Kadar Asam Lemak Bebas Uji Organoleptik

asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reaksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol .

2.5 Kadar Alkali Bebas Dihitung Sebagai NaOH

Sabun dihasilkan melalui reaksi safonifikasi antara asam lemak dalam minyak lemak dengan alkali basa. Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari reaksi yang sempurna antara asam lemak dan alkali dan diharapkan tidak terdapat residu sisa setelah reaksi . Namun tidak selamanya reaksi yang diharapkan dapat berlangsung sempurna. Untuk itu diperlukan pengujian kadar alkali setelah beraksi karena dalam pembuatan sabun padat ini digunakan alkali berupa NaOH maka kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH. Di dalam buku SNI 1994 dijelaskan bahwa alkali bebas ialah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak boleh melebihi 0,1. Kelebihan alkali pada sabun mandi dapat disebabkan jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan untuk melakukan saponifikasi keseluruhan minyak menjadi sabun. Keberadaan alkali bebas yang berlebihan dapat membahayakan kulit.

2.6 Kadar Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam sabun. Maksudnya untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang tidak bereaksi dengan alkali menjadi sabun. Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri dengan larutan alkohol KOH sebagai penitarnya karena asam lemak dicari jumlahnya dimana jumlahnya ekivalen dengan asam dititar dengan alkali. Universitas Sumatera Utara

2.7 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida merupakan jumlah miliekivalen peroksida per 1000 gram sampel, yang dioksidasi kalium iodida. Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan benzena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri Tranggono Setiaji, 1989. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid- aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak Winarno, 1997 Universitas Sumatera Utara Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion superoksida O 2 dan radikal O 2 , radikal perhidrosilik HO 2 , hidrogen peroksida dan hidrosil radikal HO. Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara Ketaren, 1986. Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam- asam lemak berantai pendek C 4 -C 12 sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik. Winarno, 1997 Universitas Sumatera Utara Menurut Buckle et al. 1997 ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak dan lemak, yaitu : a. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu. b. Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim. Menurut Soedarmo et al 1988, kerusakan karena proses hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E tocopherol yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan. Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan Universitas Sumatera Utara proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu. Soedarno Girindra, 1988

2.7.1 Titrasi Iodometri

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- iodide untuk menghasilkan I 2 . I 2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali. Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I 2 . I 2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I 2 ditentukan dengan menitrasi I 2 dengan larutan standar tiosulfat umumnya yang dipakai adalah Na 2 S 2 O 3 dengan indikator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum I 2 sampai warna ini Universitas Sumatera Utara tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut : IO 3 - + 5 I - + 6H + → 3I 2 + H 2 O I 2 + 2S 2 O 3 2- → 2I - + S 4 O 6 2- Setiap mmol IO 3 - akan menghasilkan 3 mmol I 2 dan 3 mmol I 2 ini akan tepat bereaksi dengan 6 mmol S 2 O 3 2- 1 mmol I 2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S 2 O 3 2- sehingga mmol IO 3 - ditentukan atau setara dngan 16 mmol S 2 O 3 2- Kita menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit, alasannya adalah karena analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti BesiII. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai berikut: Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I 2 dalam jumlah banyak, alasannya kompleks amilum- I 2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I 2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid tampak keruh oleh kehadiran S. S 2 O 3 2- + 2H + → H 2 SO 3 + S Universitas Sumatera Utara Pastikan jumlah iodida yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodida tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I - dapat teroksidasi oleh udara menjadi I 2 . http:kimiaanalsa.web.id115

2.7.2 Natrium Tiosulfat

Larutan Natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakai belerang akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan SO 3 2- , SO 4 2- dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril, dan sering ditambahkan boraks atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi tiosulfat oleh udara berlangsung lambat. Tetapi runutan tembaga sering kadang-kadang terdapat dalam air suling akan mengkatalisis oksidasi oleh udara. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk belerang sebagai endapan mirip susu. A.L. Underwood, 1986. Larutan standard yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Lazimnya garam ini dibeli sebagai pentahidrat, Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O. Larutan tak boleh distandarisasikan berdasarkan penimbangan langsung, melainkan harus distandarisasikan terhadap standard primer. S 2 O 3 2- + 2H + → H 2 S 2 O 3 → H 2 S 2 O 3 + Ss Tetapi reaksi lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan iod yang asam, jika larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh lebih cepat daripada reaksi penguraian. Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat : 4I 2 + S 2 O 3 2- + 5H 2 O → 8I- + 2SO 4 2- + 10H + Universitas Sumatera Utara Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi menjadi sulfat itu tidak terjadi, jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid kuat, seperti pereaksi dichromat, permanganat dan garam serium IV, mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif. A.L. Underwood, 1986

2.7.3 Kanji Starch

Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan jalan sterilisasi atau dengan penambahan suatu zat pengawet. Hasil peruraiannya memakai iodium dan berubah menjadi kemerah-merahan. Merkurium II iodida, asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaklah dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa zat organik, seperti metil dan etil alkohol. Warna larutan iod 0,1 N cukup kuat sehingga iodium dapat bertindak sebagai indikator sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan kadang- kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir reaksi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan dispersi koloid kanji, dari warna biru tua kompleks pati- iodium berperan sebagai uji kepekaan terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam daripada dalam larutan netral dan lebih adanya ion iodida. Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks itu belum diketahui. Tetapi diduga bahwa molekul iodium diikat pada permukaan β- amilosa, suatu konstituen- konstituen kanji lain, α-amilosa, atau amilopektin, membentuk kompleks kemerahan dimana warna tidak mudah dihilangkan. Oleh karena itu, kanji yang mengandung amilopektin sebaiknya tak digunakan. Produk komersial, “kanji larut” terdiri terutama β -amilosa. A.L. Underwood, 1986 Universitas Sumatera Utara

2.8 Uji Organoleptik

Menurut Soekarto 1981, penilaian dengan indera disebut penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk meneliti mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang – kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif. Sistem penelitian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilai dalam laboratorium, dunia usaha dan perdagangan. Laboratorium penilaian organoleptik pun telah menjadi umum di industri maupun di lembaga-lembaga penelitian. Penelitian organoleptik telah pula digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan. Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik yaitu : 1. Pencicip perorangan individual expert Pencicip perorangan disebut juga pencicip tradisional. Pencicip demikian telah lama digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, es krim atau penguji bau pada industri minyak wangi parfum. 2. Panel pencicip terbatas Untuk menghindari ketergantungan pada seorang pencicip perorangan maka beberapa industri menggunakan 3 – 5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang disebut panel pencicip terbatas. Biasanya panel ini diambil dari personel laboratorium yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu. Penggunaan panel pencicip terbatas dapat mengurangi faktor kecenderungan bias dalam menilai rasa suatu komoditi. Dalam mengambil keputusan dilakukan secara musyawarah diantara anggota. Universitas Sumatera Utara 3. Panel terlatih Anggota panel terlatih yaitu antara 15 – 25 orang. Tingkat kepekaan yang diharapkan tidak perlu setinggi panel pencicip terbatas. Untuk menjadi anggota panel ini perlu diseleksi dan yang terpilih kemudian dilatih. Panel terlatih ini juga berfungsi sebagai alat analisa, dan pengujian-pengujian yang dilakukan biasanya terbatas pada kemampuan membedakan. 4. Panel tak terlatih Jika panel terlatih biasanya untuk menguji pembedaan different test, maka panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan preference test. Pemilihan anggota dilakukan bukan terhadap kepekaan calon anggota tetapi pemilihan itu lebih mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah ekonomi, dalam masyarakat dan sebagainya. 5. Panel konsumen Panel ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya dari 30 sampai 1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan preference test dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis komoditi dapat diterima oleh masyarakat. 6. Panel agak terlatih Panel ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak diambil dari orang-orang awam yang tidak tahu menahu mengenai sifat-sifat sensorik dan penilaian organoleptik. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Termasuk dalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa dan atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Panelis pada panel agak terlatih dipilih berdasarkan kepekaan dan keandalan penilaian. Jumlahnya berkisar antara 15 – 25 orang. Pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Cara yang paling populer adalah kelompok pengujian pembedaan different test dan kelompok pengujian pemilihan preference test. Purnamawati, 2006 Universitas Sumatera Utara BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri

57 250 49

Penetapan Kadar Alkali Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri

76 499 48

Pengaruh Waktu Penyimpanan Inti Sawit Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Di PTPN III Sei Mangkei-Perdagangan

3 41 41

Pengaruh Lama Penyimpanan CPO Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas Dan Kadar Air Pada Storage Tank Di PTPN III PKS Sei Mangkei Perdagangan

29 179 55

Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpana Sabun Mandi Batang Kecantikan Dan Sabun Mandi Batang Kesehatan Terhadap Kadar Air, Kadar Alkali Bebas NaOH, Asam Lemak Bebas, Dan Kadar Garam NaCl

14 146 46

Pengaruh Waktu Penyimpanan Inti Sawit Terhadap Kadar Air Dan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

4 68 48

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun - Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri

1 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun - Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna, Kekuatan Parfum, Kadar Air, Alkali Bebas, Asam Lemak Bebas, Dan Bilangan Peroksida Pada Sabun Mandi Dan Sabun Cuci Padat

0 1 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna, Kekuatan Parfum, Kadar Air, Alkali Bebas, Asam Lemak Bebas, Dan Bilangan Peroksida Pada Sabun Mandi Dan Sabun Cuci Padat

0 0 6

Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna, Kekuatan Parfum, Kadar Air, Alkali Bebas, Asam Lemak Bebas, Dan Bilangan Peroksida Pada Sabun Mandi Dan Sabun Cuci Padat

0 0 12