Prosedur Penelitian. METODOLOGI PENELITIAN

bermimpi baik. Aku bermimpi melihat sapi disembelih, mata pedangku sumbing, dan aku memasukkan tanganku dalam baju besi.:” Rasulullah menakwilkan mimpinya tersebut: sapi disembelih, bermakna sekelompok sahabatnya yang terbunuh; dan mata pedangku sumbing bermakna seorang dari ahli baitnya terluka; sedangkan memasukkan tangan dalam baju bermakna kota madinah. Dengan takwil mimpi ini, beliau mengusulkan pendapatnya kepada para sahabat agar tidak keluar dari kota Madinah. 3 Namun sebagian sahabat yang tidak ikut ketika perang Badr, mengusulkan untuk keluar dan mendesak agar menghadapi musuh di luar kota Madinah, sampai akhirnya Rasulullah menyetujuinya. Rasulullah pun masuk ke rumahnya kemudian keluar dengan mengenakan baju perang dan membawa senjata. Melihat keadaan Rasulullah itu, sahabat yang mengusulkan hal tersebut, menyesali diri karena merasa telah memaksa Rasulullah , kemudian mengatakan: “Ya Rasulullah, kami telah mendesak Anda untuk keluar padahal tidak selayaknya kami berbuat demikian. Karena itu jika Anda suka, maka sebaiknya duduklah saja dan mengurungkan niat untuk menghadapi musuh di luar Madinah”. Maka Rasulullah pun menjawab: “Tidak pantas bagi seorang Nabi apabila telah memakai pakaian perangnya untuk meletakkannya kembali sebelum berperang”. 4 Tidak jauh berbeda dengan kisah tersebut, dalam Tafsir Al-Maragi dapat dibaca: Ayat itu turun seusai perang Uhud. Ketika itu sebagian sahabat ada yang melanggar perintah Nabi saw. Akibat pelanggaran itu, akhirnya menyeret kaum muslimin ke dalam kegagalan sehingga kaum musyrikin dapat mengalahkan mereka kaum muslimin, dan Rasulullah saw. mengalami luka-luka. Namun Nabi saw. tetap bersabar, tahan uji, dan bersikap lemah lembut, tidak mencela kesalahan para sahabat. Sikap Rasulullah itu adalah menuruti kitabullah. Sebab dalam peristiwa itu, banyak sekali ayat-ayat yang diturunkan. Di situ dibahas kelemahan yang dialami sebagian kaum 3 Syaikh Shafiyur-Rahman Al-Mubarakfury. Sejarah Hidup Muhammad. Terj. Rahmat dari Sirah Nabawiyah Cet. 3. Jakarta: Robbani Press. 2002 h. 347 4 Muhammad Sa‟id Ramadhan Al-Buthy. Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW. Terj. Ainur Rafiq Shaleh Tahmid, Lc. dari Fiqhus Sirah: Dirasat Minhajiah ‘Ilmiah li Siratil Musthafa ‘Alaihi Shalatu wa-Salam. Cet. 3 Jakarta: Robbani Press. 2000 h. 217 muslimin, dan pelanggaran mereka terhadap perintah, serta kesembronoan yang mereka lakukan. Bahkan disebutkan pula mengenai prasangka-prasangka dan bisikan-bisikan hati yang jelek. Tetapi celaan yang Dia tuturkan itu disertai penuturan tentang ampunan dan janji pertolongan di samping keseluruhan kalimah-Nya. 5 Dalam Tafsir al-Mishbah, Quraish Shihab menjelaskan: Setelah dalam ayat-ayat yang lalu Allah membimbing dan menuntun kaum mslimin, kini tuntunan diarahkan kepada Nabi Muhammad saw. sambil menyebut sikap lemah lembut Nabi kepada kaum muslim khususnya mereka yang telah melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam perang Uhud. Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa perang Uhud yang dapat mengundang emosi manusia untuk marah. Namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukkan kelemahlembutan Nabi saw. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan berperang, beliau menerima usulan mayoritas mereka, walau beliau sendiri kurang berkenan, beliau tidak memaki dan mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus dan lain-lain. Jika demikian maka disebabkan rahmat yang besar dari Allah-lah, sebagaimana dipahami dari bentuk infinitif nakirah dari kalimat rahmat. Bukan oleh satu sebab yang lain, sebagaimana dipahami dari huruf م mā yang digunakan di sini dalam konteks penetapan rahmat- Nya – disebabkan rahmat Alllah itu – engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu berlaku keras, buruk perangai, kata kasar lagi berhati kasar, tidak peka terhadap keadaan orang lain, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, disebabkan antipati terhadapmu. Karena perangaimu tidak seperti itu, maka maafkanlah kesalahan-kesalahan mereka yang kali ini mereka lakukan, mohonkanlah ampun kepada Allah bagi mereka, atas dosa- dosa yang mereka lakukan, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, yakni dalam urusan peperangan dan urusan dunia, bukan urusan syariat atau agama. Kemudian apabila engkau telah melakukan hal di atas dan telah membulatkan tekad, melaksanakan musyawarah kamu, maka laksanakan sambil bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya dan dengan demikian, Dia akan membantu dan membimbing mereka ke arah apa yang mereka harapkan. 6 5 Ahmad Mustafa al-Maragi. Tafsir Al-Maragi. Cet. 2. Juz. IV. Terj. oleh Bahrun Abubakar, Lc. Dan Hery Noer Aly. Semarang: CVToha Putra. 1993 h. 193 6 M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al- Qur’an. Cet. III. Vol. 2. Jakarta: Lentera Hati. 2010. h. 309-310 Dari penjelasan tafsir al-mishbah, bahwa ayat dalam QS. 3Ali‟Imran: 159 ini menjadi bukti kelemahlembutan Nabi Muhammad Saw. karena sanggup memaafkan kesalahan para sahabatnya yang menyebabkan penderitaan dan kekalahan pasukan Islam dalam peristiwa perang Uhud. Sebuah pelajaran penting, bahwa sebesar apa pun kesalahan yang dilakukan, maka sebagai sesama muslim, hendaklah senantiasa saling memaafkan dan saling mendoakan.

B. Analisis Komparatif Tafsir QS. 3Ali’Imran: 159

Membandingkan 5 lima kitab tafsir sebagai sumber data primer dalam penelitian ini, masing-masing memiliki corak uraian yang berbeda. Tafsir Jalalain, penjelasannya singkat yaitu menjelaskan makna per kata atau kalimat, dan menghubungkan antara kata atau kalimat dengan menambahkan penjelasan singkat, sehingga secara global pembaca dapat menangkap maksud dari kandungan ayat 159 Surat Ali- „Imran. Maka Tafsir Jalalain ini dapat digolongkan ke dalam tafsir yang menggunakan metode ijmali global. 7 Tafsir Ibnu Katsir Lub ābu at-tafsīr min Ibn Katsīr, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, dan Tafsir Al-Maragi, yang merupakan sumber data primer dalam penelitian ini, adalah kitab tafsir yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari kitab aslinya yang berbahasa Arab. Dengan membaca terjemahan ketiga tafsir tersebut, ditemukan penjelasan secara luas sesuai dengan konteks makna ayatnya dengan mengartikan kosa kata, dan berdasarkan asbabun nuzul ayat, namun beberapa bagian tidak dibahas secara luas. Misalnya dalam QS. 3Ali- „Imran: 159 ini, pada bagian karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, tidak ditemukan uraiannya. Maka ketiga tafsir tersebut, dapat digolongkan ke dalam tafsir dengan metode tahlili. 7 M. Alfatih Suryadilaga, dkk. Metodologi Ilmu Tafsir. Cet. I. Sleman Yogyakarta: Teras. 2005. h. 43