaitu sebanyak 51 orang 57,3 dan pendidikan SDsederajat terendah jumlahnya yaitu 6 orang 6,7. Responden dengan pendidikan terakhir SMAsederajat tersebut terdiri dari 23 orang 25,8 dengan kunjungan rutin, dan 28 orang 31,5 kunjungan tidak rutin. 87 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 88 Menurut Irmayati 2007, tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pola pikir dan daya nalar dalam menghadapi suatu masalah Hutasoit, 2006. Redding et al 2000 yang dikutip oleh Anggraeni 2010 menyatakan faktor pengubah seperti tingkat pendidikan dipercayai mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap perilaku dengan cara mempengaruhi persepsi individu. Individu dengan pendidikan tinggi, cenderung memiliki perhatian yang besar terhadap kesehatannya sehingga jika individu tersebut mengalami gangguan kesehatan maka ia akan segera mencari pelayanan kesehatan.

5.1.3. Jenis Kelamin

Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 71 orang 79,8 dan sisanya 18 orang 20,2 berjenis kelamin perempuan. Responden laki- laki tersebut terdiri dari 30 orang 33,7 dengan kunjungan rutin dan 41 orang 46,1 kunjungan tidak rutin. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki menunjukkan bahwa laki-laki dalam hal ini cenderung mudah untuk mengambil keputusan untuk dirinya. Akses layanan lebih mudah untuk dilakukan oleh laki-laki karena laki-laki cenderung lebih berani untuk melakukan tes HIV, sementara perempuan masih dibayangi oleh rasa ketakutan akan kemungkinan hasil pemeriksaan yang positif.

5.1.4. Sumber Pendapatan

Sebagian besar responden memiliki sumber pendapatan yang berasal dari gaji karyawan yaitu sebanyak 56 orang 50,6 dan jumlah terkecilnya dengan pendapatan dari bekerja di salon yaitu 3 orang 3,4. Responden dengan sumber 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 89 pendapatan gaji karyawan tersebut terdiri dari 22 orang 10,1 yang berkunjung rutin, dan 23 orang 25,8 kunjungan tidak rutin. Responden dengan pendapatan tetap gaji karyawan cenderung datang memanfaatkan layanan VCT di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan kemungkinan dikarenakan sudah memiliki penghasilan sendiri sehingga memiliki rasa kepercayaan diri yang lebih. Mereka merasa memiliki memiliki penghasilan sendiri untuk apabila kemudian harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

5.1.5. Status Pernikahan

Sebagian besar responden belum menikah dengan jumlah 67 orang 75,3 dan paling sedikit jumlahnya dengan status dudajanda yaitu sebanyak 8 orang 9,0. Responden dengan status belum menikah tersebut terdiri dari 29 orang 32,6 yang berkunjung rutin dan 29 orang 32,6 berkunjung tidak rutin. Responden dengan status pernikahan belum menikah cenderung memanfaatkan layanan VCT mungkin dikarenakan memiliki tingkat kecemasan yang lebih daripada responden dengan status pernikahan yang sudah menikah. Seseorang dengan status sudah menikah akan cenderung merasa tidak akan terancam terinfeksi HIVAIDS karena ia merasa sudah setia dengan satu pasangan lain halnya dengan mereka yang masih berstatus lajang.

5.1.6. Kelompok Risiko

Sebagian besar responden merupakan kelompok risiko LSL Lelaki Seks Lelaki dengan jumlah 65 orang 73 dan paling sedikit merupakan kelompok risiko pasangan risti resiko tinggi yaitu 5 orang 5,6. Kelompok risiko LSL Lelaki 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 90 Seks Lelaki tersebut terdiri dari 29 orang 32,6 yang berkunjung rutin, dan 36 orang 40,4 kunjungan tidak rutin. Kelompok risiko LSL Lelaki Seks Lelaki dominan mengakses layanan VCT mungkin dikarenakan mereka datang ke Klinik IMS dan VCT Veteran Medan untuk berkonsultasi bersama teman-teman dan pasangannya sesama LSL Lelaki Seks Lelaki. Kelompok risiko LSL Lelaki Seks Lelaki yang dominan berkunjung tersebut kemungkinan sudah merasa nyaman untuk datang ke klinik, sehingga mereka akan cenderung mengajak teman-temannya untuk datang ke tempat yang sama.

5.2. Sumber Informasi

Sebagian besar responden mendapat informasi mengenai Klinik IMS dan VCT Veteran Medan dari teman yaitu sebanyak 62 orang 69,7 dan paling sedikit jumlahnya mengetahui dari keluarga yakni hanya 1 orang responden 1,1. Responden yang mengetahui informasi tentang klinik dari teman tesebut terdiri dari 62 orang 69,7 yang terdiri dari 24 orang 27,0 dengan kunjungan rutin dan 38 orang 42,7 kunjungan tidak rutin. Menurut Haryanto 2008 sumber informasi mempunyai pengaruh kepada pengetahuan seseorang. Jika seseorang mendapatkan informasi yang baik, maka ia akan dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan baik.

5.3. Persepsi Kerentanan

Hasil penelitian menunjukkan 38 orang responden 42,7 menyatakan setuju bahwa dirinya berisiko untuk terinfeksi HIVAIDS, sementara hanya ada 17 orang 19,1 saja yang menyatakan sangat setuju, 25 orang 28,1 menyatakan tidak setuju, dan 9 orang 10,1 menyatakan sangat tidak setuju dirinya mempunyai 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 91 risiko untuk terinfeksi HIVAIDS. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden tidak merasa bahwa dirinya berisiko untuk terinfeksi HIVAIDS. Mereka datang ke klinik dengan keluhan IMS, namun mereka tidak memahami bahwa mereka adalah kelompok dengan risiko tinggi untuk terinfeksi HIVAIDS. Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju bahwa perilakunya yang membuatnya berisiko untuk terinfeksi HIVAIDS, sama halnya dengan responden yang menjawab setuju yaitu dengan jumlah 30 orang 33,7. Sementara yang menjawab sangat setuju hanya 17 orang 19,1 saja. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari responden tersebut tidak merasa bahwa dirinya merupakan salah satu dari kelompok risiko HIVAIDS mempunyai perilaku yang merupakan faktor risiko terjadinya penularan HIVAIDS. Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat 48 orang responden 39,3 yang memiliki persepsi kerentanan lemah, sementara hanya ada 6 orang saja yang memiliki persepsi kerentanan yang kuat. Dari hasil uji dengan menggunakan uji statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna antara persepsi kerentanan dengan pemanfaatan layanan VCT dengan p0,05 =0,185. Bock 2009 melaporkan bahwa pemanfaatan VCT salah satunya dipengaruhi oleh persepsi terhadap risiko yakni individu yang memiliki persepsi bahwa dirinya berisiko terhadap HIVAIDS akan mempertimbangkan untuk melakukan VCT. Notoadmodjo 2003 menyatakan agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya maka ia harus merasakan bahwa ia rentan suspectible pada penyakit tersebut. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 92 Menurut hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar dari responden masih merasakan kerentanan yang lemah terhadap HIVAIDS. Mereka datang ke klinik IMS dan VCT dengan keluhan IMS, namun tidak merasa bahwa dirinya juga mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi HIVAIDS. HIVAIDS akan timbul jika seseorang merasa bahwa dirinya berisiko untuk terkena penyakit tersebut. Sebagian besar responden datang dan berkonsultasi ke klinik dikarenakan sebelumnya mendapat informasi dari teman, banyak juga diantara responden yang pada akhirnya datang karena tertarik dan ingin tahu namun mereka tidak begitu merasakan bahwa mereka rentan untuk terinfeksi HIVAIDS. Kerentanan merupakan kondisi yang subjektif sehingga penerimaan individu, khususnya orang risiko tinggi terhadap kerentanan untuk terinfeksi HIVAIDS dapat bervariasi. Responden yang memiliki persepsi kerentanan yang sedang terhadap HIVAIDS, kemungkinan dapat dinyatakan memiliki kerentanan yang sangat kuat apabila ia memiliki kerentanan yang sangat kuat terhadap HIVAIDS apabila ia memiliki keyakinan bahwa dirinya berisiko menderita HIVAIDS, memiliki riwayat perilakunya berisiko tertular HIVAIDS, memiliki pekerjaan yang membuat dirinya berisiko HIVAIDS, dan memiliki teman atau orang disekitarnya yang membuatnya berisiko HIVAIDS. Sementara responden yang memiliki persepsi kerentanan yang lemah karena ia tidak memiliki keyakinan bahwa dirinya berisiko untuk menderita HIVAIDS, tidak yakin bahwa perilakunya membuatnya berisiko tertular HIVAIDS, tidak yakin pekerjaannya membuatnya berisiko terkena HIVAIDS dan tidak yakin memiliki 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 93 temanpasangan atau orang disekitarnya yang membuatnya berisiko untuk terinfeksi HIVAIDS. 5.4. Persepsi Keseriusan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 67 orang 75,3 dari 89 orang responden menyatakan sangat setuju, dan paling sedikit 2 orang 2,2 menyatakan tidak setuju bahwa HIVAIDS merupakan penyakit yang berbahaya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dari responden mengetahui informasi mengenai HIVAIDS dari petugas kesehatan ketika berkonsultasi. Sebanyak 31 orang responden 34,8 menyatakan sangat setuju bahwa infeksi HIVAIDS tidak bisa disembuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengetahui bahwa HIVAIDS merupakan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Namun demikian masih ada sebagian responden dengan jumlah 23 orang 25,8 yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Terkecil jumlahnya 10 orang responden 11,2 bahkan menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Hal ini disebabkan karena masih ada responden hanya mengetahui informasi dasar mengenai HIVAIDS, masih ada responden yang menganggap HIVAIDS seperti penyakit biasa yang bisa disembuhkan dengan berobat. Sebanyak 25 orang 28,1 setuju bahwa juga yang sangat setuju bahwa ia akan kehilangan pekerjaan jika terinfeksi HIVAIDS. Hal ini menunjukkan bahwa sudah ada responden yang merasakan keseriusan HIVAIDS, namun masih ada juga 24 orang 27,0 yang tidak setuju mereka akan kehilangan pekerjaan jika terinfeksi HIVAIDS. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 94 Sebanyak 27 orang 30,3 sangat setuju bahwa ia akan dikucilkan dari keluarga dan teman-teman jika terkena HIVAIDS, sementara itu ada 23 25,8 yang tidak setuju dan 17 orang 19,1 yang sangat tidak setuju dengan hal tersebut. Sebanyak 34 orang 38,2 setuju bahwa ia akan dijauji oleh masyarakat jika terkena HIVAIDS, paling kecil jumlahnya 10 orang 11,2 menyatakan sangat tidak setuju dengan hal tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa ada responden yang merasakan akan adanya stigma dari keluarga dan teman-teman jika ia terinfeksi HIVAIDS dan ada juga yang tidak merasakan hal tersebut namun ada juga yang merasa bahwa keluarga, teman-temannya dan masyarakat tidak akan menjauhinya jika ia terinfeksi HIVAIDS. Sebanyak 51 orang responden 57,3 menyatakan sangat setuju jika ia tidak datang ke klinik, maka kondisi kesehatannya akan semakin buruk. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya responden sudah merasakan manfaat yang ia dapatkan dengan datang ke klinik. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 89 orang responden, terdapat 32 orang responden dengan kategori persepsi yang kuat, 38 orang responden kategori persepsi sedang, dan sisanya 19 orang dengan kategori persepsi lemah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden sudah merasakan persepsi keseriusan yang tinggi. Namun hasil uji dengan menggunakan uji statistik tidak menunjukkan hubungan bermakna antara persepsi keseriusan dengan pemanfaatan layanan VCT dengan p0,05 =0,821. Becker 1974 dalam Notoatmodjo 2003 menyatakan jika tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan akan didorong oleh keserisan penyakit 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 95 terhadap indiviu atau masyarakat. Namun hal tersebut tidak menunjukkan kesesuaian antara teori dengan fakta dilapangan, meski ada responden yang memiliki persepsi keseriusan yang sedang. Persepsi keseriusan yang dirasakan terhaap HIVAIDS kemungkinan juga berbeda-beda pada setiap orang risiko tinggi. Hal itu karena tiap orang risiko tinggi memiliki pandangan subjektif terhadap keseriusan HIVAIDS.

5.5. Persepsi Manfaat

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Pengaruh Karakteristik Individu dan Mutu Pelayanan Klinik VCT terhadap Pemanfaatan Klinik VCT oleh Warga Binaan Pemasyarakatan Risiko HIV/AIDS di Rumah Tahanan Negara Klas I Medan

1 68 120

Karakteristik dan Cara Penularan Penderita HIV/AIDS yang Memanfaatkan Klinik Voluntary Counselling And Testing (VCT) Pusat Pelayanan Khusus (Pusyansus) RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2008

5 76 72

Keputusan Waria Melakukan Tes HIV/AIDS Pasca Konseling Di Klinik Infeksi Menular Seksual Dan Voluntary Counselling And Testing Veteran Medan Tahun 2009

0 68 124

Karakteristik Penderita HIV/Aids Di Pusat Pelayanan Khusus (PUSYANSUS) Klinik Voluntary Counseling And Testing (VCT) RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006 – 2007

2 59 101

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

0 21 103

Pengetahuan dan Sikap Kelompok Resiko Lelaki Seks Lelaki (LSL) Dalam Pencegahan Penularan HIVAIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 1 12

4. Sumber pendapatan □ Gaji karyawan □ Pekerja bebas □ Bekerja di salon □ Panti pijat □ Uang saku pelajar 5. Status pernikahan □ Belum menikah - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risik

0 0 24

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 16