Pendidikan, Reproduksi Sosial, dan Negara

2. Pendidikan, Reproduksi Sosial, dan Negara

Salah satu tema penting dalam karya-karya Bourdieu adalah pendidikan. Tak kurang lima buku dan puluhan artikel dicurahkannya untuk menelisik persoalan ini. Bagi Wacquant (1993: 2) hal ini bukan karena Bourdieu adalah “semata” seorang sosiolog pendidikan seperti digambarkan banyak komentator, Salah satu tema penting dalam karya-karya Bourdieu adalah pendidikan. Tak kurang lima buku dan puluhan artikel dicurahkannya untuk menelisik persoalan ini. Bagi Wacquant (1993: 2) hal ini bukan karena Bourdieu adalah “semata” seorang sosiolog pendidikan seperti digambarkan banyak komentator,

Dalam masyarakat tradisional yang relatif belum terdiferensiasi, dan pendidikan belum terlembagakan sebagai ranah yang spesifik dan otonom, keterampilan praktis yang membentuk habitus diperoleh agen dari pendidikan yang dijalankan secara anonim oleh seluruh anggota masyarakat dan lingkungan yang terstruktur secara simbolik (Bourdieu 1992: 73; 1995: 87-8). Reproduksi hierarki sosial berupa pewarisan modal dan kekuasaan dikontrol langsung oleh keluarga berdasar aturan-aturan tradisional. Sementara pada masyarakat modern, di mana ranah pendidikan mencapai tingkat semi-otonom, pewarisan modal dan kekuasaan lebih bergantung pada lembaga pendidikan, meski tentu saja pewarisan modal, terutama modal ekonomi, secara langsung melalui keluarga tetap berlangsung (Bourdieu & Wacquant 1993: 26-7). Juga perlu diingat bahwa sekolah tidak memulai dari nol. Yang dilakukan sekolah hanyalah memilih agen yang sudah memiliki disposisi dan modal tertentu, terutama modal budaya, yang didapat dari keluarga, menyempurnakan dan mengesahkannya dalam bentuk pengakuan dan ijazah (Bourdieu & Wacquant 1993: 31-2). Kualifikasi pendidikan berupa ijazah ini selanjutnya berfungsi sebagai modal budaya yang diakui dan dijamin oleh negara, dan dengan demikian berlaku universal, lepas dari batasan lokal dan temporal. Dalam hal ini ijazah dapat dibandingkan dengan uang yang memiliki nilai tetap dan konvensional karena dijamin negara (Bourdieu 1994: 135; 1992: 132).

Reproduksi melalui lembaga pendidikan mengandung kontradiksi. Di satu sisi, pewarisan modal dan kekuasaan tidak lagi berlangsung otomatis seperti pada pewarisan melalui keluarga, dan dengan demikian mungkin terjadi kegagalan pewarisan. Sistem pendidikan hanya menghubungkan posisi sosial tertentu dengan kemungkinan kesuksesan, tetapi tidak menjamin bahwa individu-individu tertentu dari keluarga kelas yang dominan juga akan menduduki posisi yang sama.

Reproduksi melalui sistem pendidikan hanya berjalan secara statistik. Artinya, kelas sosial cenderung mempertahankan diri tanpa seluruh individu anggotanya mereproduksi diri (Bourdieu & Wacquant 1993: 29, 36). Di sisi lain, meski kemampuan reproduksinya lebih rendah, pewarisan melalui sistem pendidikan jauh lebih efektif dalam menyamarkan sekaligus melegitimasi reproduksi hierarki sosial. Karena bekerja secara statistik, sistem pendidikan mereproduksi struktur yang mapan dengan pengecualian yang memadai. Ada cukup banyak kisah sukses keluarga kelas bawah dan cerita kegagalan keluarga kelas atas untuk menciptakan ilusi bahwa sistem pendidikan bersifat independen dan demokratis (Bourdieu & Wacquant 1993: 30; Bourdieu & Passeron dalam Wacquant 1993: 2). Meski begitu, tidak berarti kelas yang dominan secara sadar melakukan “konspirasi” mengatur sistem pendidikan. Bukan hanya kelas yang didominasi yang menyalah- kenali fungsi pendidikan, tetapi juga kelas yang diuntungkan (Bourdieu & Wacquant 1993: 28).

Perubahan mekanisme reproduksi dan pewarisan ini dimungkinkan oleh otonomisasi ranah pendidikan dan berkait erat dengan pembentukan negara. Bagi Bourdieu, negara adalah pusat penyimpanan kuasa simbolik yang menjamin tindak pengabsahan yang berlaku universal, seperti memberi gelar akademik, ijazah, kartu identitas, sertifikat, dsb., dan dengan demikian secara publik menentukan hak dan kewajiban orang-orang yang mendapat pengesahan itu. Karena itu, dengan memperluas rumusan Weber, negara digambarkan Bourdieu sebagai “pemegang monopoli, bukan hanya kekerasan fisik yang absah, tetapi juga kekerasan simbolik yang absah” (Bourdieu & Wacquant 1993: 39-40;. Bourdieu 1994: 136-7).