15 lebih bertumpu kepada audio dan visual. Menurut pendapat Venuti yang dikutip
oleh Fenty menyatakan bahwa penerjemahan film dinilai lebih sulit dipahami dibandingkan dengan penerjemahan tertulis karena banyaknya factor yang harus
dipertimbangkan. “Nothing is simple when it comes to subtitles: every turn
of phrase, every punctuation mark, every decision the translator makes holds implications for the viewing experience of foreign spectators”.
17
Pada dasarnya penerjemahan film diharapkan mampu membuat penonton membaca film tersebut dan memahami jalan ceritanya. Penerjemahan film
berfungsi mengalihbahasakan isi film bahasa sumber ke bahasa sasaran sehingga pemirsa dapat menangkap isi yang disampaikan oleh sebuah film.
G. Proses Penerjemahan Film
Penerjemahan merupakan proses yang bertahap. Menurut Nida dan Taber,
18
penerjemahan yang baik harus melalui tahapan berikut ini: 1.
Analisis analysis. Pada tahap ini penerjemah mempelajari teks bahasa sumber baik dari segi
bentuk maupun isinya. Penerjemahan harus pula melihat hubungan makna antar kata dan gabungan kata. Tujuan analisis adalah agar penerjemah
memahami benar-benar pesan yang terkandung dalam teks bahasa sumber serta cara pengungkapannya secara kebahasaan.
2. Pengalihan transfer.
17
Fenti Kusumastuti, “Analisis Konstrastif Subtitling dan Dubbing dalam Film Kartun Dora
the Explorer S eri Wish Upon A Star,” Tesis S2 PPS Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011,
h. 43.
18
Nida dan Taber, The Teori and Practice of Translation Deh Haag: Brill, 1969, h. 33.
16 Pada tahap ini, mulailah penerjemahan melakukan alih bahasa setelah
melakukan analisis lengkap yang mencakup analisis gramatikal dan semantis. Proses ini masih terjadi dalam pikiran penerjemah.
3. Penyerasian restructuring.
Dalam tahap ini, penerjemah menyusun kembali teks dengan ragam yang sesuai dan gaya bahasa yang wajar dalam bahasa target.
Berkaitan dengan hal ini, Newmark menyatakan ada empat tingkatan proses penerjemahan yang harus diperhatikan oleh seorang penerjemah yaitu tingkat
teks, tingkat referensial, tingkat kepaduan dan tingkat kealamiahan.
19
Pada tingkat teks, penerjemah memulai dan berulang kali mengacu kembali kepada teks yang akan diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Pada tingkat
referensial, penerjemah memvisualisasikan dan membangun tingkat objek dan konteks pemaknaan teks. Pada tingkat kepaduan, penganalisisan yang lebih
bersifat umum dan gramatikal yang dilakukan oleh penerjemah pada teks bahasa sumber untuk dialihkan dalam teks bahasa sasaran. Terakhir, tingkat kealamiahan
yaitu mencari redaksi teks bahasa sasaran yang dianggap alami atau wajar oleh pembaca atau pendengar.
Suryawinata dalam Frans Sayogie menyatakan bahwa proses penerjemahan itu terdiri atas empat tahap,
20
yaitu: Pertama, tahap menganalisis pesan dalam bahasa sumber yang mencakup
hubungan gramatikal, dan makna dari setiap kata dan frase.
19
Newmark, A Text Book of Translation New York: Prentice Hall, 1988, h. 19-20.
20
Frans Sayogie, Penerjemahan: Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia Jakarta: lemlit UIN Jakarta, 2008, h. 22.
17 Kedua, tahap mentransfer materi yang telah dianalisis dalam benak
penerjemah dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Ketiga, tahap restrukturisasi materi yang telah ditransfer tersebut sedemikian
rupa sehingga makna dan pesan yang dihasilkan sesuai dengan kaidah dan gaya bahasa sasaran.
Keempat, mengevaluasi dan merevisi hasil terjemahan dalam bahasa sasaran. Pada tahap ini kekurangan dan kejanggalan dapat diperbaiki dan diluruskan secara
terus menerus melalui perbandingan dan pencocokan pesan dan kesan dalam bahasa sasaran dengan bahasa sumbernya.
Proses menerjemahan suatu film berbeda dengan menerjemahkan teks tertulis seperti buku dan novel. Hal ini sesuai dengan pendapat Hervey dan Higgins dalam
Fenti Kusumastuti yang menjelaskan beberapa alternatif proses penerjemahan
22
sebagai berikut: Pertama, penerjemah menerjemahkan teks bahasa sumber yang berbentuk
media lisan hasil rekaman atau secara langsung, kemudian ditransfer menjadi media tertulis. Setelah itu, penerjemah baru menerjemahkan teks bahasa sumber
yang telah berupa transkrip tertulis tersebut ke dalam teks bahasa sasaran yang disesuaikan supaya cocok untuk ditampilkan dalam bentuk lisan. Contoh:
penerjemahan lirik lagu. Kedua, bentuk proses penerjemahan yang kedua ini biasanya digunakan
ketika si penerjemah akan menerjemahkan teks drama. Penerjemah dapat langsung menerjemahkan dari teks sumber yang berbentuk transkrip tertulis.
Dalam proses transfer, seorang penerjemah harus memperhatikan suasana ketika
22
Fenti Kusumastuti, “Analisis Konstrastif Subtitling dan Dubbing dalam Film Kartun Dora the Explorer Seri Wish Upon A Star,” Tesis S2 PPS Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011,
h. 32.
18 teks bahasa sumber tersebut ditampilkan dan setelah itu penerjemah
merestrukturisasi dalam bentuk tertulis tetapi disesuaikan untuk tujuan penampilan panggung atau lisan.
Ketiga, alternatif proses penerjemahan ini menggunakan teks bahasa sumber secara lisan dan tulisan, kemudian teks bahasa sasarannya dihasilkan untuk tujuan
silent reading membaca dalam hati. Akan tetapi, tidak jarang penerjemah hanya menggunakan teks lisan saja sebagai teks bahasa sumber kemudian diterjemahkan
ke dalam teks bahasa sasaran. Contoh proses yang menggunakan bentuk ketiga ini adalah teks terjemahan dalam film.
Keempat, dalam proses penerjemahan bentuk keempat, si penerjemah mengawali dari teks bahasa sumber berbentuk tulisan yang sebenarnya merupakan
hasil transfer dari media lisan. Sama dengan bentuk proses yang sebelumnya, meskipun ditujukan untuk silent reading membaca dalam hati, si penerjemah
tetap memperhatikan
penampilan panggung
bahasa sumber
ketika menerjemahkannya ke dalam teks bahasa sasaran. Penerjemahan puisi biasanya
diterjemahkan dengan cara demikian.
H. Jenis Penerjemahan Film