Kemitraan antara Usaha Kecil Menengah (UKM) Kerajinan Kayu dan Kulit Kayu dengan Perum Perhutani KPH Bogor

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang potensial untuk menopang perekonomian nasional. Usaha Kecil Menengah telah memberikan sumbangan yang nyata dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dalam bentuk penciptaan lapangan kerja. UKM dapat memanfaatkan dan membantu mengolah berbagai sumberdaya alam maupun hutan yang potensial di suatu daerah yang belum diolah secara komersial. Hal ini berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.

Seperti halnya UKM kerajinan yang memiliki sifat usaha padat karya yang memiliki prospek usaha yang baik sehingga memiliki peranan yang penting dalam penyediaan kesempatan usaha, lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, maupun peningkatan ekspor yang akhirnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Usaha kerajinan yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku memiliki potensi pasar yang besar untuk produk kerajinan baik untuk pasar lokal maupun ekspor. Selain itu, pada proses produksinya mudah diolah dan dapat dikerjakan dengan teknologi sederhana. Dengan pengembangan usaha kerajinan dapat mengembangkan jiwa kreatif masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya yang tidak produktif, kemudian mengolahnya menjadi produktif dan bernilai jual tinggi, dimana banyak sisa-sisa (limbah) dari kegiatan ekonomi masyarakat yang belum dimanfaatkan, contohnya limbah kayu.

Bahan baku kayu bagi industri atau usaha kerajinan dapat dikatakan hampir tidak mempunyai batasan jenis dan ukuran, bahkan limbah kayu juga dapat dimanfaatkan, sehingga secara nasional pengembangan usaha ini akan memberikan dampak positif pula terhadap kenaikan efisiensi sumberdaya alam lokal, yakni efisiensi pemanfaatan hasil hutan berupa kayu. Sehingga UKM kerajinan kayu perlu mendapat perhatian dalam pengembangannya baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya, karena dalam realitanya UKM kerajinan masih banyak


(2)

yang belum berdaya, baik keterbatasan modal, rendahnya teknologi dan keterlampilan maupun terbatasnya akses pasar yang menyebabkan sulitnya sektor usaha kecil menengah untuk berkembang.

Salah satu instrumen untuk mendorong pengembangan usaha kecil kerajinan kayu melalui kemitraan. Kemitraan adalah hubungan antara pihak-pihak yang bermitra yang didasarkan pada ikatan yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergis. Upaya kerjasama dengan perusahaan yang berskala lebih besar tentunya dapat memberikan nilai tambah bagi pengrajin.

Konsep kemitraan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengembangkan usaha kecil dan mengatasi ketimpangan ekonomi antara usaha skala besar (perusahaan) dengan usaha skala kecil (pengrajin). Adanya kebutuhan yang saling mengisi memungkinkan terciptanya harmonisasi dalam kemitraan yang pada akhirnya akan menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu akan dikaji hubungan kemitraan yang dilakukan oleh UKM kerajinan kayu, yakni kemitraan antara UKM kerajinan kayu dengan Perum Perhutani KPH Bogor.

Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada dasarnya mempunyai kewajiban untuk melaksanakan program kemitraan sejalan dengan tujuan dan peraturan pemerintah dalam program kemitraan, yang juga disesuaikan dengan misi dan visi perusahaan. Program Kemitraan di Perum Perhutani pada dasarnya memprioritaskan usaha kecil yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang kehutanan. Program kemitraan merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN yang diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman modal kerja secara bergulir kepada pengrajin atau kelompok tani.

Dalam rangka mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kerakyatan serta terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan pemberdayaan masyarakat, perlu ditingkatkan partisipasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberdayakan dan mengembangkan kondisi ekonomi tersebut melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil.

Komitmen yang kuat serta kesiapan diantara pihak-pihak yang bermitra dibutuhkan dalam hubungan kemitraan, sehingga suatu usaha dapat mengalami


(3)

peningkatan. Hubungan kerjasama dengan kemitraan dapat berjalan efektif sepanjang masing-masing pihak mempunyai komitmen kemitraan. Kemajuan suatu usaha kecil atau menengah dapat terlihat jika pengusaha kecil tersebut juga aktif dalam memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan atas kegiatan kemitraan dengan semaksimal mungkin untuk dapat memperkuat dirinya, sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri bedasarkan prinsip yang saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.

Kemitraan ini akan dirasa manfaatnya, apabila sesuai dengan prinsipnya. Adanya manfaat dalam kemitraan ini dapat menjadi motivasi dan dorongan bagi para anggotanya atau pihak yang bermitra untuk terus meningkatkan partisipasinya dalam kemitraan. Sebaliknya jika kemitraan itu tidak memberikan manfaat atau keuntungan, maka besar kemungkinan para anggotanya tidak bersedia melanjutkan kemitraan. Hal ini menarik untuk dikaji, bagaimana hubungan kemitraan yang telah dijalin selama ini, dan apakah telah memberikan manfaat atau keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra khususnya pada usaha kerajinan mitraan.

1.2Perumusan Masalah

Kemitraan menyangkut hubungan antara pemberi pekerjaan dengan penerima kerja. Dengan hubungan yang demikian, maka pemberi kerja dapat berlaku sebagai pemberi kepercayaan atau principal, sedangkan penerima kerja yang membuat keputusan atas nama dan akan mempengaruhi principal dapat

dikategorikan sebagai ‘anak buah’ atau agent.

Hubungan Kemitraan tidak lain adalah hubungan principal-agent. Dalam hal ini Perum Perhutani bertindak sebagai principal, sedangkan UKM kerajinan sebagai agent. Hubungan principal-agent yang efisien menjadi sesuatu yang kompleks untuk dipecahkan, karena munculnya ketidaksepadanan informasi (asymmetric information). Asymmetric information muncul karena pada umumnya pihak agent menguasai informasi yang lebih dari principal tentang keragaan (work effort) yang ada pada dirinya. Sehingga pada kondisi demikian menyebabkan principal menghadapi dua resiko, yaitu ; untuk kondisi sebelum kontrak dibuat (ex ante), terdapat resiko salah memilih agent yang sesuai dengan keinginannya (adverse selection of risk). Kedua, pada kondisi setelah kontrak


(4)

disepakati (ex post) dapat terjadi resiko agent ingkar janji (moral hazard), sehingga hak-hak dan kewajiban agent dalam menjalankan kemitraan menjadi rancu karena tidak terpenuhi. Asymmetric information dapat memunculkan resiko biaya transaksi yang tinggi. Hubungan principal-agent akan efisien apabila tingkat harapan keuntungan (reward) kedua belah pihak seimbang dengan korbanan masing-masing, serta biaya transaksi (transaction costs) dapat diminimalkan sehubungan dengan pembuatan kontrak-kontrak atau kesepakatan-kesepakatan (contractual arrangement) (Rodgers 1994, diacu dalam Nugroho 2002).

Sehingga dari permasalahan tersebut didapat pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskan, sebagai berikut :

1. Bagaimana kriteria pemilihan calon mitra yang dilakukan?

2. Apa sajakah hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra?

3. Bagaimana implementasi hak dan kewajiban tersebut dipenuhi oleh masing-masing pihak?

4. Berapa besar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kontrak? 5. Apakah kemitraan yang dilakukan menguntungkan kedua belah pihak?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kriteria pemilihan calon mitra UKM kerajinan kayu yang dilakukan oleh pihak Perum Perhutani

2. Memahami hak dan kewajiban UKM kerajinan kayu mitra dan pihak Perum Perhutani KPH Bogor serta implementasinya dalam menjalankan kemitraan 3. Mengetahui besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan oleh masing-masing

pihak

4. Mengetahui pendapatan bagi usaha pengrajin kayu mitra

1.4Manfaat Penelitian


(5)

1. Sebagai bahan referensi maupun informasi bagi masyarakat maupun peneliti dalam melakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan UKM-UKM kerajinan, juga bagi pihak terkait dalam rangka pengembangan kemitraan. 2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi Perum Perhutani KPH Bogor

untuk terus meningkatkan hubungan kerjasama yang baik dengan UKM pengrajin kayu dalam kegiatan kemitraan.

3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait mengenai pelaksanaan kemitraan UKM kerajinan dalam upaya pengembangannya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Bertitik tolak pada permasalahan dan tujuan penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ini, yaitu : analisis kemitraan dibatasi hanya pada hubungan kemitraan dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang terjalin antara UKM-UKM di bidang kerajinan kayu yang bermitra dengan Perum Perhutani KPH Bogor dengan bahasan yang terdiri atas pembentukan kemitraan, pelaksanaan serta manfaat/keuntungan bagi pihak-pihak yang bermitra. Usaha bidang kerajinan kayu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerajinan yang menghasilkan produk-produk souvenir, barang seni atau pajangan (handycraft) dengan bahan baku berupa kayu dan kulit kayu.


(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Usaha Kecil Menengah

Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan usaha yang berdiri sendiri. Kriteria usaha kecil menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 adalah sebagai berikut: (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah), (3) Milik Warga Negara Indonesia (4) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, dan (5) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2.2 Konsep Kemitraan 2.2.1 Definisi Kemitraan

Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Pasal 1 mengenai kemitraan, Kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha yang lebih besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan.

Kemitraan adalah hubungan biasa antara usaha besar dengan usaha kecil diserati bantuan pembinaan berupa peningkatan sumberdaya manusia, peningkatan pemasaran, peningkatan teknik produksi, peningkatan modal kerja dan peningkatan kredit perbankan (Supeno 1996, diacu dalam Simanjuntak 2005).


(7)

2.2.2 Latar Belakang Kemitraan

Menurut Tambunan (1996), diacu dalam Putro (2008), penyebab timbulnya kemitraan di Indonesia ada dua macam, sebagai berikut :

1. Kemitraan yang didorong oleh pemerintah. Dalam hal ini kemitraan timbul menjadi isu penting karena telah disadari bahwa pembangunan ekonomi selama ini selain meningkatkan pendapatan nasional perkapita juga telah memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial ditengah masyarakat, antara usaha besar dengan usaha kecil.

2. Kemitraan yang muncul dan berkembang secara alamiah. Kemitraan antara unit usaha terjadi secara alamiah disebabkan keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat fleksibilitas untuk meningkatkan keuntungan.

Adapun latar belakang timbulnya kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, sebagai berikut :

1. Latar belakang pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil antar lain ; a. Adanya imbauan pemerintah tentang kemitraan pengusaha besar dengan

pengusaha kecil atau petani yang direalisasikan melalui Undang-Undang Perindustrian Nomor 5 Tahun 1981 dan SK Menteri Keuangan No. 316. b. Adanya Imbauan bisnis (ekonomi) dimana pengusaha besar yang bermitra

lebih diuntungkan daripada mengerjakan sendiri.

c. Tanggung jawab sosial, kepedulian dari pengusaha besar untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat sekitar.

2. Latar belakang pengusaha kecil bermitra dengan pengusaha besar, yaitu ; a. Adanya jaminan pasar yang pasti

b. Mengharapkan adanya bantuan dalam hal pembinaan, permodalan dan pemasaran.

c. Kewajiban untuk bermitra dengan pengusaha besar

d. Kerjasama dengan pengusaha besar akan lebih menguntungkan, baik dari segi harga, jumlah dan kepastian, maupun dari segi promosi (Soetardjo 1994, diacu dalam Fadloli 2005).


(8)

2.2.3 Maksud dan Tujuan Kemitraan

Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang terpenting adalah posisi tawar-menawar yang setara bedasarkan peran masing-masing. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan sebagai berikut :

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat 2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan.

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil. 4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan

5. Memperluas lapangan pekerjaan (Hafsah, 2000)

Menurut Supeno (1996), diacu dalam Simanjuntak (2005) tujuan kemitraan bedasarkan pendekatan kultural adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha, antara lain : perluasan wawasan, kreatifitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan manajerial, bekerja atas dasar perencanaan, dan berwawasan kedepan.

Dalam rangka kemitraan, tugas penting yang diemban pengusaha besar adalah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia dan teknologi. Sedangkan tugas utama pengusaha kecil antara lain adalah memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan tersebut semaksimal mungkin untuk memperkuat dirinya sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri (Rahmana 2008).

2.2.4 Pendekatan Dalam Hubungan Kemitraan

Dalam mempelajari teori kemitraan, dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu : (1) Pendekatan hubungan yang memberi kepercayaan (principal) dan yang menerima kepercayaan (agent) atau secara umum disebut Principal-agent relationship dan (2) Pendekatan teori kemitraan positif (positif theory of agency). Jansen (1983), diacu dalam Nugroho (2003) menjelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan Principal-agent relationship, umumnya berkonsentrasi pada pemodelan pengaruh tiga faktor dalam kontrak yang berinteraksi didalam hubungan hirarkis antara principal-agent; (1) Struktur preferensi dari


(9)

pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak, (2) Masalah-masalah ketidakpastian (3) Struktur organisasi yang ada. Perhatian utama pembahasan ditujukan kepada (1) Pembagian resiko (risk sharing) diantara pelaku, (2) Bentuk kontrak yang optimal antara principal dan agent, dan (3) Keseimbangan kesejahteraan antar pelaku sebagai pengaruh ada atau tidaknya biaya transaksi.

2. Pendekatan positive theory of agency. Umumnya berkonsentrasi pada pemodelan pengaruh adanya (1) Tambahan aspek pada kontrak, (2) Teknologi dalam ikatan dan pengawasan kontrak, dan (3) Bentuk organisasi yang ada. Perhatian utama pembahasannya meliputi: (1) Intensitas permodalan, (2) Tingkat spesialisasi aset dan (3) Pasar tenaga kerja internal dan eksternal yang berpengaruh pada kontrak.

2.2.5 Hubungan Principal-Agent

Menurut Nugroho (2002), kemitraan menyangkut hubungan antara pemberi pekerjaan dengan penerima kerja. Dengan hubungan yang demikian, maka pemberi kerja dapat berlaku sebagai pemberi kepercayaan atau principal, sedangkan penerima kerja yang membuat keputusan atas nama dan akan

mempengaruhi principal dapat dikategorikan sebagai ‘anak buah’ atau agent.

Hubungan Kemitraan tidak lain adalah hubungan principal-agent. Hubungan

principal-agent yang efisien menjadi sesuatu yang kompleks untuk dipecahkan, karena munculnya asymmetric information dan sangat ditentukan oleh derajat penolakan terhadap resiko (risk aversion) diantara pelaku. Asymetric information

muncul karena muncul karena pada umumnya pihak agent menguasai informasi yang lebih dari principal tentang keragaan (work effort) yang ada pada dirinya. Pada kondisi demikian maka principal menghadapi dua resiko, yaitu resiko salah memilih agent yang sesuai dengan keinginannya (adverse selection of risk) pada kondisi sebelum kontrak dibuat (ex ante), dan resiko agent ingkar janji (moral hazard) pada kondisi setelah kontrak disepakati (ex post).

Hubungan principal-agent akan efisien apabila tingkat harapan keuntungan (reward) kedua belah pihak seimbang dengan korbanan masing-masing, dan biaya transaksi (transaction costs) sehubungan dengan pembuatan


(10)

kontrak-kontrak atau kesepakatan-kesepakatan (contractual arrangement) dapat diminimalkan (Rodgers 1994, diacu dalam Nugroho 2002).

2.2.6 Azas Kemitraan

Azas kemitraan adalah sebagai berikut :

1. Saling memerlukan, dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampung hasil dan bimbingan. 2. Saling memperkuat, dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan

mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis sehingga akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya.

3. Saling menguntungkan, yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.

2.3 Analisis Pendapatan 2.3.1 Pendapatan Produksi

Analisis pendapatan produksi memiliki kegunaan bagi pengrajin atau pemilik faktor produksi. Bagi pengrajin, analisis pendapatan dapat memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahanya berhasil atau tidak. Dalam melakukan analisis pendapatan diperlukan dua data pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan produksi adalah total nilai produk yang dihasilkan, yaitu hasil perkalian dari jumlah fisik produk dengan harga jual. Sedangkan pengeluaran atau biaya produksi adalah semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam satu periode produksi.

2.3.2 Pengertian Biaya

Biaya adalah pengorbanan sumberdaya ekonomi yang dinyatakan dalam satuan moneter (uang), yang telah terjadi atau akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya menurut perilaku terhadap perubahan volume kegiatan dapat dibedakan kedalam 2 jenis, yaitu : (1) Biaya tetap, biaya yang jumlah totalnya tetap dalam satuan unit waktu tertentu, tetapi akan berubah per satuan unitnya jika volume


(11)

produksi per satuan waktu tersebut berubah. Biaya ini akan terus dikeluarkan walaupun tidak berproduksi. Misal depresiasi, bunga modal, pajak langsung, gaji dan lain sebagainya. (2) Biaya variabel, biaya yang per satuan unit produksinya tetap, tetapi akan berubah jumlah totalnya jika volume produksinya berubah. Biaya ini tidak diperlukan apabila tidak berproduksi. Misal upah borongan, bahan baku, pemeliharaan dan perbaikan alat dan lain sebagainya (Mulyadi 1990, diacu dalam Nugroho 2002).

Depresiasi atau penyusutan alat produksi yang dikategorikan sebagai biaya tetap terjadi karena lamanya pengaruh penggunaan (umur alat), sehingga pada suatu saat alat tersebut tidak dapat digunakan lagi atau tidak bernilai ekonomis. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode Garis Lurus dengan memperhitungkan nilai sisa ;

2.3.3 Biaya Transaksi

Biaya transaksi adalah biaya yang muncul ketika individu-individu mengadakan pertukaran hak-haknya dan saling ingin menegakan hak ekslusif yang dimilikinya (Rodgers 1994, diacu dalam Nugroho 2003).

Ostrom et al. (1993), diacu dalam Nugroho (2003) menjelaskan bahwa biaya transaksi, sebagai berikut :

1. Biaya koordinasi (coordination costs), biaya-biaya yang dikeluarkan untuk waktu, modal dan personil yang diinvestasikan dalam negosiasi, pengawasan dan penegakan kesepakatan diantara pelaku

2. Biaya informasi (information costs), biaya-biaya yang diperlukan untuk mencari dan mengorganisasi data, termasuk biaya atas kesalahan informasi sebagai akibat kesenjangan pengetahuan tentang variabel waktu dan tempat serta ilmu pengetahuan

3. Biaya strategi (strategic costs), biaya-biaya yang dikeluarkan sebagai akibat informasi, kekuasaan dan sumberdaya lainnya yang tidak sepadan diantara


(12)

pelaku, umumnya berupa pengeluaran untuk membiayai aktivitas free riding, rent seeking dan corruption.

Menurut Kuperan et al. (1998), diacu dalam Yogayanti (2005) mendefinisikan bahwa biaya transaksi meliputi biaya memperoleh informasi, biaya untuk membangun posisi tawar dan biaya menegakan keputusan yang telah dibuat. Biaya-biaya yang berhubungan dengan biaya kontrak dapat disebut sebagai biaya transaksi dan biaya negosiasi. Biaya transaksi kontrak dikategorikan ke dalam 3 hal, yaitu : (1) Biaya informasi (2) Biaya pengambilan keputusan dan (3) Biaya operasional (biaya monitoring, biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya distribusi sumberdaya). Sedangkan biaya negosiasi pada umunya hanya dibatasi oleh waktu yang digunakan principal dalam mencari agent.

Adapun investasi dapat diartikan sebagai korbanan sumberdaya ekonomi untuk melaksanakan suatu kegiatan (usaha) yang daripadanya diharapkan dapat mendatangkan manfaat (benefits) atau keuntungan (profits). Suatu investasi dikatakan mendatangkan manfaat atau menguntungkan apabila dari kegiatan yang dibiayai tersebut dapat mengembalikan seluruh korbanan sumberdaya ekonomi yang ditanamkan ditambah dengan keuntungan yang merupakan sisa hasil usaha (Nugroho 2010). Suatu usaha atau kegiatan investasi apapun bentuknya harus dapat menghasilkan keuntungan, paling tidak seluruh biaya yang dikeluarkan harus dapat diimbangi oleh manfaat yang diperoleh.


(13)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Perum Perhutani KPH Bogor yang bertempat di komplek perkantoran Pemda Cibinong Kabupaten Bogor. Sedangkan penelitian pada UKM kerajinan selaku mitra Perum Perhutani KPH Bogor dilakukan di wilayah Cibinong dan Parung Panjang Bogor. Penentuan tempat penelitian UKM dan perusahaan dilakukan secara sensus dengan pertimbangan bahwa Perum Perhutani KPH Bogor merupakan salah satu BUMN yang telah menjalankan program kemitraan dengan UKM kerajinan sebagai mitranya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2011.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data penunjang. Data primer, informasi mengenai hubungan kemitraan usaha kerajinan kayu serta data penerimaan dan pengeluaran usaha kerajinan yang diperoleh melalui wawancara dan diskusi dengan responden yang terkait dalam kemitraan dengan menggunakan panduan wawancara. Data sekunder, data gambaran umum Perum Perhutani dan profil UKM kerajinan yang bermitra dan juga yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang diperoleh melalui studi pustaka dan literatur dari berbagai lembaga atau instansi terkait seperti Perum Perhutani KPH Bogor, Dinas Koperasi UKM perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, Perpustakaan, dan lembaga terkait lainnya.

3.3Metode Pengambilan Responden

Responden di tingkat perusahaan diwakili oleh staf Perum Perhutani KPH Bogor yang berkaitan langsung dengan bagian program kemitraan, yaitu : Kepala Urusan PKBL, Fasilitator PKBL dan oleh beberapa Staf Bagian PKBL. Sedangkan di tingkat pengrajin yang menjadi responden adalah pemilik usaha kerajinan kayu yang telah melakukan kemitraan dengan Perum Perhutani KPH


(14)

Bogor. Penentuan responden dilakukan secara sensus. Responden pada UKM kerajinan kayu terbatas hanya pada 2 pemilik usaha kerajinan, karena terkait Perhutani KPH Bogor yang melaksanakan kemitraan pada UKM untuk dibidang kerajinan kayu sebanyak 2 UKM sebagai mitranya, yaitu : UKM Cheklie Art dan UKM kerajinan kulit kayu Barokah.

3.4Metode Analisis

3.4.1 Analisis Hubungan Kemitraan Perhutani dengan UKM Kerajinan Kayu Mitra

Untuk mengkaji hubungan kemitraan usaha pengrajin dengan Perum Perhutani, digunakan analisis deskriptif kualitatif didukung dengan data-data kuantitatif, dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan metodologi penelitian. Tabel 1 Metodologi Pengumpulan Data

No Variabel Indikator Metode Pengumpulan

Data

Metode Analisis

Data 1 Pemilihan

calon mitra

a. Kriteria-kriteria yang diberikan Perhutani untuk calon mitra

Pengumpulan dokumen

Analisis Deskriptif b. Cara penetapan calon

mitra

Teknik wawancara c. Prosedur calon mitra

untuk berkontrak

Pengumpulan dokumen d. Alasan dan tujuan

dilakukan kemitraan (pihak Perhutani dan UKM)

Teknik wawancara

2 Hak dan Kewajiban pihak-pihak yang bermitra

a. Hak dan kewajiban Perhutani

Pengumpulan dokumen

Analisis Deskriptif b. Hak dan kewajiban

UKM

Pengumpulan dokumen 3 Impelementasi

hak dan kewajiban

1) Implementasi hak dan kewajiban menurut Perhutani

Analisis Deskriptif

a. Prosedur menjalankan hak dan kewajiban

Pengumpulan dokumen


(15)

No Variabel Indikator Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data b. Pelanggaran kontrak

c. Kendala yang Dihadapi Teknik wawancara 2) Implementasi hubungan kemitraan menurut UKM

a. Bantuan yang diberikan Perhutani

Teknik wawancara b. Manfaat yang

diperoleh

Teknik wawancara c. Kendala dalam

bermitra dengan Perhutani

d. Kinerja Kemitraan

Teknik wawancara Teknik wawancara e. Sumber informasi

adanya program kemitraan Perhutani bagi UKM

Teknik wawancara

4 Biaya transaksi

1). Pihak Perhutani Analisis Biaya a. Biaya rekrutment Teknik

wawancara

b. Biaya pembuatan

kontrak

Teknik wawancara

c. Biaya menegakan

kontrak

Teknik wawancara

2). Pihak UKM

a. Biaya untuk bermitra Teknik wawancara

b. Biaya mengurus

kontrak

Teknik wawancara

c. Biaya pelaporan atas

kerjasama

Teknik wawancara

5 Keuntungan a. Jumlah produksi

(unit)

Teknik wawancara

Analisis Pendapatan b. Harga Jual (Rp/unit) Teknik

wawancara

c. Total biaya usaha(Rp) Teknik wawancara

d. Pendapatan (Rp) Teknik wawancara


(16)

3.4.2 Analisis Manfaat Kemitraan bagi Usaha Kerajinan

Analisis usaha kerajinan dilakukan untuk mengetahui manfaat dilaksanakannya kemitraan usaha kerajinan dengan perusahaan terhadap pendapatan usaha tersebut. Variabel yang dievaluasi adalah manfaat ekonomi, yakni pendapatan. Pendapatan usaha kerajinan dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan. Pendapatan usaha kerajinan diperoleh dari penerimaan produksi dikurangi dengan pengeluaran produksi. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual. Pengeluaran merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan pemilik usaha untuk produksi yang dihasilkan,

Secara matematis pendapatan produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1986, diacu dalam Rachmawati 2008) :

= TR – TC

= P.Q – TC Keterangan :

= Pendapatan produksi (Rp)

TR = Total penerimaan produksi kerajinan kayu yang diterima (Rp) TC = Total Biaya (Rp)

Q = Jumlah produksi (unit) P = Harga jual (Rp/unit)

Total Biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel yang diperlukan untuk berproduksi (biaya produksi). Biaya tetap dan biaya variabel paling sering digunakan karena cukup fleksibel untuk keperluan pengendalian biaya dan menghitung biaya, terutama biaya produksi (Nugroho 2002). Biaya produksi dalam penelitian ini terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Contoh Biaya variabel mencakup biaya bahan baku kayu, listrik dan upah langsung. Sedangkan contoh biaya tetap mencakup biaya depresiasi mesin dan peralatan, gaji dan pajak. Dalam penelitian ini, komponen biaya produksi tersebut disesuaikan dengan kondisi usaha kerajinan kayu.


(17)

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Profil Perum Perhutani

4.1.1 Visi Misi Perum Perhutani

Perum Perhutani adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk penyelenggaraan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya di Pulau Jawa. Visi perusahaan yaitu menjadi Pengelola Hutan Lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun misi perusahaan, sebagai berikut :

1. Mengelola sumberdaya hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari bedasarkan karakteristik wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) serta meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkungan, agroforestri, serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan secara berkelanjutan.

2. Membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya manusia perusahaan yang modern, profesional, dan handal, serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau koperasi petani hutan. 3. Mendukung dan turut berperan serta dalam pengembangan wilayah secara

regional dan nasional, serta memberikan kontribusi secara aktif dalam penyelesaian masalah lingkungan regional, nasional dan internasional. (SK Nomor:17/Kpts/Dir/2009 tanggal 9 Januari 2009).

4.1.2 Maksud dan Tujuan Perum Perhutani

Maksud adanya Perum Perhutani adalah, sebagai berikut :

1. Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan yang menghasilkan barang dan jasa bermutu tinggi dan memadai guna memenuhi hajat hidup orang banyak dan memupuk keuntungan.

2. Menyelenggarakan pengelolaan hutan sebagai ekosistem sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari aspek


(18)

ekologi, sosial, budaya dan ekonomi, bagi perusahaan dan masyarakat. Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional dengan berpedoman kepada rencana pengelolaan hutan yang disusun bedasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang kehutanan.

Adapun tujuan Perum Perhutani adalah turut serta membangun ekonomi nasional. Khususnya dalam rangka pelaksanaan program pembangunan nasional dibidang kehutanan (Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Perum Perhutani, 2010).

4.2 Profil Perum Perhutani KPH Bogor

Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor merupakan salah satu pengelola hutan di Pulau Jawa yang berada dalam lingkup Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) Unit III Jawa Barat, dengan kantor pusat berkedudukan di Jakarta. Sedangkan kantor KPH Bogor berada di kompleks perkantoran Pemda Cibinong Bogor.

Perum Perhutani KPH Bogor sebagai suatu unit manajemen memiliki tugas untuk melakukan pengusahaan hutan di wilayah kerjanya. Tugas pengusahaan hutan tersebut dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diarahkan untuk memperoleh manfaat sumber daya hutan dengan memperhatikan aspek kelestariannya, yaitu : kelola produksi, kelola sosial, dan kelola lingkungan. Adapun wilayah kerja Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) pada KPH Bogor meliputi lima wilayah BKPH yang terbagi kedalam 17 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). BKPH tersebut, yaitu : BKPH Bogor, BKPH Jasinga-Leuwiliang, BKPH Jonggol, BKPH Parung Panjang dan BKPH Ujung Karawang. Kegiatan pengusahaan hutan di KPH Bogor, meliputi : kegiatan penataan hutan, silvikultur, perlindungan dan pengamanan hutan, teresan, pembuatan dan pemeliharaan sarana jalan, pemanenan hasil hutan, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat, serta penelitian dan pengembangan. Kantor Perum Perhutani KPH Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.


(19)

Gambar 1 Kantor Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor.

4.2.1 Maksud dan Tujuan KPH Bogor

Maksud dan tujuan perusahaan adalah melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, dan dibidang kehutanan pada khususnya, sehingga memberikan manfaat yang optimal dengan fungsi hutannya, meliputi : fungsi konservasi, fungsi perlindungan dan fungsi produksi untuk mencapai keseimbangan dan kelestarian antatra manfaat ekologis, produksi, dan ekonomis maupun lingkungan sosial budaya.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, maka perusahaan melaksanakan kegiatan usaha, sebagai berikut :

1. Mengelola hutan sebagai ekosistem sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat sejalan dengan tujuan pengembangan wilayah

2. Melestarikan dan meningkatkan mutu sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup

3. Menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan yang menghasilkan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan memadai guna memenuhi hajat hidup orang banyak dan meningkatkan keuntungan

4. Usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan perusahaaan (Laporan Triwulan Perum Perhutani KPH Bogor, 2010).


(20)

4.2.2 Struktur Organisasi KPH Bogor

Sebagai suatu perusahaan, Perum Perhutani KPH Bogor memiliki struktur organisasi yang dikepalai oleh administratur serta wakil administratur yang membawahi bagian-bagian atau seksi-seksi dan subseksi. Program kemitraan terdapat bagian Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) pada seksi Pengelolaan SDHL dengan subseksi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dapat dilihat struktur organisasi Perum Perhutani KPH Bogor pada Lampiran 1.

4.2.3 Program Kemitraan Perum Perhutani KPH Bogor

Program kemitraan yang dijalankan oleh Perum Perhutani KPH Bogor berada dalam lingkup Pengelolaan Sumber Daya Hutan dan Lahan bagian kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Berdasarkan Ketentuan Umum Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 yang dimaksud dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. PHBM merupakan kebijakan perusahaan yang menjiwai strategi, struktur, dan budaya perusahaan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Jiwa yang terkandung dalam PHBM, yaitu : kesediaan perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan untuk berbagi dalam pengelolaan sumberdaya hutan sesuai kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian, dan keselarasan. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan.

Guna mendorong proses optimalisasi dan pengembangan PHBM, maka Perum Perhutani menjalin kemitraan dengan masyarakat desa hutan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat serta bertujuan agar masyarakat


(21)

berperan lebih aktif dalam membangun hutan. Untuk menjembatani komunikasi tersebut dengan masyarakat luas melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) guna mempercepat pemahaman implementasi PHBM KPH Bogor. Kerjasama yang dilakukan oleh KPH Bogor dengan LSM membantu pula dalam kegiatan pendampingan masyarakat desa hutan, diantaranya dengan LSM Bina Mitra yang ditempatkan di BKPH Leuwiliang dan BKPH Bogor. Sedangkan pada BKPH Ujung Karawang terdapat LSM Bismi dan LSM Kafera. Selain itu dibentuk suatu wadah yang dapat mewakili aspirasi yaitu suatu kelompok masyarakat Tani Hutan (KTH) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai mitra kerja dan mitra usaha yang sangat penting dalam kelembagaan PHBM.

Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) merupakan salah satu program dari kegiatan PHBM untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan berupa pinjaman untuk usaha kecil dan koperasi yang diperuntukan masyarakat desa hutan dengan bunga relatif kecil guna meningkatkan perekonomian. Program PUKK ini disalurkan dengan cara memberikan bantuan modal bagi masyarakat desa hutan. PUKK di KPH Bogor telah dilaksanakan dari tahun 1991 sampai dengan saat ini dengan membina suatu bentuk usaha, yaitu : koperasi, badan usaha, usaha perorangan dan lembaga ekonomi masyarakat. Pada tahun 2006, bedasarkan SK Kementrian BUMN Nomor 236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan, program PUKK berganti menjadi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang disingkat PKBL. PKBL adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri serta pemberdayaan kondisi sosial ekonomi masyarakat melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Perum Perhutani. Adapun maksud dan tujuan dari Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan Perum Perhutani adalah untuk memberdayakan dan meningkatkan usaha kecil masyarakat, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan usaha kecil milik pihak yang berkepentingan (stakeholder) perhutanan agar lebih tangguh dan mandiri.


(22)

4.3 Profil UKM Kerajinan Kayu Cheklie Art

Usaha Kecil Menengah (UKM) Cheklie Art merupakan UKM yang menjadi mitra binaan Perum Perhutani KPH Bogor yang berjalan sampai dengan saat ini. Cheklie Art yang dulu bernama CV. Marga Yasa Arta ialah sebuah Usaha Kecil Menengah yang bergerak dalam bidang kerajinan dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakunya. Bidang kerajinan yang dimaksud yaitu kerajinan yang menghasilkan produk-produk souvenir, barang seni (pajangan) atau

handycraft. UKM ini didirikan sejak tahun 1991 yang saat ini berlokasi di komplek perumahan Villa Bogor Indah Cibinong Bogor. Usaha ini dimulai dan didirikan oleh Bapak Budi Prasetyo selaku pemilik. Berawal dengan modal sebesar satu juta rupiah, pemilik UKM ini mendirikan usahanya dimulai dengan membuat lampu hias berbahan baku kayu. Pemilik usaha ini merasa bahwa usaha kerajinan kayu memiliki daya tarik sendiri dan dinilai cukup menguntungkan, khususnya melihat kebutuhan pasar dan selera pasar akan kerajinan kayu yang cukup besar. Sehingga dengan ketekunan dan kreativitas yang dijalani untuk usahanya, dengan mengumpulkan berbagai informasi akan selera pasar serta rajin mengikutsertakan usahanya dalam pameran-pameran kerajinan, usahanya semakin berkembang. Saat ini UKM Cheklie Art memperkerjakan 13 orang pegawai, dengan 4 orang tenaga ahli dan 9 tenaga pembantu. Empat pegawai diantaranya ialah orang-orang yang memiliki cacat fisik. Sejalan dengan tujuan mendirikan usaha ini yang bersifat sosial, yaitu membuka lapangan kerja serta ikut memperbaiki ekonomi masyarakat kecil, maka pemilik UKM ini bekerjasama pula dengan Dinas Sosial (Dinsos) dengan memperkerjakan orang-orang cacat tersebut.

Dilihat dari sisi fungsi produk kerajinan kayu, produk UKM ini dibedakan menjadi barang seni (pajangan) dan barang seni fungsional untuk perabotan rumah tangga. Adapun macam bentuk produk kerajinan kayu yang dihasilkan, antara lain : tempat pulpen, tatakan gelas, baki, asbak, cermin gantung, frame kayu, lampu kayu, tempat tisu, tempat perhiasan, tempat surat, dan lain sebagainya (Lampiran 11). Berikut ini Gambar 2 yang menunjukkan produk yang dihasilkan di tempat UKM Cheklie Art.


(23)

Gambar 2 Produk kerajinan kayu UKM Cheklie Art.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan berbagai macam jenis produk kerajinan kayu usaha ini adalah kayu jati dan mahoni. Sumber bahan baku tersebut didapatkan dengan bekerjasama dengan Perum Perhutani KPH Kendal, Jawa Tengah yang bahan bakunya berasal dari daerah Pekalongan dan Batang. Adapun bahan pembantu dan alat pendukung lainnya, yaitu : semir, pewarna, bor duduk, paku tembak, kompresor, chainsaw, mesin amplas, planner, planner siku, gergaji, rotter dan spragan. Pembuatan kerajinan kayu merupakan hasil kerajinan yang mempunyai kandungan seni dan fungsional karena gabungan dari proses mekanik (pemotongan dan pemolaan kayu) dan pengerjaan seni (pembentukan produk jadi secara manual maupun dengan mesin). Dalam proses pembuatannya dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : pemotongan kayu gelondongan, pemotongan kayu sesuai dengan ukuran model produk dengan alat planner, pembentukan model-model produk dengan alat rotter, perakitan dengan paku tembak, pengukiran (pembentukan produk jadi), pengamplasan, pewarnaan, dan

finishing.

Produk yang dihasilkan bedasarkan target bulanan dan disesuaikan juga bedasarkan pesanan. UKM ini memproduksi sebanyak 700 unit produk per bulan. Apabila ada pesanan, maka penetapan harga disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang akan dikerjakan serta bahan baku kayu yang dipesan oleh para konsumen. Harga produk berkisar antara Rp. 50.000 sampai dengan Rp. 1.000.000. Produk


(24)

tersebut dipasarkan ke berbagai kota besar, antara lain : Bogor, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan Pulau Bali.

Saat ini UKM Cheklie Art semakin berkembang karena selain telah dapat mengekspor produknya ke beberapa negara, UKM ini pun telah banyak menjalin kemitraan dengan perusahaan-perusahaan selain Perum Perhutani, seperti Ovalindo, Mirota, Batik Keris, dan Sarinah.

4.4 Profil UKM Kerajinan Kulit Kayu Barokah

Usaha Kecil Menengah kerajinan kulit kayu Barokah merupakan UKM yang menjadi Mitra Binaan Perum Perhutani KPH Bogor yang menggunakan kulit kayu akasia sebagai bahan baku untuk produknya. Usaha ini didirikan sejak tahun 1999 sampai dengan saat ini yang berlokasi di Kecamatan Tenjo, Desa Babakan Parung Panjang Bogor. UKM Barokah ini masuk ke dalam wilayah BKPH Parung Panjang KPH Bogor.

Usaha ini dimulai dan didirikan oleh Bapak Supriyadi selaku pemilik. Pada awalnya usaha ini berdiri, pemilik UKM ini bekerja pada suatu usaha kerajinan bambu yang memproduksi barang-barang kerajinan berupa pot-pot bunga. Karena usaha tersebut dirasa memiliki prospek yang cukup baik, maka pemilk UKM mencoba untuk memproduksi sendiri barang-barang kerajinan tetapi dengan berbahan baku kulit kayu. Dengan modal awal sebesar satu juta rupiah, pengrajin ini memulai menjalankan usahanya tersebut dan tidak lagi menjadi pegawai, tetapi pemilik usaha kerajinan. UKM ini semakin berkembang setelah menjadi Mitra Binaan dari Perum Perhutani KPH Bogor.

Tujuan didirikannya UKM ini, selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, juga dapat membantu perekonomian masyarakat desa sekitar untuk mengurangi pengangguran dengan membuka lahan kerja. Saat ini terdapat 15 pegawai yang dipekerjakan. Produk yang dihasilkan berupa pot-pot untuk bunga kering, keranjang-keranjang dan tempat tisu (Lampiran 11). Contoh produk yang dihasilkan UKM kerajinan kulit kayu Barokah dapat dilihat pada Gambar 3.


(25)

Gambar 3 Produk kerajinan kulit kayu UKM Barokah.

Usaha ini setiap bulan dapat memproduksi sampai 3000 unit produk. Produk yang dihasilkan ini bedasarkan target maupun pesanan. Penetapan harga produk berkisar mulai dari Rp. 2000 sampai dengan Rp. 15000. Apabila terdapat pesanan dari toko, penetapan harga tergantung dari negosiasi. Produk kerajinan kulit kayu ini dipasarkan ke berbagai kota, yaitu : Jakarta, Surabaya, Semarang, Jambi dan Padang.

Bahan baku kayu yang digunakan adalah kulit kayu akasia. Sumber bahan baku didapatkan dari kayu-kayu produksi Perum Perhutani KPH Bogor pada wilayah BKPH Parung Panjang. Dengan mengolah limbah kayu berupa kulit kayu dari kegiatan ekonomi masyarakat yang belum dimanfaatkan, pengrajin UKM Barokah ini dapat menjadikan sumberdaya yang tidak produktif menjadi produktif dan dapat bernilai jual lebih tinggi. Adapun bahan dan alat pendukung untuk memproduksi barang kerajinan tersebut, antara lain : palu, golok, pisau, gergaji, paku tembak, mesin blower, dan mesin gergaji. Dalam pembuatannya termasuk pengerjaan seni tradisional, yaitu : pembentukan produk jadi secara manual yang juga merupakan hasil kerajinan yang mempunyai kandungan seni dan fungsional.


(26)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Kemitraan Antara Perum Perhutani KPH Bogor dengan UKM Kerajinan Kayu

5.1.1 Program Kemitraan Usaha Kecil Menengah

Perum Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengemban tugas sosial untuk turut serta dalam meningkatkan kondisi ekonomi, sosial masyarakat dan lingkungan selain tugas utama untuk memperoleh laba perusahaan. Bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1983, pemerintah mengamanatkan BUMN untuk turut serta membantu pengembangan usaha kecil. Pengembangan dan pemberdayaan usaha kecil yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang mandiri, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, serta pemerataan pendapatan. Pengembangan usaha kecil tersebut diantaranya dilakukan melalui bentuk kemitraan, baik dalam bentuk antar perorangan maupun badan usaha koperasi. Sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 3 tahun 1983 tersebut dan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masyarakat, terbit Keputusan Menteri BUMN tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL).

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) adalah salah satu wujud tanggung jawab sosial Perum Perhutani yang merupakan program kemitraan dengan tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kondisi ekonomi, sosial masyarakat dan lingkungan sekitarnya dengan sasaran utama berupa peningkatan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari penyisihan laba BUMN maksimal 2%. Bentuk implementasi program PKBL berupa bantuan pinjaman modal usaha atau modal kerja dan bantuan hibah (program bina lingkungan) kepada Mitra Binaan yang utamanya yang diberikan kepada desa atau masyarakat desa yang telah melakukan kerjasama PHBM dengan Perum Perhutani, masyarakat desa sekitar hutan, usaha perorangan (pengrajin dan petani), koperasi, dan lain-lain masyarakat yang sudah mempunyai usaha dan berada di dalam kawasan hutan atau masuk wilayah BKPH


(27)

dan masyarakat yang berada di luar kawasan hutan seperti masyarakat perkotaan yang sudah memiliki usaha.

Program Kemitraan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani KPH Bogor, yaitu : pemberian pinjaman modal usaha kepada Mitra Binaan baik perorangan, koperasi karyawan, koperasi non karyawan, Kelompok Tani Hutan (KTH) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang diprioritaskan kepada mitra yang mempunyai jenis usaha yang berkaitan dengan kehutanan dan telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun serta mempunyai prospek usaha untuk dikembangkan. Jangka waktu pinjaman 3 tahun dengan bunga maksimal 12 % per tahun dengan sistim perhitungan bunga efektif.

Hubungan kemitraan antara Perum Perhutani KPH Bogor dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) di bidang kerajinan kayu telah dilaksanakan sejak program PUKK berlangsung. Mitra Binaan KPH Bogor tersebut sangat terbatas untuk usaha kecil kerajinan yang menggunakan bahan baku kayu. UKM di bidang kerajinan kayu yang telah menjadi mitra binaan KPH Bogor sampai dengan saat ini sebanyak 2 usaha, yaitu : UKM Cheklie Art dan UKM kulit kayu Barokah. UKM Cheklie Art yang menggunakan kayu sebagai bahan bakunya ini merupakan usaha yang telah berbadan hukum (CV), sedangkan UKM Barokah merupakan usaha perorangan. UKM Barokah menggunakan bahan baku kulit kayu akasia yang diproduksi Perum Perhutani KPH Bogor pada wilayah tempat memproduksi kerajinan di BKPH Parung Panjang.

Alasan dan tujuan dilakukannya kemitraan oleh KPH Bogor bedasarkan Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 384/Kpts/Dir/2006 tentang Pedoman Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan adalah untuk memberdayakan dan meningkatkan usaha kecil masyarakat dan usaha kecil milik pihak yang berkepentingan (stakeholder) agar lebih tangguh dan mandiri. Sedangkan bagi pengusaha kecil kerajinan, yang mendasari untuk melakukan kemitraan adalah agar usahanya dapat terus berkembang dengan bantuan dana pinjaman serta ingin diikutsertakan pada pameran-pameran yang ada melalui Perum Perhutani sehingga diharapkan akan meningkatkan pendapatan atas usaha yang telah dijalani. Latar Belakang pengusaha besar (Perum Perhutani) untuk bermitra dengan pengusaha kecil karena adanya imbauan pemerintah tentang kemitraan


(28)

pengusaha besar dengan pengusaha kecil atau pengrajin yang direalisasikan melalui Undang-Undang Perindustrian Nomor 5 tahun 1981 dan SK Menteri Keuangan Nomor 316 Tahun 1994. Selain adanya imbauan bisnis (ekonomi), adanya tanggung jawab sosial berupa kepedulian dari pengusaha besar untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat sekitar. Adapun latar belakang pengusaha kecil bermitra dengan pengusaha besar, yaitu : selain berkewajiban untuk bermitra dengan pengusaha besar, adanya jaminan pasar yang pasti karena adanya bantuan dalam hal pembinaan, permodalan dan pemasaran, sehingga kerjasama dengan pengusaha besar akan lebih menguntungkan.

5.1.2 Pemilihan Calon Mitra Binaan KPH Bogor 5.1.2.1 Kriteria Calon Mitra Binaan

Mitra Binaan adalah usaha kecil yang mendapat pinjaman dan pembinaan dari program kemitraan Perum Perhutani KPH Bogor. Untuk menjadi Mitra Binaan dalam Program Kemitraan, terdapat persyaratan oleh Perum Perhutani KPH Bogor yang harus dipenuhi calon mitra. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995, Perum Perhutani menetapkan kriteria usaha kecil yang dapat ikut serta dalam program kemitraan adalah sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1000.000.000,- (satu milyar rupiah)

3. Milik Warga Negara Indonesia

4. Berbentuk usaha orang, perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

5. Kegiatan usaha dari mitra binaan program kemitraan diprioritaskan pada bidang yang bersangkut paut dengan Perhutanan.

6. Usaha berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

7. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun serta mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan.


(29)

Dari kriteria - kriteria tersebut, selanjutnya terdapat penetapan calon mitra dengan sesuai prosedur yang berlaku dalam kontrak yang akan dilakukan. Hal ini menguntungkan perusahaan karena memiliki informasi lebih dulu dan jaminan mengenai latar belakang serta identitas para pemilik usaha kerajinan mitranya. Sehingga pihak KPH Bogor yang bertindak sebagai principal dapat mengurangi resiko salah memilih mitra binaan (agent) karena memiliki cukup informasi mengenai agent yang akan melakukan kontrak melalui penetapan kriteria tersebut.

5.1.2.2Prosedur Calon Mitra dalam Berkontrak

Untuk melakukan kerjasama dalam program kemitraan dengan KPH Bogor, terdapat prosedur yang harus diikuti oleh calon Mitra Binaan hingga tercapainya kesepakatan dalam kontrak. Prosedur tersebut pada awal akan dilakukan kemitraan, maka calon Mitra Binaan diharuskan mengajukan proposal pinjaman modal kepada KPH Bogor sesuai formulir yang disediakan untuk dinilai kelayakan usahanya, selanjutnya akan direkomendasikan oleh Asper atau KBKPH dan KRPH wilayah setempat untuk diajukan ke Administratur atau KKPH Bogor melalui Staf bagian PKBL untuk mendapatkan persetujuan. Adanya rekomendasi memperlihatkan bahwa pihak Perum Perhutani memiliki informasi yang cukup mengenai calon mitranya sehingga dapat meminimalkan resiko salah pilih mitra.

Dalam proposal yang diajukan memuat data-data sebagai berikut (Lampiran 2) :

1. Nama dan alamat unit usaha calon mitra

2. Nama dan alamat pemilik / pengurus unit usaha 3. Bukti identitas diri pemilik / pengurus

4. Jenis Bidang Usaha

5. Ijin Usaha atau surat keterangan usaha dari pihak yang berwenang (jika ada) 6. Perkembangan arus kinerja usaha (arus kas, perhitungan pendapatan atau

beban dan neraca ataupun data yang menunjukan keadaan keuangan serta hasil usaha)

7. Rencana usaha dan kebutuhan dana

Setelah dibuat berita acara penilaian proposal dan pengesahan dari Kepala Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, maka dibuat Perjanjian Pinjaman Modal Program Kemitraan antara KKPH Bogor (Sebagai Pihak Kesatu)


(30)

dengan Mitra Binaan (Sebagai Pihak Kedua) yang disertai Surat Pernyataan Bersedia Memberikan Agunan, Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Angsuran, dan Surat Kuasa Menjual Agunan.

Dalam Perjanjian Pinjaman Modal tersebut memuat hal-hal antara lain sebagai berikut :

1. Nama dan alamat kedua belah pihak

2. Obyek perjanjian berupa jumlah pinjaman yang diberikan oleh Perum Perhutani KPH Bogor kepada Mitra Binaan untuk keperluan modal usaha Mitra Binaan

3. Jangka waktu pinjaman maksimum 36 bulan (3 tahun) 4. Besarnya bunga pinjaman

Besarnya bunga pinjaman maksimal 12% (dua belas persen) per tahun dengan sistim bunga efektif. Tingkat bunga yang ditetapkan bersifat regresif proporsional yaitu semakin besar jumlah pinjaman semakin besar pula tingkat bunga yang dikenakan.

5. Pencairan pinjaman dilakukan dalam bentuk cek bank yang ditunjuk Perum Perhutani KPH Bogor atau dalam bentuk uang kas.

Setelah Perjanjian Pinjaman Modal di tandatangani oleh kedua belah pihak serta saksi dari masing-masing pihak, maka dilakukan penyerahan dana pinjaman Program Kemitraan yang dilakukan di Kantor Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor oleh Administratur atau KKPH Bogor kepada Mitra Binaan PKBL. Penandatanganan Perjanjian Pinjaman Modal ini disaksikan oleh Kepala Dinas Koperasi UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor, KBKPH dan seorang saksi dari calon Mitra Binaan serta jajaran pejabat KPH Bogor yang terkait dengan kegiatan penyerahan dana pinjaman tersebut.

Sebelum Perjanjian Pinjaman Modal ditandatangani kedua belah pihak, terlebih dahulu pihak Perum Perhutani KPH Bogor membacakan dan menjelaskan pasal-pasal yang tertuang dalam perjanjian tersebut. Penyerahan dana pinjaman PKBL KPH Bogor menggunakan cek bank yang ditunjuk atau dalam bentuk uang kas. Untuk membekali pengetahuan Mitra Binaan dalam memanfaatkan dana pinjaman tersebut, pada acara penyerahan pinjaman disampaikan materi tentang


(31)

Manajemen Keuangan dan Koperasi secara sederhana oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor.

5.1.2.3 Penetapan Calon Mitra Binaan

Kemitraan yang dilakukan KPH Bogor diawali dengan pemilihan usaha-usaha yang memilki kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Setelah proposal diajukan oleh calon mitra, maka KPH Bogor melakukan penilaian terhadap proposal pinjaman dana tersebut dengan menganalisa kelayakan usahanya. Untuk menilai prospek usaha tersebut, dalam proposal memuat data-data keadaan keuangan usaha, antara lain : nilai asset, volume penjualan, besar keuntungan, tenaga kerja, kesanggupan mengangsur pinjaman modal, serta rencana pengembangan usaha atas dana pinjaman yang diberikan. Dari data-data tersebut pihak KPH Bogor dapat menganalisa usaha calon mitra sebagai bahan penilaian atas kelayakan usahanya, dengan membuat Berita Acara Penilaian Proposal yang menganalisa usaha dari aspek pasar, aspek produksi, aspek modal, dan kinerja usaha sehingga didapat bahwa usaha tersebut memiliki prospek yang baik atau tidak serta dihasilkan besar pinjaman yang dapat diberikan (Lampiran 3). Selanjutnya Berita Acara Penilaian Proposal Calon Mitra Binaan PKBL yang memenuhi syarat dicatat dalam daftar sebagai Calon Mitra Binaan PKBL Perum Perhutani KPH Bogor yang akan diusulkan ke Kantor Unit untuk mendapatkan pengesahan.

Pinjaman yang diberikan KPH Bogor pada UKM Cheklie Art sebesar sebelas juta rupiah yang akan dipergunakan sebagai modal usaha kerajinan. Pinjaman tersebut diberikan setelah dinilai kelayakan usahanya. Terhadap pinjaman tersebut, UKM Cheklie Art berkewajiban membayar bunga setengah persen dari sisa pinjaman. Penetapan tingkat bunga pinjaman tersebut ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dan aturan yang berlaku pada tahun dijalankan kontrak tersebut. Pengembalian pinjaman dilakukan dengan membayar angsuran sesuai dengan jumlah dan jadwal angsuran pinjaman yang telah ditetapkan bersama. UKM Cheklie Art harus membayar lunas atas pinjaman pada bulan Oktober 2007, terhitung mulai perjanjian kerjasama ditandatangani sejak bulan Oktober 2004, yang berarti bahwa masa pengembalian pinjaman yang disepakati yaitu 30 bulan


(32)

dengan tenggang waktu 6 bulan atau sama dengan 3 tahun. Kesepakatan perjanjian pinjaman modal UKM Cheklie Art dengan KPH Bogor tercantum pada Surat Perjanjian Kerjasama yang terdapat pada Lampiran 4.

5.1.3 Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Bermitra

Dalam menjalankan kontrak, terdapat aturan secara tertulis yang merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pihak-pihak yang bermitra sebagai hak dan kewajiban. Dari pedoman PKBL dan pasal-pasal yang terdapat dalam Perjanjian Pinjaman Modal dapat diidentifikasi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi masing-masing pihak yang bermitra. Hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam menjalankan program kemitraan Perum Perhutani KPH Bogor disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hak dan Kewajiban UKM Kerajinan Kayu Mitra Binaan dan KPH Bogor Keterangan Hak Kewajiban

UKM Mitra Binaan

a. Mendapatkan

pinjaman modal dari Perum perhutani b. Mendapatkan

bantuan hibah

a. Melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

b. Menyelenggarakan pencatatan/pembukuan dengan tertib

c. Membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

d. Mematuhi sanksi hukum yang berlaku

e. Menyampaikan laporan perkembangan usaha setiap triwulan kepada Perum Perhutani Perum Perhutani KPH Bogor a. Mengadakan perjanjian pinjaman modal Program Kemitraan

b. Menerima angsuran

a. Menyalurkan pinjaman dan melaksanakan hibah

b. Melakukan monitoring terhadap perkembangan usaha mitra binaan


(33)

Keterangan Hak Kewajiban c. pengembalian

pinjaman sesuai dengan kesepakatan

c. Memberikan pelatihan manajerial serta bimbingan teknis dan pemeriksaan dalam rangka meningkatkan produktivitas dan mutu hasil d. Melakukan evaluasi dan

seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan secara langsung

Sumber : Pedoman PKBL Perum Perhutani, 2006.

Dalam kemitraan, tugas penting yang diemban perusahaan atau KPH Bogor adalah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan pengusaha kecil khususnya dalam pemberian pinjaman modal, sumberdaya manusia, pemasaran dan teknologi maupun bidang produksi. Sedangkan tugas utama pengusaha kecil yang juga sebagai kewajibannya adalah memanfaatkan kesempatan pembinaan dan pengembangan tersebut semaksimal mungkin untuk memperkuat dirinya, sehingga dapat tumbuh menjadi pengusaha kuat dan mandiri. Komitmen yang kuat serta kesiapan diantara pihak-pihak yang bermitra sangat dibutuhkan dalam bermitra sehingga kerjasama yang dilakukan berjalan efektif. Usaha pihak agent

dapat berkembang serta mengalami peningkatan, yang berarti bahwa dalam kemitraan yang dijalankan, pihak agent dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha atas pembinaan yang diberikan, antara lain : perluasan wawasan, kreatifitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan manajerial, berwawasan kedepan dan bekerja atas dasar perencanaan. Karena secara tidak langsung, dengan pemberian pinjaman modal serta bantuan lain yang diberikan perusahaan menjadikan agent (UKM kerajinan mitra) memiliki sebuah beban positif atau tanggung jawab terhadap perkembangan usahanya untuk lebih ditingkatkan.

Dalam hubungan kontraktual, tidak dipungkiri ketidaksepadanan informasi (assymetric information) akan selalu muncul. Jika seseorang yang memiliki kepentingan (principal) mendelegasikan suatu tanggung jawab kepada pihak lain (agent), dimana pada saat itu terjadi ketidaksempurnaan informasi, maka ada kemungkinan agent melepaskan tanggung jawabnya tanpa sepengetahuan


(34)

principal, sehingga dapat terjadi penyalahgunaan sumber daya oleh agent. Sebaliknya, pada kasus tertentu principal dapat berlaku semena-mena terhadap

agent dengan kekuasaan dan kontrolnya atas sumber daya tertentu.

Hubungan kemitraan yang dilakukan KPH Bogor dengan UKM kerajinan mitra binaanya terlihat berlangsung dengan adanya aturan main formal secara tertulis, seperti adanya perjanjian tertulis dalam akta Perjanjian Pinjaman Modal. Suatu perjanjian formal sangat diperlukan yang memuat hak, kewajiban dan aturan main dari kedua belah pihak secara jelas dan tegas, sehingga hal dalam kepastian hukum juga dapat terjamin. Walaupun adanya ikatan formal tidak dapat menjamin keberlangsungan kegiatan kemitraan berjalan dengan baik, namun hal tersebut dapat menjadi pedoman untuk pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian, adanya hak dan kewajiban dalam suatu kontrak dapat menentukan secara jelas tanggungjawab kedua belah pihak sekaligus imbalannya, lama kesepakatan, penyelesaian perselisihan dan sebagainya, sehingga resiko ingkar janji (moral hazard) yang dapat menimbulkan ketidakadilan dalam pelaksanaan kemitraan dapat dihindari.

5.2 Implementasi Kemitraan Antara Perum Perhutani KPH Bogor dengan UKM Kerajinan Kayu Mitra Binaan

5.2.1 Implementasi Hak dan Kewajiban KPH Bogor

Dalam melaksanakan program kemitraan, dilakukan penyuluhan terlebih dahulu kepada calon Mitra Binaan tentang PKBL dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan pelaksanaan PKBL tersebut, antara lain : penetapan kriteria calon mitra, persyaratan untuk bermitra, pengajuan proposal, pembuatan Perjanjian Pinjaman Modal, penyaluran dana pinjaman, dan lain sebagainya.

Dalam pembuatan surat Perjanjian Kerjasama atau Perjanjian Pinjaman Modal penting untuk dilakukan agar UKM Mitra Binaan melaksanakan kegiatan usaha dalam koridornya dan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Perjanjian Pinjaman Modal adalah salah satu bentuk kesepakatan yang dilakukan antara kedua belah pihak dengan secara tertulis di kertas dan bermaterai cukup serta diketahui oleh saksi dari kedua belah pihak serta dari instansi lain yang terkait. Dalam Perjanjian Perjanjian Modal memuat kesepakatan-kesepakatan yang terdiri atas pasal-pasal, antara lain : pasal mengenai jenis dan jangka waktu


(35)

pinjaman modal, pencairan pinjaman modal, pembayaran kembali dana pinjaman, sanksi, pelaksanaan pembinaan, penghentian pinjaman, agunan, dan lainnya seperti yang tercantum pada Lampiran 4. Selain itu, untuk menjamin pembayaran kembali jumlah pinjaman secara tertib sebagaimana mestinya, terhadap UKM Mitra Binaan diberlakukan agunan berupa dokumen kepemilikan yang sah atas agunan yang diberikan oleh pihak penerima pinjaman atau pemilik agunan kepada pihak Perum Perhutani KPH Bogor. Agunan adalah barang jaminan yang dititipkan oleh Mitra Binaan dan atau Pemilik Agunan kepada Perum Perhutani KPH Bogor untuk menjamin pembayaran kembali jumlah pinjaman secara tertib. Sedangkan Pemilik Agunan adalah pihak yang berdasarkan dokumen agunan diakui sebagai pemilik yang sah atas agunan dan berhak menjaminkan agunan untuk menjamin pemenuhan kewajiban Mitra Binaan terhadap pinjaman modal yang diterimanya. Dalam agunan dan pembayaran kembali dana pinjaman disertai dengan Surat Kuasa Khusus Menjual Agunan (Lampiran 5), Surat Pernyataan Bersedia Memberikan Agunan (Lampiran 6 dan 7), dan Surat Pernyataan Kesanggupan Membayar Angsuran beserta bunganya dimana surat-surat pernyataan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam Perjanjian Pinjaman Modal dan telah ditandatangani oleh pihak penerima pinjaman (Mitra Binaan).

UKM kerajinan kayu Cheklie Art pada Perjanjian Pinjaman Modal menyerahkan agunan kepada pihak KPH Bogor berupa Counter Cheklie Art yang ditempatkan pada perusahaan mitra lain selain Perum Perhutani, yaitu : Sarinah dan Nazwa Art. Atas jaminan tersebut, selanjutnya dibuatkan Surat Pernyataan atau Surat Kuasa Menjual yang menyatakan kesediaan pihak UKM Cheklie Art untuk memberikan agunan tersebut yang besarnya sesuai dengan jumlah pinjamannya. Pemilik Agunan atau pihak UKM Cheklie Art dapat mengambil kembali dokumen agunan yang diserahkan kepada Perum Perhutani KPH Bogor dalam waktu 1 (satu) bulan sejak Pemilik Agunan dinyatakan telah melunasi pinjaman oleh Perum Perhutani KPH Bogor. Adanya jaminan atau agunan ini dalam penyaluran dana pinjaman modal kerja pada Mitra Binaan dapat memunculkan perhatian dari para pengusaha kecil atas kewajibannya untuk mengangsur pinjaman sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun pada UKM


(36)

Barokah, kontrak yang dibuat ditangani oleh LSM yang membantu UKM tersebut untuk bermitra dengan KPH Bogor.

Penyaluran dana pinjaman program kemitraan dilakukan setelah penandatanganan Perjanjian Pinjaman Modal oleh kedua belah pihak yang bermitra. Perguliran dana Program Kemitraan dari tahun ke tahun tergantung dari perolehan laba atau keuntungan yang diperoleh Perum Perhutani. Sehingga meski perencanaan besar tetap harus menunggu jatah atau alokasi dana dari Direksi, dimana penyalurannya dilakukan setahun sekali pada bulan Desember. Adapun Dana Program Kemitraan dengan sumber, sebagai berikut :

a. Penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% (satu persen) sampai dengan 2% (dua persen) (Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2007 tentang PKBL).

b. Hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban administrasi bank.

c. Besarnya alokasi dana Program kemitraan yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak dan telah ditetapkan oleh Menteri.

d. Apabila dilakukan perubahan alokasi dana wilayah binaan harus mendapatkan persetujuan Menteri.

Dana Program Kemitraan yang diberikan selain dalam bentuk pinjaman modal, bisa juga berbentuk pinjaman khusus dan hibah. Pinjaman Khusus digunakan untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan. Perjanjian pinjaman dilaksanakan 3 (tiga) pihak, yaitu : Perum Perhutani, Mitra Binaan, dan rekanan usaha Mitra Binaan dengan kondisi yang ditetapkan oleh Perum Perhutani. Sedangkan hibah hanya dapat diberikan kepada Mitra Binaan, besarnya maksimal 20 % dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan dan diberikan pada 3 jenis kegiatan, dalam bentuk pembinaan manajerial, pembinaan tehnik produksi dan pembinaan pemasaran.

5.2.1.1 Pembinaan KPH Bogor Terhadap UKM Mitra

Dalam kemitraan yang dilakukan, selain pemberian pinjaman modal diberikan pembinaan terhadap Mitra Binaan. Pembinaan kepada mitra diberikan


(37)

seperti pembinaan dalam hal pemasaran, manajerial, teknik produksi dan pembinaan lainnya baik yang bertujuan untuk meningkatkan usaha Mitra Binaan dan memonitoring penggunaan dana pinjaman. Pelatihan manajerial diberikan kepada mitra binaan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan manajemen mitra binaan dalam rangka mengelola pinjaman modal yang diperolehnya baik dari segi pengelolaan administrasi usaha maupun administrasi keuangannya. Tim pembina KPH Bogor berusaha memberikan pengetahuan dan wawasan kepada mitra binaan dalam berwiraswasta melalui ceramah dan diskusi mengenai Program Kemitraan Perum Perhutani serta aspek manajemen dalam usaha yang dijalani mitra binaan, sehingga dari pelatihan tersebut kontribusi untuk Perum Perhutani KPH Bogor diperkirakan akan mengurangi jumlah tunggakan atau kemacetan realisasi pengembalian angsuran dana pinjaman PKBL dan tujuan awal dari Program Kemitraan sebagai program pendukung dari program-program inti Perum Perhutani untuk menyejahterakan masyarakat dapat lebih maksimal. Dari pelatihan ini pula dapat dapat memberi peluang akan semakin terbukanya jalan untuk membentuk jaringan usaha antar Mitra Binaan Program Kemitraan KPH Bogor sehingga antar Mitra Binaan akan saling membantu mencari peluang guna meningkatkan usahanya.

Adapun bantuan teknik produksi diberikan untuk kegiatan yang bersifat melatih, pemberian mesin-mesin, dan cenderung kepada peningkatan teknik produksi usaha mitra binaan. Sedangkan dalam hal pemasaran, pihak KPH Bogor membantu mitra binaannya untuk diikutsertakan pada pameran-pameran yang ada serta untuk meningkatkan pemasaran produk yang dihasilkan.

Pembinaan yang diberikan KPH Bogor pada UKM Cheklie Art selain pemberian pinjaman modal, UKM ini diikutsertakan pada pameran-pameran kerajinan setiap tiga sampai empat kali setahun yang difasilitasi oleh KPH Bogor. Adapun pada UKM Barokah, pemilik usaha ini tidak selalu mengikutsertakan usahanya pada pameran-pameran yang ditawarkan dari pihak KPH Bogor. Apabila mengikuti, pemilik UKM mengikutsertakan usahanya melalui LSM yang ada. Adapun hal tersebut dilakukan karena pemilik merasa kualitas produk yang dihasilkan kurang baik dan belum mampu untuk bersaing dengan usaha-usaha


(38)

lainnya sehingga kurangnya motivasi untuk mengikuti pameran kerajinan dari pihak KPH Bogor.

Kemitraan yang dilakukan UKM Barokah dengan KPH Bogor tidak dalam peminjaman modal. Bedasarkan wawancara dengan pemilik usaha ini, UKM ini lebih memilih menggunakan modal sendiri untuk menjalankan usahanya tersebut karena dirasa memiliki alasan pribadi tertentu, pemilik khawatir tidak bisa mengembalikan pinjaman dana yang diberikan oleh pihak Perum Perhutani KPH Bogor. Akan tetapi pembinaan yang dilakukan KPH Bogor tetap berjalan pada UKM ini dalam hal memfasilitasi alat-alat produksi yang dibutuhkan UKM Barokah.

5.2.1.2 Pelanggaran Kontrak dan Monitoring

Adapun pelanggaran kontrak yang sering dilakukan oleh beberapa pihak

agent yang menjadi kendala dalam hubungan kemitraan ini berupa ketidaktepatan waktu membayar angsuran pengembalian pinjaman yang telah disepakati. Umumnya hal ini dikarenakan oleh faktor jarak yang jauh antara lokasi Mitra Binaan dengan kantor KPH Bogor, sehingga biasanya angsuran dibayar sekaligus dua sampai tiga bulan oleh Mitra Binaan. Selain itu, pemasaran yang lesu dapat mempengaruhi keterlambatan pembayaran pengembalian pinjaman. Apabila hal ini terjadi pada mitra binaan, pihak KPH Bogor memberikan surat peringatan kepada mitra yang bersangkutan serta meminta surat keterangan mengenai alasan keterlambatan dan kesanggupan untuk membayar angsuran. KPH Bogor melakukan upaya-upaya untuk menghindari pelunasan yang tidak lancar tersebut diantaranya diadakannya pelatihan manajerial agar tingkat realisasi pengembalian pinjaman meningkat serta dilakukan monitoring atas usaha yang dijalankan Mitra Binaan.

Persoalan utama dalam pemberian pinjaman adalah adanya kesenjangan informasi (asymmetric information) antara pihak pemberi dan penerima pinjaman. Oleh karena itu, kehadiran unit pengelola program kemitraan sangat diperlukan untuk meminimalisir munculnya perilaku oportunis penerima pinjaman setelah akad ditandatangani (ex post), mengurangi biaya transaksi dan risiko salah sasaran penerima kredit (ex ante), dan menjamin kelancaran pengembalian


(39)

pinjaman (Nugroho 2010). Dalam hal ini unit pengelola program yaitu bagian PKBL Perum Perhutani KPH Bogor dengan tindakan monitoringnya atas penggunaan dana pinjaman modal.

Monitoring dan penagihan dilaksanakan sewaktu - waktu guna memonitor penggunaan pinjaman PKBL dan juga untuk mengurangi tunggakan Mitra Binaan jika terjadi kemacetan. Biasanya, monitoring dilakukan setahun tiga kali dengan pengecekan langsung ke tempat usaha. Pengecekan tersebut dicatat dalam formulir monitoring (Lampiran 8). Selain itu, monitoring juga dilakukan dengan pengecekan atas jadwal angsuran pinjaman yang dibayarkan. Dalam pengecekan tersebut, dinilai kualitas pinjaman dana program kemitraan yang bedasarkan pada ketepatan waktu pembayaran kembali pokok dan bunga pinjaman Mitra Binaan. Sehingga dari hal tersebut dapat diketahui kualitas angsuran pinjamannya dan dapat dilakukan pemulihan pinjaman yang merupakan usaha untuk memperbaiki kualitas pinjaman agar menjadi lebih baik kategorinya.

Berikut ini penggolongan kualitas angsuran pinjaman yang ditetapkan Perum Perhutani KPH Bogor, sebagai berikut :

1. Lancar, adalah pembayaran angsuran pokok dan bunga tepat waktu

2. Kurang lancar, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 1 (satu) hari dan belum melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui.

3. Diragukan, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari dan belum melampaui 360 (tiga ratus enam puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui.

4. Macet, apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 360 (tiga ratus enam puluh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran angsuran, sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui.

Terhadap kualitas pinjaman kurang lancar, diragukan dan macet dapat dilakukan usaha-usaha pemulihan pinjaman dengan cara penjadwalan kembali


(40)

(rescheduling) atau penyesuaian persyaratan (reconditioning) apabila memenuhi kriteria, sebagai berikut :

1. Mitra Binaan beritikad baik atau kooperatif terhadap upaya penyelamatan yang akan dilakukan

2. Usaha Mitra Binaan masih berjalan dan mempunyai prospek usaha 3. Mitra Binaan masih mempunyai kemampuan untuk membayar angsuran.

Dalam hal tersebut dilakukan tindakan penyesuaian persyaratan (reconditioning), tunggakan bunga pinjaman dapat dikapitalisasi menjadi pokok pinjaman atau dihapuskan tunggakan beban bunganya dan beban bunga selanjutnya, dimana tindakan penyesuaian persyaratan (reconditioning) dilakukan setelah adanya tindakan penjadwalan kembali (rescheduling).

Dengan adanya monitoring, pelanggaran pada kontrak dapat dicegah dan perusahaan tidak hanya sekedar menjalankan misi sosial atau imbauan dari pemerintah tetapi perusahaan dapat terus mengontrol dan melihat dinamika usaha mitra binaanya yang dijalankan untuk menjadi lebih baik.

Dalam pengembalian pinjaman, UKM Cheklie Art disiplin dalam membayar angsuran sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Selama tiga tahun, UKM Cheklie Art membayar angsuran pengembalian pinjaman sebesar sebelas juta rupiah dengan bunga setengah persen dari sisa pinjaman. Terlihat dalam ketepatan pembayaran ini tegasnya aturan-aturan yang tercantum dalam perjanjian sehingga menguatkan perjanjian yang selama ini dibuat dan juga adanya jaminan dari pihak peminjam apabila tidak dapat mengembalikan utang tersebut yang menjadikan UKM Mitra Binaan lebih bertanggung jawab atas pinjaman dana dari KPH Bogor.

5.2.1.3 Manfaat Kemitraan bagi KPH Bogor

Perum Perhutani KPH Bogor sebagai suatu unit manajemen yang memiliki tugas untuk melakukan pengusahaan hutan di wilayah kerjanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diarahkan untuk memperoleh manfaat sumber daya hutan dengan memperhatikan aspek kelestariannya yaitu melalui kelola produksi, kelola sosial dan kelola lingkungan. Dengan adanya usaha-usaha kelola sosial dari


(42)

pengurusan kontrak kemitraan dengan KPH Bogor, UKM ini cenderung menyerahkan kegiatan kerjasama yang dilakukan pada LSM yang membantu kerjasama UKM ini dengan pihak KPH Bogor. Adapun sumber informasi tentang adanya program kemitraan usaha kecil KPH Bogor pada awalnya didapat dari LSM yang membantu kegiatan kemitraan tersebut.

Pembinaan yang diberikan KPH Bogor pada UKM Barokah antara lain berupa bantuan alat-alat produksi. Tiap tahunnya Perhutani memfasilitasi alat-alat produksi yang dibutuhkan. Dengan bantuan alat-alat produksi yang diberikan KPH Bogor, UKM ini dapat merasakan manfaat kemitraan secara langsung khususnya untuk perkembangan usahanya yaitu stok barang produksi menjadi meningkat dengan kondisi alat yang lebih baik. Selain itu, pihak KPH Bogor memfasilitasi UKM ini untuk mengikuti pameran-pameran kerajinan yang ada.

Bedasarkan hasil wawancara yang dilakukan, tujuan pemilik UKM Barokah mendirikan usahanya yaitu selain memenuhi kebutuhan ekonomi pribadi, juga untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar dengan membuka lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi pengangguran masyarakat. Adapun tujuan dilakukannya kemitraan dengan pihak KPH Bogor agar mendapatkan bantuan berupa pembinaan yang dapat meningkatkan usahanya agar lebih berkembang. Sejauh ini, UKM ini tidak merasakan kendala yang besar dalam bermitra dengan KPH Bogor. UKM ini hanya menjalankan haknya untuk menerima bantuan dari KPH Bogor atas kegiatan usaha yang dijalankan. Untuk pembukuan usahanya, diwakili oleh LSM yang menangani kerjasama tersebut apabila sewaktu-waktu ada monitoring yang dilakukan KPH Bogor terhadap UKM Barokah.

5.2.2.2 UKM Kerajinan Kayu Cheklie Art

UKM Cheklie Art telah menjalin kemitraan dengan KPH Bogor sejak tahun 2004 sampai saat ini. KPH Bogor memberikan bantuan pada UKM ini berupa dana pinjaman modal sebesar sebelas juta rupiah dengan bunga setengah persen dari sisa pinjaman. Adapun pembinaan yang diberikan berupa pembinaan pemasaran, sesuai dengan tujuan awal UKM ini menjalin kemitraan dengan KPH Bogor, dimana UKM Cheklie Art diikutsertakan pada pameran-pameran kerajinan yang ditawarkan oleh pihak KPH Bogor sebagai fasilitator. Karena dengan


(1)

Lampiran 8 Formulir Monitoring Mitra Binaan PKBL

MONITORING MITRA BINAAN PKBL KPH BOGOR

Nama mitra binaan : ... Alamat : ... Jenis usaha : ... Tahun pinjaman : ... Jumlah pinjaman : ... Tahun mulai usaha : ... Kondisi awal usaha : ... Kondisi sekarang : ...

1. Modal saat ini :

2. Jenis barang yang diusahakan : 3. Omset per bulan :

4. Ruang lingkup pemasaran : 5. Lain-lain :

Bogor,... Petugas monitoring


(2)

Lampiran 9 Perhitungan Pendapatan UKM Cheklie Art Tabel Perhitungan komponen biaya total UKM ‘Cheklie Art’

Komponen Jumlah (satuan)

Biaya (Rp/satuan)

Jumlah (Rp) Biaya (Rp/tahun) Biaya Tetap

-Gaji pekerja 4 orang 3 orang 6 orang 50.000 35.000 20.000 200.000 105.000 120.000 57.600.000 30.240.000 34.560.000

Total 122.400.000

-Pajak 60.000/bulan 720.000

-Depresiasi 4 tahun 40.000 (nilai sisa alat)

7000.000 (harga alat)

1.740.000

Total Biaya Tetap 124.860.000

Biaya Variabel -Bahan Baku

Kayu Jati 3 m3 /bulan 4.500.000/m3 13.500.000 162.000.000 -Kayu Mahoni 3 m3 /bulan 2.400.000/m3 7.200.000 86.400.000

-Listrik 450.000/bulan 5.400.000

Total Biaya Variabel 253.800.000

Total Biaya (Biaya Tetap + Biaya Variabel) 378.660.000

Tabel Perhitungan pendapatan UKM ‘Cheklie Art’

Komponen Jumlah unit produksi Harga Jual Nilai (Rp/tahun) Penerimaan

(Jumlah produksi x harga)

700 unit / bulan x 12 = 8400 unit/tahun

115.000/unit 966.000.000

Biaya Total 378.660.000

Pendapatan (Nilai


(3)

total biaya)

Lampiran 10 Perhitungan Pendapatan UKM Barokah Tabel Perhitungan komponen biaya total UKM ‘Barokah’ Komponen Jumlah

(satuan)

biaya (Rp/satuan)

Jumlah (Rp) Biaya (Rp/tahun) Biaya Tetap

-Gaji pekerja 15 orang 500.000/orang 7.500.000 90.000.000

-Pajak 250.000

Total Biaya Tetap 90.250.000

Biaya Variabel -Bahan baku kulit kayu

100 ikat/bulan

600/ikat 60.000 720.000

-Biaya angkut 2 truk/bulan 400.000/truk 800.000 9.600.000

-Paku kayu 50 kg/bulan 500/kg 25000 300.000 -upah makan 5 orang 6000/orang 30.000 8.640.000

-Listrik 2.400.000

Total Biaya Variabel 21.660.000

Total Biaya (Biaya Tetap + Biaya Variabel) 111.910.000

Tabel Perhitungan pendapatan UKM ‘Barokah’

Komponen Jumlah unit produksi Harga Jual Nilai (Rp/tahun) Penerimaan

(Jumlah produksi x harga)

3000 unit / bulan x 12 = 36000 unit/tahun

6.500/unit 234.000.000

Biaya Total 111.910.000

Pendapatan

(Nilai penerimaan-nilai total biaya)


(4)

Lampiran 11 Gambar Produk dan Tempat Usaha Kerajinan Mitra Binaan

Gambar produk kerajinan kayu UKM ‘Cheklie Art’


(5)

RINGKASAN

Diajeng Wiangga Putri. Kemitraan antara Usaha Kecil Menengah (UKM) Kerajinan Kayu dan Kulit Kayu dengan Perum Perhutani KPH Bogor. Dibimbing oleh BRAMASTO NUGROHO.

Kemitraan dapat menjadi solusi untuk mengembangkan sektor UKM kerajinan kayu yang pada umumnya menghadapi masalah terbatasnya modal, teknologi, keterampilan maupun akses pasar. Melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil diharapkan dapat meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN (maksimal sebesar 2%) yang diberikan dalam bentuk pemberian pinjaman modal kerja secara bergulir kepada pengrajin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kriteria pemilihan calon mitra UKM kerajinan kayu yang dilakukan oleh pihak Perhutani KPH Bogor, memahami hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra serta pelaksanaanya dalam kemitraan, mengetahui besarnya biaya transaksi yang dikeluarkan masing-masing pihak serta pendapatan usaha bagi UKM mitra yang dianalisis bedasarkan hubungan Principal – Agent pada teori kemitraan. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan penentuan responden yang dilakukan secara sensus. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara kepada pemilik usaha kerajinan kayu mitra serta staf KPH Bogor.

Pelaksanaan kemitraan KPH Bogor dengan UKM kerajinan kayu mitra telah dilaksanakan dengan baik karena masing-masing pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai kesepakatan. Perum Perhutani memberikan bantuan pinjaman modal dan pembinaan dalam hal pemasaran dan bantuan alat produksi. Adanya unit organisasi yang menangani program kemitraan pada KPH Bogor dan kriteria serta persyaratan dalam pemilihan calon mitra (agent) dapat meminimalkan resiko salah memilih mitra karena memiliki cukup informasi mengenai agent tersebut, dan pada setelah kontrak disepakati, resiko agent ingkar janji dapat dihindari karena adanya perjanjian formal secara tertulis yang memuat hak, kewajiban dan aturan main dari kedua belah pihak. Kemitraan yang dilakukan berjalan efektif karena dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatan bagi UKM mitra. Sedangkan pada biaya transaksi yang dikeluarkan KPH Bogor cukup besar dibandingkan pinjaman modal yang diberikan, dikhawatirkan dapat mengurangi efisiensi kemitraan yang dilakukan.

Kata kunci : kemitraan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Usaha Kecil Menengah (UKM), kerajinan kayu, pinjaman modal kerja bergulir


(6)

SUMMARY

Diajeng Wiangga Putri. The Partnership between Small and Medium Enterprises (SMEs) Wooden and Bark Crafts with Perum Perhutani KPH Bogor. Supervised by BRAMASTO NUGROHO.

Partnerships can be the solution for developing Small and Medium Enterprises (SMEs) in wooden craft, in which facing the problems such as limited capital, technology, skills and market access. Through the partnership program with the state owned forest utilization enterprises (Perum Perhutani) are expected to improve the ability of small business to become tough and self-sufficient through the utilization of the funds from the state owned enterprises profit (amounting to a maximum of 2%) that is given in the revolving fund schemes.

This research aims to describe the criteria for selection of candidate partners wood craft SMEs conducted by Perum Perhutani KPH Bogor, understand the rights and obligations of each party which partnered and implementation in partnership, to know the ammount of the transaction costs incurred each party as well as business income for SMEs that is analyzed based on Principal – Agent relationships theory of the partnership. The methods used was descriptive analysis with qualitative determination. Interview with respondents conducted by census. Data retrieval done through interviews to wood craft business owners and KPH Bogor staff.

This partnership have been implemented with good performance because each party carry out rights and obligations according to the agreement. The company provides capital lending assistance and guidance in terms of marketing and production tools. The existence of the organization unit at KPH Bogor to handle the partnerships and set of criteria for the selection of prospective partner (agent) could minimize the adverse selection risks. At once the contract is agreed, the risk agent is inevitable because of the formal agreement in writing that the loading of, obligations, and rules of the game from both sides. Partnerships were effective because it can expand and increase income for SME partners. While the transaction costs incurred were relatively high comparing capital loans granted, may reduce the efficiency of the partnership.

Keywords: partnerships, state owned enterprise, Small and Medium Enterprises (SMEs), wooden crafts, revolving funds