menstimulasi sekresi hormon aldosteron oleh korteks adrenal yang juga bekerja menurunkan ekskresi sodium dan air. Kedua efek ini cenderung
meningkatkan volume darah dan berperan penting dalam pengaturan lambat tekanan darah Victor, 2005. Angiotensin II juga memfasilitasi
aksi simpatis, yaitu melalui peningkatan norepinefrin dan katekolamin. Hal ini menyebabkan peningkatan tahanan sistemik vaskular dan tekanan
darah Paradis dan Schiffrin, 2009. Efek peningkatan tekanan darah oleh angiotensin II ini, pada
jangka pendek berguna untuk proteksi kapilar renal dari kerusakan. Sebaliknya, pada jangka panjang, keadaan ini menyebabkan
terganggunya aliran darah renal renal blood flow, retensi garam dan air, proteinuria dan penurunan laju filtrasi glomerulus Kaplan, 2006.
2.1.5 Angiotensin II sebagai Regulator MIF
Angiotensin II merupakan suatu peptida dan dapat mencapai bekerja pada ginjal melalui tiga jalur, yaitu 1 melalui sirkulasi darah; 2
melalui konversi angiotensin I menjadi angiotensin II dari aliran darah yang terjadi pada sel endotelial ginjal, dan 3 melalui pembentukan lokal
angiotensin II di dalam ginjal. Organ target angiotensin II terletak di adrenal, ginjal, otak, pituitary gland, otot polos vaskular, dan sistem nervus
simpatis Gasparo et al., 2000 sehingga angiotensin II selain bekerja pada organnya sendiri autocrine hormone dan organ yang berdekatan
paracrine hormone juga bekerja pada organ-organ yang jauh melalui sirkulasi darah endocrine hormone.
Universitas Sumatera Utara
Efek angiotensin II pada keadaan SNRS sering dihubungkan dengan keadaan hipertensi. Hipertensi merupakan salah satu luaran klinis
yang berhubungan secara bermakna dengan PGK Kaplan dan Lieberman,1990, termasuk juga pada penderita SNRS Otukesh et
al.,2009. Regulasi tekanan darah oleh angiotensin II sistemik pada
penderita SN diatur bukan hanya di perifer renal, tetapi juga di susunan saraf pusat DiBona,2001;Camici,2007.
Vasokonstriksi arteriol aferen dan eferen terutama arteriol eferen menyebabkan terjadi peningkatan tekanan kapiler glomerulus.
Peningkatan tekanan kapiler intraglomerular menyebabkan kerusakan mekanis pada ketiga tipe sel glomerulus podosit, sel endotel, dan sel
mesangial, yang akan meningkatkan ukuran radius pori membran glomerulus. Hal ini mengganggu fungsi selektif membran glomerulus dan
meningkatkan protein pada filtrat glomerulus. Protein ini akan diendositosis oleh sel epitel tubulus. Sebaliknya, peningkatan reabsorbsi
albumin di tubulus akan mengaktivasi angiotensin, sehingga terjadi suatu vicious circle. Apabila hal ini berkepanjangan,akan terjadi kerusakan
nefron bahkan terjadi kerusakan ginjal glomerulosklerosis Kaplan,2006; Meer et al., 2010.
Infus angiotensin II secara kronik pada binatang percobaan dengan nefrosis berat menunjukkan terjadi hipertensi, peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus, dan peningkatan albuminuria Herizi et al., 1998. Reabsorbsi albumin menginduksi sitokin proinflamasi dan profibrogenik.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, induksi infiltrasi lekosit, dan hipertensi sistemik.
Selain sebagai mediator hemodinamik yang menyebabkan hipertensi, angiotensin II juga menyebabkan pengambilanrekrutmen dan
proliferasi sel mononuklear. Pengambilan dan proliferasi sel monosit bersirkulasi menyebabkan penumpukan makrofag di jaringan. Pengaturan
akumulasi makrofag di jaringan ini diperankan oleh sitokin MIF Lan, 2008. Hal ini menstimulasi migrasi sel sel imunokompeten limfosit dan
makrofag ke dalam interstisial ginjal Ruster dan Wolf, 2006. Penarikan sel-sel inflamasi ke glomerulus dan tubulointerstisium berperan penting
dalam proteinuria persisten dan hipertensi. Peningkatan level angiotensin II dapat menyebabkan hipertensi dan berkontribusi terhadap progresivitas
penyakit ginjal dengan cara menstimulasi inflamasi dan fibrosis ginjal Wolf et al., 2003.
Angiotensin II memperantarai akumulasi makrofag dan sel T melalui MIF Rice et al., 2003. Model tikus percobaan dengan hipertensi
menunjukkan peningkatan ekspresi MIF 44,9 ± 22,6 dan sebaliknya, blokade angiotensin II dengan antagonis AT
1
R Irbesartan menunjukkan penurunan ekspresi MIF pada glomerulus dan tubulus 2,8 ± 2,4. Efek
angiotensin II pada AT
2
R umumnya bekerja kontradiksi dibandingkan efek pada AT
1
R Carey dan Siragy, 2003. Peningkatan ekspresi MIF berkorelasi dengan peningkatan makrofag atau sel T. Hal ini mendukung
peran angiotensin II dalam menstimulasi kerusakan ginjal melalui MIF.
Universitas Sumatera Utara
Produksi sistemik ataupun lokal angiotensin II dan MIF penting dalam perkembangan kerusakan ginjal. Pembentukan lokal angiotensin II
oleh sel mesangial ataupun makrofag setelah suatu kerusakan ginjal menyebabkan sekresi MIF dari sel epitel tubulus kemudian meningkatkan
aktivasi makrofag dan sel T yang akan meningkatkan kerusakan ginjal lebih lanjut, sedangkan, angiotensin II sistemik lebih berperan dalam hal
kerusakan ginjal melalui efek hipertensi seperti yang ditunjukkan dalam binatang coba dengan hipertensi one clip Goldblatt hypertension. Hal ini
menyebabkan ekspresi MIF meningkat pada ginjal Rice et al., 2003. Walaupun studi genetik belum menemukan kaitan kausalitas antara
plasma angiotensin II dan sekuens asam amino pada model tikus hipertensi Hubner et al., 1999, namun angiotensin II berkaitan dengan
peningkatan aktivasi NFkB dan AP-1Ruiz-Ortega et al., 2001. Kedua kompleks protein yang merupakan faktor transkripsi ini, menjadi dasar
bagi para ilmuwan menerangkan peranan angiotensin II pada ekspresi gen sitokin.
Ekspresi gen MIF pada manusia diatur oleh angiotensin II melalui regio promoter. Lokasi ini mempunyai sekuensial ikatan DNA untuk faktor
transkripsi seperti NFkB dan AP-1. Induksi angiotensin II terhadap faktor transkripsi menyebabkan peningkatan ekspresi MIF Sun et al., 2004 dan
berperan pada perkembangan hipertensi Busche et al.,2001. Konsekuensi klinis hal ini adalah peningkatan angiotensin II memengaruhi
peningkatan tekanan darah dan memengaruhi peningkatan MIF.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6 MIF dan Sensitivitas Glukokortikoid