Semiotika Ferdinand de Saussure

adalah tanpa motif, artinya semena dalam kaitannya dengan petanda karena penanda tidak memilikiikatan alami apapun dengan petanda di dalam kenyataan. Penanda yang haekatnya auditif, berlangsung dalam waktu dan memiliki ciri- ciri yang sama dengan waktu; a ia mengisi masa tertentu dalam waktu, dan b masa ukur dalam suatu dimensi, yaitu sebuah garis. Prinsip ini gamblang, tetapi nampaknya orang selalu lalai menyebutkannya, kemungkinan karena prinsip ini terlalu sederhana, padahal prinsip ini mendasar dan konsekuensinya tak terhitung, kepentingannya sama dengan prinsip pertama. 30

D. Kekerasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasannya yang kuat, meskipun sering lebih mencerminkan bentuk ketakutan dari pada ancaman riil. Apa yang ditakutkan ialah skenario penularan kekerasan dalam media menjadi kekerasan sosial riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap represif masyarakat, alat penegak hukum. Politikus sering mengeksploitasi perasaan tidak aman untuk kepentingannya. Ketika kekerasan dalam media berfungsi seperti nilai barang, ia digunakan menjadi alat untuk menormalisir situasi, 30 Ferdinand de Saussure, Pengantar Linguist ik Umum Yogyakart a: Gadjah M ada Universit y Press, 1988 h. 148-151. sarana untuk memecah belah, dan alat efektif untuk demoralisasi individu atau kelompok tertentu. Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada tahun 1995, seperti dikutip oleh Sophie Jehel, ada tiga kesimpulan menarik yang perlu mendapat perhatian serius: pertama, mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif; kedua, memperlihatkan secara berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban; ketiga, tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa, betapa berbahayanya dunia. Masalah representasi kekerasan dalam media berlangsung dalam hubungan segi tiga, yaitu produktor, penerima, dan instansi regulasi. Instansi produksi adalah para pencipta, pengarang, saluran televisi, rumah produksi, dan studio. Para pelaku dari instansi produksi ini biasanya lebih menuntut hak kebebasan berekspresi dan lebih menginginkan regulasi diri. Sedapat mungkin campur tangan negara atau regulasi dari luar dihindarkan. Sedangkan, instansi penerima bisa pemirsa, pembaca, pendengar, pengguna, dan bisa juga asosiasi perlindungan konsumen, kelompok terorganisir lainnya pers khusus, sekolah, peneliti, asosiasi psikiater atau psikolog, dan organisasi kesehatan. Kelompok ini tidak otomatis menyetujui regulasi oleh negara. Mereka sering terombang-ambing antara menyetujui pelarangan kekerasan dalam media dan yang lebih longgar demi kreativitas dan hiburan. Akhirnya, instansi regulasi negara berkepentingan menjaga keseimbangan antara kepentingan instansi produksi dan instansi penerima sehingga hak akan informasi dan sekaligus kebebasan berekspresi dijamin. 31 1. Teori-Teori Kekerasan