BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perhutani
Perusahaan Negara Perhutani didirikan pada tahun 1961 untuk mengelola kawasan hutan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Kalimantan, dengan
tujuan untuk menghasilkan devisa dari kegiatan kehutanan. Kemudian pada tahun 1972 perusahaan negara Perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah
menjadi Perum Perhutani, sedangkan yang di Kalimantan menjadi PT. Inhutani, tahun 1978 Jawa Barat juga menjadi bagian dari Perum Perhutani.
Perum Perhutani sebagai badan usaha milik negara BUMN telah berkiprah sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1972
dan telah mengalami beberapa kali perubahan dasar hukum. Terakhir berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2003, Perhutani mengemban
tugas dan tanggung jawab pengelolaan di pulau Jawa, dengan wilayah hutan yang dikelola seluas 2,426 juta hektar, terdiri dari hutan produksi seluas 1,767
juta hektar dan sisanya hutan lindung. Secara struktural Perum Perhutani di bawah Kementerian Negara BUMN dengan pembina teknis Departemen
Kehutanan. Perum Perhutani mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan
perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Adapun maksud dan tujuan perusahaan adalah menyelenggarakan
usaha di bidang kehutanan untuk memproduksi barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta turut aktif dalam
melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Dalam penyelenggaraan
pengusahaan hutan dan usaha lain, Perum Perhutani harus memperlakukan prinsip-prinsip ekonomi, kelestarian serta terjaminnya keselamatan kekayaan
negara Prakosa, 1997.
2.2 Hutan Jati dan Pemanenannya di Perhutani
Sejarah kayu jati dimulai dari para raja-raja di pulau jawa. Kayu jati diperkenalkan dari India oleh raja-raja Majapahit lebih dari 1000 tahun yang lalu.
Pengelolaan hutan jati secara sistematis dimulai semenjak masa kolonialisme Belanda di Indonesia, yaitu pada tahun 1874. Sistem yang digunakan adalah
sistem tumpangsari. Beberapa keistimewaan kayu jati diantaranya: 1 kayu jati memiliki
kombinasi sifat –sifat kayu yang ideal, seperti kekuatan, keawetan, dan keindahan. Kandungan zat ekstraktif tectoquinon yang menyebabkan tahan rayap, 2
adanya lingkaran tahun yang jelas menyebabkan memiliki penampang yang indah pada sisi transversalnya, 3 perbedaan warna yang jelas antara masa pertumbuhan
dan masa dormansi, 4 memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hutan jati memiliki status yang khusus, hutan ini dikelola oleh Perum
Perhutani. Perusahaan ini sebelumnya terdiri dari 5 unit, 2 unit di Pulau Jawa dan 3 unit di luar Pulau Jawa. Selanjutnya hutan jati di luar Pulau Jawa di kelola oleh
INHUTANI, sedangkan yang berada di pulau jawa di kelola oleh PERHUTANI. Perum Perhutani memiliki tiga unit diantaranya Unit 1 di Jawa Tengah, Unit 2 di
Jawa Timur, Unit 3 di Jawa Barat dan Banten. Pemanenan hutan merupakan kegiatan kehutanan yang mengubah pohon
dan biomasa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain, sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Suprapto, 1979.
Menurut Conway 1976 pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke
tempat penggunaan atau pengolahan dengan melalui proses penebangan timber cutting
, penyaradan skidding atau yarding, pengangkutan transportation, pengukuran scaling dan pengujian grading.
Departemen Kehutanan 1999 menyatakan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian aktivitas yang dilaksanakan untuk mengubah pohon atau
memindahkan kayu dari suatu tempat ke tempat lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Pemanenan terdiri dari kegiatan penebangan,
penyaradan, pengulitan, muat bongkat dan pengangkutan. Sedangkan Suprapto 1979 menyebutkan bahwa pemanenan kayu dapat diartikan sebagai
serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomasa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi
kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Berdasarkan sistem silvikulturnya, pemanenan hutan jati menggunakan
sistem tebang pilih permudaan buatan. Dilihat dari derajat mekanisasinya, sistem pemanenan yang diterapkan terdiri dari sistem manual dan sistem semi mekanis.
Sembilan tahapan pemanenan hutan jati yakni: persiapan pemanenan, klem dan
penandaan pohon, teresan,
perencanaan jalan sarad, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan
Tahap persiapan meliputi pembagian blok tebang, penentuan luas, dan jumlah blok tebang. Tujuan pembagian blok tebang adalah untuk memudahkan
pengawasan pemanenan hutan. Setelah perencanaan pemanenan ini maka selanjutnya pengukuran diameter yang dimasukkan ke dalam daftar hasil
pengukuran diameter yang disebut klemstaat. Hasil pengukuran dituliskan di dua tempat yakni pada ketinggian sekitar 1,3 dbh dan di bagian bawah pohon
banir. Tahap ke tiga yakni teresan yaitu, penoresan melingkar pohon sampai pada kambium. Tujuan adanya teresan adalah untuk mempermudah pekerjaan
penebangan, penyaradan dan pengangkutan, dan menjaga kualitas kayu yang akan di tebang. Teresan dilakukan dua tahun sebelum penebangan pohon. Ketentuan
teresan yang benar adalah takik teres setinggi-tingginya 25 cm dari permukaan tanah dan kedalaman sayatan harus memotong kambium. Sisi negatif teresan
adalah bahwa dengan teresan kayu cenderung mudah retah-retak waktu tumbang dan lahan tidak produktif selama teresan. Untuk meningkatkan produktivitas lahan
teresan maka dibangun sistem tumpang sari yang dilakukan melalui kerjasama dengan masyarakat sekitar hutan.
Peralatan pemanenan yang digunakan adalah gergaji gergaji manual dan gergaji mesin. Perlengkapan utama penebangan jati lainnya adalah kapak, yang
biasa digunakan dalam pembuata takik rebah, pengeprasan banir dan pemangkasan cabang. Sedangkan alat bantu yang biasa digunakan adalah baji
yang digunakan untuk membantu memastikan arah rebah pohon, dan mencegah agar gergaji tidak terjepit pada waktu pemotongan pohon.
Pengamanan kayu jati dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu: 1
Pengamanan administrasi: pengamanan secara preventif dengan melihat dan mengukur kecukupan administrasi tebangan jati yang dipersyaratkan.
2 Pengamanan teknis: pengamanan terhadap aspek pelaksanaan penebangan.
3 Pengamanan polisionis: pengamanan dengan adanya petugas kehutanan
Wakwau, 2008.
2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3