BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Sindroma Nefrotik, Sindroma Nefrotik Resisten Steroid
Sindroma nefrotik ditandai dengan gangguan selektif permeabilitas kapiler glomerulus sehingga terjadi kehilangan protein melalui urin.
Proteinuria pada anak SN relatif selektif yang terdiri atas albumin dengan kisaran nefrotik proteinuria mencapai 1000 mgm
2
Kejadian proteinuria merupakan kelainan dasar pada SN. Sebagian besar proteinuria berasal dari kebocoran glomerulus proteinuria
glomerular. Filter kapiler glomerulus terdiri atas tiga lapisan, yaitu endotel, membran basalis, dan sel epitel podosit dengan foot processes serta slit
diafragma. Glomerulus memiliki muatan negatif charge selective barrier akibat adanya residu asam sialat pada glikokaliks yang melapisi epitel dan
endotel, serta adanya proteoglikan heparan sulfat pada membran basalis. Muatan negatif sangat berkurang pada penderita SN sehingga
kemampuan menahan protein yang bermuatan negatif berkurang pula. Steroid dapat mengembalikan kandungan sialoprotein kembali normal
sehingga penderita SN mengalami remisi. Selain gangguan pada muatan negatif, pendataran foot process gangguan pada size selective barrier
juga diduga menjadi sebab terjadinya kebocoran protein Haycock, 2003; per hari atau rasio
protein kreatinin pada random spot urin mencapai 2 mgmg Bagga dan Mantan, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Jalanko, 2003. Sel ini diduga mengalami perubahan morfologi selama kejadian proteinuria.
Berbagai penelitian jangka panjang menunjukkan respon terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai untuk menentukan prognosis
dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi. Klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik, yaitu SNSS dan SNRS. SN pada anak
85-90 merupakan SNSS, hanya 10-15 merupakan SNRS Niaudet, 1999, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar populasi
anak penderita SN dapat terhindar dari prosedur invasif. Kelompok SNRS adalah penderita yang tidak mengalami remisi
setelah diberikan terapi steroid dalam waktu empat minggu. Kelompok ini terbagi atas dua kategori, yaitu resisten steroid primer dan resisten steroid
sekunder Niaudet, 1999; Fydryk dan Querfeld, 2002. Persentase kelompok ini relatif kecil, tetapi dapat berkembang menjadi gagal ginjal
tahap akhir dalam waktu 1-4 tahun. Oleh karena itu prediksi terjadinya resisten steroid menjadi isu yang penting Niaudet, 1993.
Banyak hal yang berkaitan dengan prediksi resisten steroid pada anak, walaupun demikian secara garis besar dibagi atas karakteristik klinis
dan histologis. Para klinisi cenderung menggunakan karakteristik klinis untuk prediksi tersebut, misalnya umur saat presentasi pertama kali,
keberadaan hematuria dan atau hipertensi. Umur saat presentasi pertama kali di bawah usia 1 tahun, setelah
usia 6 tahun atau setelah pubertas memiliki kemungkinan menjadi resisten steroid. Kejadian SN tidak biasa terjadi pada tahun pertama kehidupan
Universitas Sumatera Utara
dan sangat jarang terjadi di bawah 6 bulan Haycock,2003. Puncak insidens SNSS maupun SNRS adalah umur prasekolah, sebanyak 80
berumur kurang dari 6 tahun dengan median umur 2,5 tahun untuk SNSS dan 6 tahun untuk SNRS Niaudet,1999.
Begitu juga faktor hematuria dan atau hipertensi dapat menjadi prediksi resisten steroid, masing-masing 30 dan 50. Keadaan
hipertensi ditemukan pada 13 hingga 20,7 pada SNSS dan meningkat menjadi 27 sampai 51,4 masing masing untuk tekanan darah diastolik
dan tekanan darah sistolik pada SNRS ISKDC.,1978. Hematuria mikroskopik ditemukan pada 22,7 kasus SNSS dan meningkat menjadi
67 pada SNRS Niaudet,1999. Kadar rasio protein kreatinin urin menjadi dasar bagi klinisi dalam
menentukan respon atau tidak terhadap terapi steroid. Penelitian Partini, 2007 menemukan pasien SNRS mengalami kadar rasio protein kreatinin
urin yang berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan anak tanpa penyakit ginjal ataupun anak dengan SN remisi p0,0001. Hal ini
menunjukkan bahwa rasio protein kreatinin urin pada pasien SNRS dapat digunakan sebagai pedoman klinis respon terapi steroid.
2.1.2 Hipertensi sebagai Luaran Klinis SNRS