Promoter MIF mengandung polimorfisme nukleotida tunggal G ke C single nucleotide G to C polymorphism pada posisi -173. Studi Berdeli et
al., 2005 di Turki menemukan peran alel C merupakan faktor risiko terjadi resisten steroid OR= 3,6; 95 CI 2,2 sampai 6,0. Penderita dengan
genotip CC menunjukkan umur yang lebih muda saat awitan proteinuria dan berisiko lebih tinggi mengalami gangguan fungsi ginjal menetap
OR=5,43, p=0,013. Penelitian lain oleh Vivarelli et al., 2008 menemukan hubungan polimorfisme MIF dengan progresivitas menuju PGK tahap
akhir, ditunjukkan dengan analisis survival dalam 5 tahun sejak awitan penyakit. Penderita SN dengan alel C mengalami luaran klinis yang lebih
jelek dibandingkan penderita SN dengan alel G . Kedua penelitian tersebut di atas belum jelas menerangkan apakah
polimorfisme -173 G ke C gen MIF sebagai faktor risiko SNRS berhubungan dengan level MIF serum. Polimorfisme secara fungsional
berhubungan dengan ekspresi MIF yang lebih tinggi secara in vitro dan peningkatan level MIF serum secara in vivo Donn et al., 2002. Penelitian
lain oleh De Benedetti,et al.2003 pada penderita juvenil arthritis menemukan kadar MIF serum lebih tinggi pada subjek yang memiliki alel
C median 20,8 ngml dibandingkan genotip GG median 10,8 ngml p=0.017, namun belum ada penelitian pada penderita SNRS.
2.1.4 Peran Angiotensin II Regulasi Tekanan Darah
Pengaturan tekanan darah di dalam tubuh dapat dibagi tiga bagian, yaitu mekanisme cepat, jangka menengah, dan jangka panjang.
Mekanisme kontrol tekanan darah secara cepat diatur oleh mekanisme
Universitas Sumatera Utara
umpan balik baroreseptor, respons iskemik SSP, dan kemoreseptor. Kombinasi ketiga mekanisme ini bekerja sangat kuat dan cepat dalam
mengatur tekanan darah. Selanjutnya, terdapat mekanisme kontrol tekanan darah yang bersifat jangka menengah dalam 30 menit sampai
dengan beberapa jam setelah pengaturan akut yang diperankan oleh mekanisme vasokonstriktor renin angiotensin; stres dan relaksasi
pembuluh darah; dan pergeseran cairan melalui dinding kapiler untuk mengatur volume darah. Mekanisme kontrol tekanan darah yang bersifat
jangka panjang diperankan ginjal melalui mekanisme pengaturan volume darah dan sistem renin angiotensin aldosteron Guyton, 1991.
Dua hal utama yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung dan tahanan sistemik vaskular. Keduanya diatur oleh kombinasi
mekanisme jangka pendek termasuk intermediet ataupun jangka panjang. Mekanisme jangka pendek mengatur tahanan sistemik vaskular,
kapasitansi kardiovaskular, dan penampilan kardiak frekuensi jantung dan kontraksi. Pada mekanisme jangka panjang curah jantung diatur oleh
alir balik vena. Alir balik vena diatur oleh volume darah dan amat berkaitan dengan volume cairan ekstrasel serta keseimbangan sodium Navar dan
Hamm, 1999. Regulasi jangka panjang tekanan darah berhubungan erat dengan
kemampuan ginjal dalam mengekskresikan sodium klorida untuk mempertahankan balans sodium yang normal, volume cairan ekstrasel,
dan volume darah. Oleh karena itu, penyakit ginjal merupakan penyebab paling sering dari hipertensi sekunder. Apabila hipertensi tidak diobati,
Universitas Sumatera Utara
akan terjadi interaksi umpan balik positif yang menyebabkan terjadinya hipertensi progresif dan kerusakan ginjal lebih lanjut.
Peningkatan asupan sodium klorida pada orang normal menyebabkan pengaturan mekanisme humoral, neural, dan parakrin
yang memengaruhi hemodinamik renal dan sistemik serta peningkatan ekskresi sodium tanpa peningkatan tekanan darah. Apabila terjadi
penurunan ekskresi sodium, dapat menyebabkan peningkatan kronik volume cairan ekstrasel dan volume darah sehingga terjadi hipertensi
Navar dan Hamm,1999. Pengaturan ekskresi sodium dan air diperantarai secara langsung dan tidak langsung oleh angiotensin II.
Pembentukan angiotensin II dimulai dari rangsangan terhadap aktivasi pengeluaran renin yaitu apabila terjadi penurunan asupan sodium,
penurunan tekanan arterial, dan penurunan volume cairan ekstrasel Navar dan Hamm, 1999. Enzim renin ini akan memecah
angiotensinogen menjadi bentuk dekapeptida yang inaktif yaitu angiotensin I selanjutnya diperantarai Angiotensin converting enzyme
ACE akan memecah angiotensin I menjadi angiotensin II suatu oktapeptida yang aktif. Semua komponen SRAA tersebut membentuk
sistem endokrin bersirkulasi yang mengatur keseimbangan sodium dan tekanan darah Atlas et al., 2007; Carey et al., 2003.
Aksi angiotensin II dalam pengaturan cepat tekanan darah diperankan oleh sifat vasokonstriksi langsung terhadap arteriolvena
ataupun melalui aktivitas saraf simpatis Hildebrant, 2007. Angiotensin II menyebabkan penurunan ekskresi sodium dan air di tubulus ginjal dan
Universitas Sumatera Utara
menstimulasi sekresi hormon aldosteron oleh korteks adrenal yang juga bekerja menurunkan ekskresi sodium dan air. Kedua efek ini cenderung
meningkatkan volume darah dan berperan penting dalam pengaturan lambat tekanan darah Victor, 2005. Angiotensin II juga memfasilitasi
aksi simpatis, yaitu melalui peningkatan norepinefrin dan katekolamin. Hal ini menyebabkan peningkatan tahanan sistemik vaskular dan tekanan
darah Paradis dan Schiffrin, 2009. Efek peningkatan tekanan darah oleh angiotensin II ini, pada
jangka pendek berguna untuk proteksi kapilar renal dari kerusakan. Sebaliknya, pada jangka panjang, keadaan ini menyebabkan
terganggunya aliran darah renal renal blood flow, retensi garam dan air, proteinuria dan penurunan laju filtrasi glomerulus Kaplan, 2006.
2.1.5 Angiotensin II sebagai Regulator MIF