Teori Belajar Pieget LKS Interaktif

Pra-operasional 2-7 tahun Perkembangan kemampuan berpikir dalam bentuk simbol-simbol. Pemikiran masih egosentrik. Operasinal konkret 7-12 tahun Kesadaran mengenai stabilitas logis dunia fisik, kesadaran bahwa elemen-elemen dapat diubah atau ditransformasikan tetapi tetap mempertahankan karakteristik aslinya, dan pemahaman bahwa perubahan-perubahan itu dapat dibalik. Operasinal Formal 12 tahun ke atas Kemampuan melihat situasi riil, membayangkan dunia ideal yang tidak ada kemampuan abstraksi. Sumber: Muijs dan Reynolds 2011: 24 Siswa SMA berada pada rentang usia 15 sampai 19 tahun, yang termasuk dalam kategori remaja menengah. Pada tahap ini Jean Pieget Santrock, 2010 mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak pada masa pubertas berada pada periode tertinggi dalam tahap pertumbuhan periode formal period of formal operations, remaja pada periode ini sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Dengan kata lain pada masa pubertas, remaja memiliki kemampuan metakognitif yang sudah berkembang sangat baik. Remaja pada tahap ini seharusnya sudah mampu mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal berpikir tingkat tinggi. Remaja usia SMA seharusnya sudah mencapai tahap pemikiran berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik pada saat mereka lulus Sekolah Menengah Atas SMA. Remaja dapat melakukan pemikiran secara abstrak, proses berpikir mereka tidak lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil pada tahap perkembangan terakhir ini Wade Tavris, 2008. Mereka memahami bahwa ide dapat dibandingkan dan dikelompokkan seperti benda. Mereka dapat memahami suatu situasi yang belum pernah mereka alami secara langsung, dan mereka dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan pada masa depan. Mereka dapat mencari jawaban atas pertanyaan sistematis. Mereka dapat memformulasikan hipotesis eksplisit tentang cara kerja segala sesuatu dan alasan orang melakukan sesuatu. Sehingga pada usia SMA kemampuan berpikir tinggi siswa seharusnya sudah mapan. Akan tetapi, sebagian remaja masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Piaget dalam Suyono Hariyanto 2011: 86 mengembangkan konsep adaptasi dengan dua variannya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asmilasi kognitif meliputi objek eksternal yang disintesiskan untuk menjadi struktur internal. Akomodasi kognitif berarti mengubah struktur kognitifskema yang sudah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal. Piaget juga menyatakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan adaptasi dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan ekuilibrium, antara aktivitas individu terhadap lingkungan asimilasi dan aktivitas lingkungan terhadap individu akomodasi. Rifa ’i dan Anni 2012: 35 menyatakan bahwa implikasi teori perkembangan kognitif Piaget adalah sebagai berikut. 1 Tatkala guru mengajar hendaknya menyadari bahwa banyak siswa remaja yang belum dapat mencapai tahap berpikir operasional formal secara sempurna, kondisi ini menuntut konsekuensi pada penyusunan kurikulum, hendaknya tidak terlalu formal atau abstrak, karena hal ini justru akan mempersulit siswa remaja tatkala menyerap materi pembelajaran. 2 Kondisi pembelajaran diciptakan dengan nuansa eksplorasi dan penemuan, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan minat belajarnya sesuai dengan kemampuan intelektualnya. 3 Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya lebih banyak mengarah pada konstruktivisme, artinya siswa lebih banyak dihadapkan pada problem solving yang lebih menekankan pada persoalan-persoalan aktual yang dekat dengan kehidupan mereka, kemudian mereka diminta menyusun hipotesis tentang mencari solusinya. 4 Setiap akhir pembelajaran dalam satu pokok bahasan, siswa diminta untuk membuat peta pikiran mind maping. Pemahaman teori ini mendukung pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan LKS interaktif dimana siswa secara aktif menyelesaikan permasalahan yang disajikan melalui LKS interaktif dengan bimbingan dari guru yang berpusat pada ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Selain itu di setiap pembelajaran siswa akan diminta untuk menganalisis permasalahan dalam animasi atau video yang disertakan dalam CD LKS interaktif.

2.2 Penelitian yang Relevan

Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking-HOT yang merupakan salah satu komponen dalam isu kecerdasan abad ke 21 The issue of century litercy merupakan komponen penting yang harus diperhatikan dan ditumbuhkan dalam proses pembelajaran Widowati, 2010b. Penelitian yang memusatkan perhatian dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi kini banyak dilakukan oleh berbagai pihak. Seperti yang dikemukakan oleh Thomas Ganiron dalam penelitiannya mengenai “The Impact of Higher Level Thinking on Students’s Achievement toward Project Management Course”, Ganiron 2014 menyatakan bahwa: Exposure to higher level thinking exercise in case based teachingresulted in greater gains and improvement in the achievement test scores of Project Management Course. This indicates that teaching of thinkingskills in subject matter teaching leads to improved student’s thinking and more meaningful context learning. Applying opportunities for brainstorming essions and demonstrating higher order thinking skills more likely improve the cognitive structure as well as the academic performance and the students. Penelitian lain dilakukan oleh Widodo dan Kadarwati Anggraeni, 2015. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan Higher Order Thinking berdasarkan Problem Based Instruction dapat meningkatkan aktivitas siswa, dan karakter siswa yang akhirnya juga meningkatkan hasil belajar siswa. Penerapan HOT-PBI mampu meningkatkan interaksi siswa-siswa, dan guru-siswa. Siswa lebih berani untuk bertanya pada guru, mengusulkan ide dan terbentuknya keberanian menghadapi soal sulit dapat dijadikan modal untuk menghadapi soal ujian nasional dan atau tes olimpiade. Penelitian serupa yang dilakukan Afifah et al. 2014 menunjukkan bahwa pembelajaran yang berorientasi student center yang didukung dengan pemberian teknologi simulasi dapat digunakan untuk merangsang siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Berdasarkan penelitian di atas jelas bahwa kemampuan tingkat tinggi higher order thinking sangat penting dalam pembelajaran. Di sisi lain, proses berpikir yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah juga penting diketahui. Dengan mengetahui proses berpikir yang dialami siswa dapat diketahui penyebab kesalahan yang dilakukan siswa, kesulitan siswa, dan bagian-bagin yang belum dipahami siswa. Berbagai penelitian tentang proses berpikir juga mulai dilakukan oleh para ahli. Hasil penelitian Istiqomah dan Rahaju 2013 menunjukkan bahwa setiap siswa memiliki proses berpikir yang berbeda-beda. Dari penelitian tersebut, dihrapkan bahwa dengan mengetahui proses berpikir siswa dapat dipilih metode pengajaran yang tepat bagi setiap siswa dengan gaya kognitif yang berbeda dan memberikan perhatian pada tiap siswa sesuai proses berpikir yang dimiliki. Penelitian yang dilakukan Sukowiyono pada tahun 2012 tentang proses berpikir siswa kelas VII SMP dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan perspektif gender juga menunjukkan bahwa siswa laki-laki dan perempuan memiliki proses berpikir yang berbeda. Selain itu, metode atau stategi dan sarana pembelajaran yang digunakan juga mempengaruhi hasil dan proses pembelajaran. Hasil penelitian Bakke