Optimasi Pemanfaatan Hutan Lindung Sumatera Barat

Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 189 Berikutnya, proporsi nilai pertam- bangan dan bahan galian ternyata paling besar dalam menentukan nilai manfaat ekonomi hutan lindung yakni 2,5 kali lipat dari nilai karbon dan nilai tegakan kayunya yakni mencapai 249,74 untuk tahun sekarang dan sebesar 48,84 pada tahun sebelumnya. Implikasinya adalah bahwa nilai sekarang dari manfaat ekonomi sumber daya hutan lebih tinggi dari pada nilai manfaat ekonomi hutan lindung dari pada tahun sebelumnya, oleh karena itu, usaha untuk mengkonservasi hutan lindung bagi kepentingan manfaat ekonomi masa sekarang akan lebih baik daripada melakukan eksploitasi pada tahun sebelumnya. Nilai manfaat ekonomi hutan lindung dengan adanya potensi tambang adalah sebesar 48,84, tetapi apabila potensi pertambangan dan bahan galian itu akan ditambang atau diolah, maka nilai manfaat ekonomi hutan lindung akan menjadi 2,5 kali lipat daripada belum dieksploitasi. Jadi, berdasarkan analisis ekono- metrika dinamik ini dapat dikatakan bahwa nilai ekonomi hutan lindung itu di Sumatera Barat di dominasi oleh nilai ekonomi pertambangan dan bahan galian, nilai tegakkan kayu dan nilai jasa lingkungan relative lebih kecil dibandingkan dengan nilai pertambangan dan bahan galiannya. Semakin tua umur hutan lindung semakin tinggi nilai jasa lingkungan terutama nilai kandungan carbon yang dimilikinya. Namun jika di bandingkan dengan nilai ekonomi pertambangan dan bahan galian yang terkadung didalamnya, maka semakin lama umur hutan lindung, semakin rendah nilai ekonomi pertambangan dan bahan galiannya, karena nilai ekonomi pertambangan dan bahan galian ini semakin besar pada waktu sekarang daripada waktu sebelumnya. Artinya, discount factor terhadap umur pemanenan hasil pertambangan dan bahan galian akan sangat menentukan dalam menilai manfaat ekonomi hutan lindung. Semakin mendekati masa sekarang, maka semakin tinggi nilai ekonomi pertambangannya. Oleh karena itu, keputusan untuk memanen bahan tambang dan galian di hutan lindung sangat menguntungkan di masa sekarang dibandingkan dengan di masa lalu, apabila menunda masa pemanenan bahan tambang dan bahan galian, maka nilai ekonomi bahan tambang semakin besar.

7. Optimasi Pemanfaatan Hutan Lindung Sumatera Barat

Model eksploitasi hutan lindung yang digunakan adalah model pemanfaatan hutan multi guna Hartman, 1996. Fungsi tujuan adalah optimalisasi manfaat ekonomi hutan lindung antara aktifitas pertambangan, pemanfaatan hasil kayu dan non kayu serta manfaat jasa lingkungan dengan menghitung nilai karbon yang dihasilkan. Tipe pemanfaatan hutan lindung yakni antara mengkonservasi dan melakukan eksploitasi. Sedangkan fungsi kendala adalah biaya produksi setiap pemanfaatan hutan lindung tersebut. Model mengambil bentuk fungsi non linear dan di run dengan menggunakan solver GAMS 20.2. Hasilnya memperlihatkan bahwa nilai fungsi tujuan objective value yang memperlihatkan manfaat ekonomi hutan lindung dengan ketiga jenis pemanfaatan yakni pemanfaatan kayu dan non kayu, jasa lingkungan, dan pertambangan mencapai total benefitnya sebesar Rp 3.162 triliun dengan nilai koefisien produksi untuk eksploitasi sebesar 6,82 dan nilai koefisien untuk konservasi sebesar 2,14. sedangkan HL setelah dikalikan dengan ∑ ǿ signifikan pada semua level kepercayaan 1, 5, 10 signifikan pada level kepercayaan 10 Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 190 sosial ekonomi dan dampak fisik terhadap diklasifikasikan atas dua yakni batu bara juta ton terdiri dari tidak teridentifikasi 10.823,30 juta ton telah teridentifikasi. teridentifikasi jika dibandingkan dengan yang teridentifikasi, akibatnya tingkat teridentifikasi dengan tingkat keyakinan yang teridentifikasi adalah berjumlah tambang lainnya yang teridentifikasi terhadap aspek fisik dan lingkungan di nilai koefisien ekses produksi untuk tambang mencapai 2,35 lebih kecil dari koefisien jasa lingkungan yakni 4,74 dan nilai koefisien stumpage value hanya sebesar 3,60. artinya, nilai koefisien eksploitasi lebih besar dari nilai koefisien konservasi, maka diperoleh nilai manfaat hutan lindung sebesar Rp 3.162 triliun, tetapi nilai marginal manfaat tambang menjadi nol, dan nilai marginal manfaat jasa lingkungan mencapai Rp 211,21 milyar, serta nilai marginal stumpage value mencapai Rp 599,42 milyar. Total benefit ini telah mempertimbangkan biaya pinalti akibat kegiatan pertambangan, dengan nilai koefisien biaya penalti sebesar 1000, sedangkan koefisien biaya penalti untuk jasa lingkungan dan stumpage value adalah nol. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan eksploitasi tambang agar nilai jasa lingkungan dan nilai tegakkan kayu masih dapat diperoleh masing-masing sebesar Rp 211,21 milyar dan Rp 599,42 milyar pasca produksi, maka mengisyaratkan penggunaan teknologi tambang dalam. Artinya, pemanfaatan potensi tambang haruslah tidak merusak dan mengurangi nilai jasa lingkungan dan nilai tegakan kayu yang ada diatasnya, karena diakhir kegiatan eks- ploitasi harus masih menyisakan nilai jasa lingkungan dan nilai tegaklan kayu di hutan lindung Sumatera Barat. Berdasarkan hasil optimasi manfaat hutan lindung dengan konsep hutan multiguna Hartman 1976, sehingga dengan ketiga jenis pemanfaatan hutan yakni manfaat tegakan kayu dan non kayu, manfaat jasa lingkungan, dan manfaat pertambangan, dimana nilai koefisien tambang lebih besar dari kedua jenis pemanfaatan hutan lindung lainnya. Sehingga setelah dioptimasi, ternyata total benefit yang akan diperoleh dalam manfaat ekonomi hutan lindung Sumatera Barat itu mencapai Rp 3.162 trilun. Excess produksi dari manfaat ekonomi hutan lindung hanya terdapat pada jenis pemanfaatan hutan untuk jasa lingkungan sebesar Rp 211,21 milyar dan manfaat stumpage value sebesar Rp 599,42 milyar, sedangkan dari manfaat tambang telah menjadi nol. Artinya, walaupun manfaat tambang yang diperoleh telah mencapai optimal, tetapi manfaat jasa lingkungan dan stumpage value masih tetap ada. Oleh karena itu, pertambangan yang dilakukan dapat dilakukan dengan teknologi tambang dalam yang mampu memperta- hankan nilai jasa lingkungan dan nilai tegakan kayu di atasnya. Izin pertambangan yang diberikan haruslah dalam bentuk izin pertambangan dalam, atau penerima izin pertambangan harus benar-benar mampu menjamin nilai manfaat jasa lingkungan dan nilai tegakan kayu pasca tambang masih tetap ada. Teknologi pertambangan dalam dapat dilakukan agar vegetasi hutan di atasnya tidak mengalami kerusakan sehingga nilai tegakan kayu dan jasa lingkungan pasca tambang masih dapat diperoleh. Oleh sebab itu, izin penambangan yang akan diberikan oleh pemerintah di hutan lindung, sebaiknya izin penambangan dalam, sedangkan prosedur yang harus dilakukan oleh actor pemohon izin adalah melakukan kajian AMDAL terutama untuk mengetahui dampak social ekonomi dan dampak fisik secara total apabila dilakukan aktifitas pertambangan di hutan lindung Hal ini sejalan dengan pasal 39, UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa persyaratan untuk izin usaha Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 191 penambangan salah satunya adalah perlunya dilakukan analisis mengenai dampak lingkungan AMDAL yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum izin penambangan dikeluarkan oleh Menteri Pertambangan atau jajaran pemerintah di bawahnya untuk lokasi tambang yang hanya di satu wilayah kabupaten. Analisis mengenai dampak sosial ekonomi dan dampak fisik terhadap pertambangan dalam pada hutan lindung tentu sangatlah penting dilakukan sebelum kegiatan penambangan dalam diberikan. Pilihan teknologi penambangan dalam tentunya akan terkendala oleh besarnya social cost dan degradation cost yang harus di pertimbangkan oleh aktor pemegang izin penambangan dalam. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan kepada permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, dan dengan menggunakan sejumlah peralatan analisis hutan multiguna untuk membahas hasil dan temuan penelitian pada bab-bab pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Potensi pertambangan pada kawasan hutan lindung Sumatera Barat dapat diklasifikasikan atas dua yakni batu bara dan pertambangan dan bahan galian lainnya berdasarkan KLUI dan data I-O sebenarnya adalah sebesar 25.067,66 juta ton terdiri dari tidak teridentifikasi sebesar 14.244,36 juta ton dan sebesar 10.823,30 juta ton telah teridentifikasi. Total potensi sumber daya mineral Sumatera Barat lebih besar tidak teridentifikasi jika dibandingkan dengan yang teridentifikasi, akibatnya tingkat kelayakan ekonominya lebih kecil karena tingkat keyakinan geologinya semakin rendah pula. Potensi pertambangan batu bara dengan tingkat keyakinan geologi terukur yang sangat besar itu terdapat di Kota Sawahlunto yakni sebesar 112 juta ton Kabupaten Solok sebesar 1,26 juta ton. Sedangkan potensi batu bara dengan tingkat keyakinan geologi tereka paling besar terdapat di Kabupaten Sijunjung sebesar 32 juta ton terutama di Kecamatan Sinamar dan Lubuak Tarab, dan Kabupaten Solok sebesar 2,68 juta ton terutama di Kecamatan X Koto dan Payung Sekaki. Potensi pertambangan dan bahan galian lainnya 31 yang dimiliki Sumatera Barat adalah sebesar 25.067,66 juta ton terdiri dari tidak teridentifikasi dengan tingkat keyakinan geologi tingkat hipotetik adalah sebesar 13.935,96 juta ton atau sebesar 57 persen, dan total sumber daya mineral yang teridentifikasi adalah berjumlah 10.674,51 juta ton atau 43,37 persen. Diantara total sumber daya bahan tambang lainnya yang teridentifikasi itu, maka paling besar adalah berada pada tingkat keyakinan geologi tereka yang berjumlah 10.559,72 juta ton atau sebesar 98,93 persen, sedangkan tingkat keyakinan geologi terukur hanya sebesar 114, 79 juta ton dan terindikasi tidak ada. 2. Dampak kegiatan kuasa penambangan terhadap aspek fisik dan lingkungan di wilayah penambangan dapat dilihat dari proporsi nilai jasa lingkungan terutama kandungan karbon yang ada dalam menentukan manfaat ekonomi hutan lindung di Sumatera Barat hanyalah sebesar 2,29 pada tahun sekarang dan sebesar 43,06 pada tahun sebelumnya. nilai koefisien ekses produksi untuk tambang mencapai 2,35 lebih kecil dari koefisien jasa lingkungan yakni 4,74 dan nilai koefisien nilai koefisien eksploitasi lebih besar dari nilai koefisien konservasi, maka diperoleh benefit nilai koefisien biaya penalti sebesar 1000, sedangkan koefisien biaya penalti untuk jasa koefisien tambang lebih besar dari kedua benefit yang akan diperoleh dalam manfaat ekonomi dan dampak fisik secara total apabila dilakukan aktifitas pertambangan di Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 192 Cost-Benefit Artinya, nilai karbon yang besar itu proporsinya adalah nilai karbon tahun lalu, implikasinya adalah bahwa semakin lama umur hutan lindung, maka nilai kandungan karbonnya semakin tinggi. Sehingga apabila dilakukan penebangan dan penambangan di hutan lindung akan berdampak terhadap kehilangan karbon 2,29 per hektarnya. Penerapan teknologi yang tepat guna dalam pengembangan pertambangan di hutan lindung Sumatera Barat adalah dengan menggunakan konsep pemanfaatan hutan multiguna. Implikasinya izin-izin KP yang diberikan; terutama hanya izin tambang dalam SIPD, harus menjamin berjalannya fungsi kelestarian ekologi dan produksi dengan melakukan studi AMDAL terlebih dahulu, dengan memberikan bukti bahwa kelola social ekonomi yang akan dilakukan di hutan lindung mampu menutupi biaya degradasi degradation cost yang timbul akibat KP yang diberikan izin. Arah kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah provinsi dan kabupaten dan kota adalah dengan memberikan dan menerbitkan izin KP pada kawasan hutan lindung yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi pertambangan dan bahan galian yang tinggi, dengan persyaratan bahwa nilai manfaat ekonomi pertambangan dan bahan galian lebih dua kali lipat dari nilai manfaat ekonomi untuk jasa lingkungan dan nilai tegakkan kayu dan non kayu yang ada. Apabila, nilai manfaat ekonomi pertambangan dan penggalian lebih besar dan mampu mengkonvensasi nilai-nilai ekonomi dari jasa lingkungan dan stumpage value, maka izin KP di hutan lindung dapat dilakukan. Rekomendasi Berdasarkan temuan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Potensi pertambangan dan bahan galian Sumatera Barat yang dominan itu baru pada tingkat keyakinan geologi dan keyakinan ekonomis yang rendah, maka diperlukan usaha penelitian dan survey potensi yang lebih detil pada setiap sing- kapan batuan yang mengandung bahan tambang di Hutan Lindung Sumatera Barat. 2. Usaha penelitian eksplorasi dan survey potensi pertambangan di hutan lindung yang dilakukan seharusnya bukan hanya survey pertambangan dan bahan galiannya, tetapi juga dilengkapi dengan penelitian dan survey yang lebih lengkap tentang seberapa besar nilai degradasi lingkungan yang akan terjadi. 3. Kabupaten dan kota yang memiliki po- tensi pertambangan dan bahan galian yang nilai manfaat ekonominya lebih besar dari nilai manfaat jasa lingkun- gannya, perlu dilakukan penurunan statusnya menjadi hutan produksi ter- batas, agar dapat dimanfaatkan potensi ekonominya ini. Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 193 DAFTAR PUSTAKA Alder,D. 1995. Growth Modelling for Mixed Tropical Forest, University of Oxford Tropical Forestry Paper: 30. Anwar, A 2001 Kerangka Ekonomi Fundamental Dalam Menghadapi Masalah Sumber daya Kehutanan, PWD, PPS IPB, Bogor. Barreteau, O , Bousquet, F, dan Attonaty, J. 2001. Role Playing game for opening the Black box of Multi- agent systems: Method and lessons of its Application to Senegal river Valley Irrigated Systems, http:jasss. soc.surry.ac.uk425.html , 20 May 2001. Blairr, Orr. Pickend, J.B, Amend, J. 2001. Economic Values of Protected Areas Associated with Private Property Along Michigan’s Lake Superior Shoreline, Michigan Technology University Press, tt. Boland, L.A. 1988. The Methodology of Economic Model Building, Routledge, London. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan, Gramedia, Jakarta. Feentra, J.F. Burton, I. Smith, B.J. dan Tol, R.S.J. 1998. Hand book on Methods for Climate Change Impact Assessment and Adaptation Strategies, UNEP Vrije Universiteit Amsterdam, tt. Halvorsen, R. dan Smith, T.R. 1984. On Measuring Natural Resource Scarcity, Journal Political Economy, Vol. 62, No: 5 Oktober 1984, University of Chicago. Hartwick, J.M, dan Olewiler, N.D.1998. The Economies of Resource Use, Addison Wesley Educational Publishers, Massachusetts. Johansson, P.O. 1996. Cost-Benefit Analysis of Environmental Change, Cambrige University Press, London. Purnomo, H. 2003. A modeling Approach to Colaborative Forest Management, Fahutan IPB, Bogor, tt. Schlager, E. dan Ostrom, E. 1992. Property- Rights Regime and Natural Resources: A Conceptual Analysis, Land Economics, Vol. 68 No: 3 Augustus 1992. Stiglitz, J. E. 2002. Globalisasi and Its Discountents, PT Inapublikatama, Jakarta. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: an Introduction, Addison- Wesley, Harlow, England. Leonard, D dan Long N.V. 1992. Optimal Control Theory and Static Optimization in Economics, Cambridge University Press. USA. Van den Berg, JCJM, 2002. Handbook of Environmental and Resource Economics, Edwar Elgar, Northampton, USA. Hanna, S.S. 1996. Rights to Nature: Ecological, Economic, Cultural, and Political Principles of Institutions for the Environment, Island Press, USA. Andayani, W. tt. Ekonomi Kehutanan, Fahutan UGM, Yogyakarta. Pearce, D.W. and Turner, R.K. 1990. Economics of natural resources and the Environment, Harvester Wheatsheafs, New York. Wise, R. dan Chaco, O 2003. Tree-crop interaction and their environmental and economic Implication in the Presence of carbon-sequestratiion Payments, University of New England, NSW, Australia.tt. Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 194 Hunter Roxb adalah komoditas spesifik POTENSI GAMBIR DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN LIMAPULUH KOTA Oleh Yulmar Jastra Bappeda Provinsi Sumatera Barat GAMBIR AND DEVELOPMENT POTENTIAL STUDY KONSTRIBUSION THE ECONOMIC LIMAPULUH KOTA DISTRICT Abstract Gambir and Development Potential Study Konstribusion the Economic Limapuluh Kota District has been committed in August to November in 2011 , with the aim of : Seeing the potential development of the economy konstribusion of Gambier in Limapuluh Kota District, as well as processed products that have been developed gambier. The findings showed that the commodity gambier thrive in the Limapuluh Kota District with the 15470.5 ha area planted and production reached 7743.16 tons scattered in 9 districts of the 13 districts . Potential land for gambier development in the Limapuluh Kota District of 6715.5 ha spread in the districts include districts Bukit Barisan 2291.0 ha , pangkalan Koto Baru 1815.0 ha , Lareh Sago Halaban 722.0 ha, Kapur IX 902.5 ha, and Harau 700.0 ha . In 2011 the agricultural sector of the economy is still dominant in the Limapuluh Kota District when viewed from the side of PDRB according to the business field . The agricultural sector contributes to the economy by 34.53 percent , and the trade sector , the hotel and restaurant ranks second with a contribution of 21.74 percent from year to year tends to increase and the services sector amounted to 15.21 percent and processing industry 9.64 percent down from 2009 . Diversification of processed commodity products are pretty much the gambier for drugs ; cosmetics ; foods and beverages ; chemicals and agro industry. Keywords : potential gambir , PDRB and refined products gambier Abstrak Kajian Potensi Pengembangan Gambir dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Limapuluh Kota telah dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan November tahun 2011, dengan tujuan untuk melihat potensi pengembangan gambir dan kontribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Limapuluh Kota, serta produk olahan gambir yang sudah dikembangkan. Hasil kajian menunjukkan bahwa Komoditi gambir berkembang di Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas pertanaman mencapai 15.470,5 ha dan produksi 7.743,16 ton yang tersebar pada 9 kecamatan dari 13 kecamatan. Potensi lahan untuk pengembangan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota sebesar 6.715,5 ha yang tersebar pada kecamatan-kecamatan antara lain kecamatan Bukit Barisan 2.291,0 ha, Pangkalan Koto Baru 1.815,0 ha, Lareh Sago Halaban 902,5 ha Kapur IX 722,0 ha dan Harau 700,0 ha. Pada tahun 2011 sektor pertanian masih dominan terhadap perekonomian di Kabupaten Limapuluh Kota bila ditinjau dari sisi PDRB menurut lapangan usaha. Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 34,53 persen terhadap perekonomian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki urutan kedua dengan kontribusi sebesar 21,74 persen dari tahun ke tahun cendrung meningkat dan jasa-jasa sebesar 15,21 persen dan sektor industri pengolahan 9,64 persen turun dari tahun 2009. Diversifikasi produk olahan komoditi gambir sudah cukup banyak antara lain untuk Obat-obatan; kosmetik; makanan dan minuman; bahan kimia dan agro industry. Kata Kunci: potensi gambir, PDRB dan produk olahan gambir Naskah masuk : 28 Oktober 2013 Naskah diterima : 23 Desember 2013 Naskah masuk : 28 November 2013 Naskah diterima : 23 Desember 2013 Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 195 PENDAHULUAN Tanaman gambir Unicaria gambir Hunter Roxb adalah komoditas spesifik Lokasi Sumatera Barat. Artinya komoditas ini tumbuh dan berkembang secara baik di daerah ini dan merupakan mata pencaharian pokok yang memegang peranan penting dalam penerimaan pendapatan masyarakat serta pendapatan daerah dan Negara, yaitu sebagai komoditas ekspor yang mampu memberikan sumbangan besar pada Produk Domestik Regional Bruto PDRB daerah dan Devisa untuk Negara Gumbira S, 2008,Bappeda 2007; Bappeda, 2011. Sentra penghasil gambir Sumatera Barat terbagi atas 2 yaitu sentra utara meliputi daerah Kabupaten 50 Kota antara lain Kecamatan Mahat, Sungai Sembilan, Pangkalan Kotobaru dan Kapur IX. Sedangkan sentra selatan adalah wilayah Kabupaten Pesisir Selatan antara lain Kecamatan Koto XI tarusan dan Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Nazir, 2000, Danian, 2004. Disamping dua sentra yang disebutkan di atas beberapa daerah tingkat II di Sumatera Barat yang juga tengah mengembangkan komoditi gambir adalah Kabupaten Agam dan kabupaten Pasaman. Prospek pasar dan potensi pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usaha tani perkebunan rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama provinsi ini. Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera Barat, dengan negara tujuan ekspor meliputi Australia, Bangladesh, Hongkong, India, Malaysia, Nepal, Pakistan, Taiwan, Jepang, Saudi Arabia, Filipina, Thailand dan Singapura Gumbira, 2009, Bappeda, 2010; Bappeda, 2011. Disamping sebagai penyumbang devisa, usaha tani gambir juga merupakan mata pencaharian bagi lebih kurang 125.000 kepala keluarga petani atau sekitar 15 persen penduduk Sumatera Barat Pemda Limapuluh Kota, 2012. Di Indonesia terutama di Sumatera Barat gambir digunakan secara tradisional untuk pelengkap makan sirih dan obat – obatan. Sedangkan di Malaysia biasa digunakan sebagai obat luka bakar, obat sakit kepala dan lumbago, dan rebusan daunnya digunakan sebagai obat diare dan disentri serta sebagai obat kumur – kumur pada sakit kerongkongan. Gambir juga dapat digunakan sebagai obat penyakit sariawan, sakit kulit, mencret dan lain – lain. Penelitian ini bertujuan untuk : 1 Melihat potensi pengembangan gambir 2 dan melihat konstribusinya terhadap perekonomian Kabupaten Limapuluh Kota 3 serta melihat produk olahan gambir yang sudah dikembangkan di Indonesia. METODOLOGI Lokasi pengkajian adalah Kabupaten Limapuluh Kota yang dilaksanaan pada bulan Agustus sampai dengan November tahun 2012. Metode pengkajian adalah kualitatif yang dilakukan secara bertahap: a Desk Study; b Survei petani dengan wawancara dengan petani dan penjabat Dinas terkait. Irawan, 2006; Driyamedia, 1996; Badan Litbangtan, 1999. Desk study bertujuan untuk mengkompilasi data sekunder tentang luas dan produksi gambir, potensi daerah. Disamping itu juga menghimpun hasil- hasil penelitian yang relevan dan teknologi yang telah dihasilkan mendukung pengem- The findings showed that the commodity gambier thrive in the Limapuluh Kota District with the 15470.5 ha area planted and production reached 7743.16 tons scattered in 9 districts of the 13 districts . Potential land for gambier development in the Limapuluh Kota District of 6715.5 ha spread in the districts include districts Bukit Barisan 2291.0 ha , pangkalan Koto Baru 1815.0 ha , Lareh Sago Halaban 722.0 ha, 902.5 ha, Harau 700.0 ha . viewed from the side of PDRB according to the business field . The agricultural sector contributes to the economy by 34.53 percent , and the trade sector , the hotel and restaurant ranks second with a contribution of 21.74 percent from year to year tends to increase and the services sector amounted to 15.21 percent and processing industry 9.64 percent down from 2009 . Diversification of processed and refined products gambier luas pertanaman mencapai 15.470,5 produksi 7.743,16 ton yang tersebar pada 9 kecamatan dari 13 kecamatan. Potensi lahan untuk pengembangan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota sebesar 6.715,5 ha yang tersebar pada kecamatan-kecamatan antara lain kecamatan Bukit Barisan 2.291,0 ha, Pangkalan Koto Baru 1.815,0 ha, Lareh Sago Halaban 902,5 ha Kapur IX 722,0 ha dan Harau 700,0 sebesar 34,53 persen terhadap perekonomian, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki urutan kedua dengan kontribusi sebesar 21,74 persen dari tahun ke tahun cendrung meningkat dan jasa-jasa sebesar 15,21 persen dan sektor industri pengolahan 9,64 persen turun dari tahun 2009. Diversifikasi produk olahan komoditi gambir sudah cukup banyak antara lain untuk Obat-obatan; Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 196 bangan komoditi gambir. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan petani dan menggunakan kuessioner. Analisis data dilakukan secara deskriptif, tabulasi , nisbah, rata-rata, HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Luas, produksi dan potensi pengembangan gambir Luas tanaman gambir di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2010 seluas 24.910 ha dengan produksi 26.782 ton. Di Sumatera Barat gambir berkembang di Kabupaten Limapuluh Kota dengan luas pertanaman mencapai 15.470,5 ha dengan produksi 7.743,16 ton yang tersebar pada 9 kecamatan dari 13 kecamatan di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota Tabel 1. Dengan menggunakan data produksi gambir kabupaten Limapuluh Kota dan harga gambir pada tingkat petani lebih kurang sebesar Rp. 20.000,- per kg, dengan demikian total uang beredar dari komoditi gambir ini yang langsung dinikmati oleh petani pemilik dan pengolah lebih kurang sebesar Rp. 154,863 miliar per tahun atau rata-rata Rp. 12,905 miliar per bulan. Gambir umumnya ditanam pada lahan berbukit dan bergelombang dan potensinya seperti tertera pada Tabel 2. No Kecamatan Luas tanaman ha Produksi Belum produktif Produktif Total 1 Payakumbuh 70,0 539,0 609,0 257,72 2 Akabiluru 6,0 - 6,0 - 3 Luak - - - - 4 Lareh Sago Halaban 38,0 135,5 173,5 199,20 5 Situjuh V Nagari - - t- - 6 Harau 147,0 849,9 996,9 1.182,76 7 Guguak 25,0 29,0 54,0 54,0 8 Mungka 46,0 532,0 578,0 252,72 9 Suliki 71,5 83,6 155,1 - 10 Bukit barisan 21,0 2.621,0 2.642,0 1.400,0 11 Gunung Omeh - - 30,0 - 12 Kapur IX 280,0 5.600,0 5.880,0 1.710,0 13 Pangkalan Kt Baru 607,0 3.739,0 4.346,0 2.661,0 Total 2011 2010 2009 2008 2007 1.341,5 825 7.260.5 630,0 1.214,12 14.129,0 13.752,0 12,646,0 12.646,0 12.047,0 15.470,5 14.577,0 19.906,5 13.336,0 13.261,0 7.743,16 7.924,00 9.699,48 9.699,00 9.240,00 Tabel 1. Luas tanam Produksi Gambir di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, 2011 Sumber: KDA Lima Puluh Kota Tahun 2012 Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 197 Potensi lahan untuk pengembangan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota sebesar 6.715,5 ha yang tersebar pada kecamatan-kecamatan antara lain kecamatan Bukit Barisan 2.291,0 ha, Pangkalan Koto Baru 1.815,0 ha, Lareh Sago Halaban 902,5 ha Kapur IX 722,0 ha dan Harau 700,0 ha. Gambir merupakan komoditi yang diu- sahakan oleh rakyat, tetapi sampai saat ini proses pengolahannya masih terbatas pada produk yang berupa ekstrak kering tersebut dengan teknologi yang sangat sederhana. Hasil olahan gambir ini dapat digunakan un- tuk bahan baku industri obat tradisional, far- masi, pigmen, hormon pertumbuhan, biopes- tisida, astrigen, antiseptic, penjernih air baku bir, pemberi rasa pahit pada bir, dan sebagai penyamak kulit Heyne, l987; Wahyono et al. l998. Dalam kehidupan sehari-hari gam- bir juga digunakan sebagai campuran ma- kan sirih dan acara adat Fiani dan Denian, l994. Jumlah dan sebaran kelompok tani gambir di Kabupaten Limapuluh Kota dapat dilihat pada tabel 3. Sumber: Sumber: Dinas Perkebunan tahun 2011 Tabel 3. Jumlah dan sebaran kelompok tani gambir di Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2010. Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten 50 Kota, Tahun 2011 No. Kecamatan Jumlah Kelompok Luas Kebun Gambir Ha 1 Kapur IX 20 600 2 Pangkalan Koto Baru 8 537 3 Luak - - 4 Suliki 9 252 5 Guguak 2 69 6 Lareh Sago Halaban 14 250 7 Akabiluru - - 8 Mungka 3 204 9 Harau 17 525 10 Payakumbuh - - 11 Bukik Barisan 4 200 12 Situjuah Limo Nagari - - 13 Gunuang Omeh - - Jumlah 77 2.637 Tabel 2. Potensi lahan untuk pengembangan gambir di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, 2010. No. Kecamatan Potensi Lahan ha Jenis Topografi Lahan ha Datar 0 -15 Bergelombang 15 -30 1 Kapur IX 722,0 180,5 541,5 2 Pangkalan Koto Baru 1.815,0 - 1.815,0 3 Luak - - - 4 Suliki 14,0 14,0 - 5 Guguak 69,0 - 69,0 6 Lareh Sago Halaban 902,5 - 902,5 7 Akabiluru - - - 8 Mungka 122,0 - 122,0 9 Harau 700,0 - 700,0 10 Payakumbuh 80,0 45,0 35,0 11 Bukik Barisan 2.291,0 1.398,0 893,0 12 Situjuah Limo Nagari - - - 13 Gunung Omeh - - - Jumlah 6.715,5 1.637,5 5.078,0 Jurnal Penelitian, Volume 1, Nomor 2, Desember 2013 198 Daerah pengembangan yang besar terdapat di kecamatan Kapur IX ada 20 kelompok tani dengan luas kebun gambir 722 ha, di kecamatan Harau 17 kelompok tani gambir dengan luas 525 ha, di kecamatan Lareh Sago Halaban 14 kelompok tani gambir dengan luasan 250 ha. Rata-rata masing-masing kelompok seluas 26,48 ha. Pada umunya kawasan tanaman gambir berada pada daerah perbatasan dengan hutan lindung, hal ini yang menjadi masalah dalam perluasan areal tanaman gambir, Pemecahan masalah yang perlu ditawarkan adalah bagaimana di Kabupaten Limapuluh Kota dilakukan konversi atau alih fungsi lahan hutan lindung menjadi areal penggunaan untuk budidaya gambir dan mencari jalan keluar dalam bentuk regulasi tanah ulayat yang demikian luas untuk dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya dan investasi. Gambir merupakan komoditi yang diusahakan oleh rakyat, tetapi sampai saat ini proses pengolahannya masih terbatas pada produk yang berupa ekstrak kering tersebut dengan teknologi yang yang sangat sederhana. Hasil olahan gambir ini dapat digunakan untuk bahan baku industri obat tradisional, farmasi, pigmen, hormon pertumbuhan, biopestisida, astrigen, antiseptic, penjernih air baku bir, pemberi rasa pahit pada bir, dan sebagai penyamak kulit Heyne, l987; Wahyono et al. l998. Dalam kehidupan sehari-hari gambir juga digunakan sebagai campuran makan sirih dan acara adat Fiani dan Denian, l994.

2. Konstibusi gambir terhadap Perekonomian