Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina air mani. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya ruh ciptaan-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati; tetapi kamu sedikit sekali bersyukur. QS. 32As-Sajdah: 7-9 Pada hari ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucap kata-kata yang benar. QS. 78An- Naba’: 38 Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud “ruh” dalam ayat tersebut. Ada yang mengatakan “Jibril” ada yang mengatakan “tentara Allah” dan ada yang mengatakan “ruh manusia” 8

3. Makna Kecerdasan Ruhani

Kecerdasan ruhani adalah identitas sejati dalam diri manusia, dan merupakan kecerdasan tertinggi tentang kearifan dan kebenaran serta pengetahuan yang bersumber dari Allah. Ruh adalah suatu kekuatan yang tidak terlihat, abstrak, rumit, namun ia ada, yang dapat menghubungkan manusia dengan sesuatu yang tidak diketahui, dan tidak mungkin dijangkau oleh indra. Ia adalah alat untuk mengadakan kontak dengan Allah. Maka ruhani adalah pusat eksistensi manusia, dan landasan tempat sandaran eksistensi itu, sehingga seluruh alam ini saling berhubungan. Ruhani merupakan pemeliharaan kehidupan manusia, dan penuntun kepada kebenaran ilahi. Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan ruhani, ia merupakan suatu agama fitrah 9 8 Ibid.., h. 1016 9 Muhammad Quthb. Sistem Pendidikan Islam. Terj. dari Manh ājTarbiyatul Islamiyah. oleh Salman Harun. Bandung: PT. Al- Ma‟arif. . h.53-59 Dengan demikian ruhani adalah sifat-sifat ruh atau hal-hal yang berkaitan dengan ruh, yang diberikan tugas untuk membimbing manusia agar selalu berada di jalan Tuhan. Ruhani inilah sebagai sumber jiwa rabbani yang terdapat dalam diri manusia. Hanya jiwa rabbanilah yang mampu berkomunikasi dengan Tuhan dan mengapresiasi realitas gaib yang tidak sanggup dijangkau oleh jiwa insani. Demikian menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. 10 Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah , bahwa kata “rūh” pada QS. 17Al- Israa‟: 85, dipahami oleh banyak ulama adalah dalam arti potensi pada diri makhluk yang menjadikannya dapat hidup. Thab āthabā‟i menjelaskan kata “rūh” berarti sumber hidup yang dengannya hewan manusia dan binatang dapat merasa dan memiliki gerak yang dikehendakinya, juga digunakan untuk menunjuk hal-hal yang berdampak baik lagi diinginkan, seperti ilmu yang dinilai sebagai kehidupan jiwa. Firman-Nya: Ruh itu termasuk urusan Tuhan-Ku, dipahami oleh Thabāthabā‟i dalam arti ketetapan Allah secara langsung, tanpa melalui hukum-hukum alam yang ditetapkan-Nya, tidak memerlukan pentahapan, waktu, dan tempat. Lanjutan Firman-Nya: dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit, menunjukkan keterbatasan manusia untuk mengetahui hakikat ruh. Atas dasar itu, boleh jadi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, manusia terus berupaya memahami hakikat ruh secara umum. 11 Tentang ruh bahwa tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit, hal ini menarik untuk mengetengahkan ungkapan Bapak Dr. Akhmad Sodik, MA., beliau adalah dosen penulis yang mengampu mata kuliah Akhlak Tasauf, bahwa: اَنلا دْنع ٌرْيثكو هدْنع ٌلْيلق qal īlun ‘indallāh wa katsīrun ‘inda an- n āssedikit di sisi Allah namun banyak bagi manusia. Maka hemat penulis sebagaimana anugerah lainnya, bahwa sedikit dalam pandangan Allah, namun terasa banyak dalam pandangan manusia. 10 Komaruddin Hidayat. “Eksistensi Jiwa Rabbani” dalam Kolom Rektor UIN Jakarta. Jumat, 03 Agustus 2012. 11 M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an. Vol. 7. Cet. II. Jakarta: Lentera Hati. 2002. h. 181-184