1 Metode Wetonan halaqah
Metode yang di dalamnya terdapat seorang Kyai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya
membawa kitab yang sama lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar
mengaji secara kolektif dan metode pengajatan kelompok seperti memberikan sebuah konstruksi pemikiran dalam mengembangkan
keilmuan yang lebih komprehensip. Dalam metode ini memberikan kebebasan pada para santri untu bertanya, kritikan ataupun tanggapan
tentang isi dari materi yang diberikan seorang kyai sehingga kesalahan-kesalahn dalam mengaji sesuatu dapat diminimalisir dengan
beberapa pandangan kyai ataupun santri.
2 Metode Sorogan
Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual dan metode ini menekankan pada keaktifan belajar seorang
santri dalam pencarian ilmu pengetahuan yang ingin diketahui dengan cara menyajikan kitab-kitab kepada kyai untuk dikaji.
Seperti yang dijelaskan oleh Abdurrahman Masud dalam
Nawawi 2004 “Seorang guru yang demokratis”. Anekdot yang
dikemukakan tentang diskusi dengan muridnya menunjukkan bahwa dia memberi kesempatan kepada muridnya untuk mengungkapkan
pendapat yang berbeda. Tidak seperti pendidikan otoritatif yang teacher center, Nawawi percaya pada potensi aktif dan keikhlasan
individual.
3
Metode Musyawarah Bahtsul Masa’il
Metode musyawarah merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa santri dengan
jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oelh kyai atau ustadz atau mungkin oleh santri senior yang membahas atau
mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan atau
pendapatnya. Dengan demikian metode ini lebih menitik beratkan pada kemampuan seseorang di dalam menganalisis dan memecahkan
suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada kitab-kita tertentu. Musyawarah dilakukan juga untuk membahas materi-materi
tertentu dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya Rahman: 1992.
4 Metode Pengajian Pasaran
Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang kyai yang
dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu tertentu. Umumnya dilakukan pada bulan
ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang di kaji. Pengajian
pasaran ini dahulu banyak dilakukan di pesantren tua di Jawa, dan dilakukan oleh Kya-Kyai senior dibidangnya. Titik beratnya pada
pembecaan bukan pada pemahaman sebagaimana metode bandongan. Kebanyakan pesertanya justru para ustadz atau para kyai yang datang
dari tempat-tempat lain yang sengaja datang untuk mengikuti pengajian tersebut. Dengan kata lain pengajian ini lebih banyak untuk
mengambil berkah atau ijazah dari kyai-kyai yang dianggap senior Rahman: 1992.
5 Metode Hafalan Muhafadhah
Metode hafalan adalah kegiatan belaajar santri dengan menghafal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan
kyai. Para santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka tertentu. Materi pembelajaran dengan metode hafalan
umumnya berkenaan dengan Al-
qur’an, sharaf dan nahwu
. Dalam pembelajaran metode ini seorang santri di beri tugas oleh kyai untuk
menghafal suatu bagian tertentu atau keseluruhan dari suatu kitab Rahman: 1992.
6 Metode Demontrasi Praktek Ibadah
Metode demontrasi adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan
ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok. Dengan mengikuti petunjuk dari para kyai atau ustadz.
B. Tinjauan Tentang Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut kamus besar bahasa Indonesia Poerwodarminto, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter juga bisa
diartikan sebagai tabi’at yaitu perangai atau perbuatan yang
selalu dilakukan atau disebut kebiasaan. Karakter juga diartikan sebagai
watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkahlaku atau kepribadian.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona 1991 adalah pendidikan
untuk membentuk
kepribadian seseorang
melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
seseorang, yaitu tingkahlaku yang baik, jujur bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Sedangkan
menurut Elkind dan Sweet 2004 pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti
atas nilai-nilai etissusila. Menurut T. Ramli 2003 dalam
http:www.mtsnslawi. sch.id201101konsep-pendidikan
-karakter.html, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum
adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan
nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi
muda. Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang
bersumber dari nilai moral universal bersifat absolut yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan
karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai- nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai
karakter dasar tersebut adalah cinta kepada Allah dan ciptaan-Nya alam dengan isinya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih
sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan
perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas. Pendidikan
karakter di pondok pesantren harus berpijak kepada nilai-nilai dasar karakter dan nilai-nilai dasar agama Islam, yang selanjutnya
dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi yang bersifat absolut atau bersifat relatif sesuai dengan kebutuhan,
kondisi, dan lingkungan pondok pesantren itu sendiri. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala
sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini
mencakup ketedanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal
terkait lainnya. Berkowitz 1998 menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik
tidak selalu menjamin manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar
cogntion menghargai pentingnya nilai karakter valuing. Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk
berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika seseorang berbuat jujur, hal itu dilakukannya
karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu
pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan domain affection atau emosi.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman niali-nilai karakter kepada warga sekolahpondok pesantren yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di pondok pesantren, semua komponen pemangku pendidikan harus dilibatkan,
termasuk komponen-komponen pendidikan pondok pesantren itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian,
penanganan atau pengelalolaan mata pelajaran, manajemen pondok pesantren, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan pondok pesantren,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga pondok pesantren.
Menurut Bannet 1991 sekolahpondok pesantren mempunyai peran yang amat penting dalam pendidikan karakter anak, karena anak-
anak menghabiskan waktu cukup banyak bahkan semua waktunya berada di pondok pesantren, dan apa yang terekam dalam memori anak-
anak di pesantren akan mempengaruhi kepribadian anak ketika dewasa kelak. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu
yang melibatkan aspek pengetahuan cognitif, perasaan feeling dan tindakan action. Menurut Lickona, tanpa ketiga aspek tersebut, maka
pendidikan karakater tidak akan efektif, sejalan apa yang disampaiakan oleh Suyanto 2010 pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan
pendidikan nasional pasal I UU RI, Sisdiknas Tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan