16
5. Sudut pandang berhubungan dengan dari mana penulis memandang
suatu peristiwa. Ia tidak boleh memandang dari sudut pandang orang pertama atau orang ketiga.
17
c. Perbedaan Pokok antara Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif
Supaya perbedaan antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif lebih jelas, maka di bawah ini akan dikemukakan sekali lagi secara singkat perbedaan antara
kedua macam narasi tersebut. Perbedaan yang terpenting antara karangan narasi ekspositoris dan karangan narasi sugestif dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2 Perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif
Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1. Memperluas pengetahuan
1. Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2. Menyampaikan
informasi mengenai suatu kejadian
2. Menimbulkan daya khayal
3. Didasarkan pada penalaran
untuk mencapai kesepakatan rasional
3. Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna,
sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4. Bahasanya
lebih condong
kebahasa informatif
dengan titik berat penggunaan kata-kata
denotatif. 4.
Bahasanya lebih
condong kebahasa
figuratif dengan
menitik-beratkan penggunaan
kata-kata konotatif.
17
Nani Darmayanti, ―Menulis Wacana Naratif ‖, diakses pada tanggal 13 desember 2011,
dari http:books.google.co.idbooks?id=264rOvSaHCwCpg=PA12lpg=PA12dq= narasi+
sugestif+adalahsource=blots=xyqlQC5hEZsig=JPQvpnEeYXfP8j8BuuIqurHfoIohl=idei =VAfnTvKtM8WyiQfCtaTLCAsa=Xoi=book_resultct=resultresnum=10ved=0CFwQ6A
EwCQv=onepageq=narasi20sugestif20adalahf=false
17
Pokok-pokok perbedaan seperti yang dikemukakan di atas merupakan garis yang ekstrim antara narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Antara kedua
ekstrim itu masih terdapat percampuran-pencampuran, dari narasi ekspositoris yang murni berangsur-angsur mengandung ciri-ciri narasi sugestif yang semakin
meningkat hingga ke narasi yang murni.
18
B. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagian parsial, maupun dengan perubahan bunyi.
Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya reduplikasi penuh, seperti meja-meja dari dasar meja, reduplikasi sebagian seperti lelaki dari dasar laki, dan
reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik dari dasar balik. Di samping adanya reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk
kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang.
Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan reduplikasi dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Istilah-
istilah itu adalah a dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti meja- meja, aki-aki, dan mlaku-mlaku
‗berjalan-jalan; b dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan vokal dan fonem lainnya, seperti
bolak-balik, langak-longok, dan mondar-mandir; c dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lelaki, peparu, dan pepatah; d dwiwasana,
yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan ‗selalu tertawa‘ yang
terbentuk dari cenges ‗tertawa‘; dan e trilingga, yakni pengulangan morfem
dasar sampai dua kali, dag-dig-dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
19
Sedang menurut Sudarno dikatakan bahwa perulangan atau reduplikasi ada tiga macam, yaitu perulangan sama, perulangan berubah, dan perulangan
18
Ibid …, h. 138.
19
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta,2003, h. 182.