Herpes genitalis Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual 1. Gonore
anak-anak dan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual Handoko, 2010.
Data-data di beberapa RS di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi herpes genitalis rendah sekali. Pada tahun 1992 di RSUP Dr. Moewardi hanya
terdapat 10 kasus dari 9983 penderita IMS. Namun, prevalensi herpes genitalis di RSUD Dr. Soetomo agak tinggi yaitu 64 kasus dari 653 kasus IMS dan lebih
tinggi lagi di RSUP Denpasar yaitu 22 kasus dari 126 kasus IMS Hakim, 2011. Dalam penelitian Silitonga 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2009, terdapat 2 kasus herpes simpleks yang terdiri dari 1 orang penderita laki- laki dan 1 orang penderita perempuan. selain itu, kedua penderita ini didapati
memiliki tingkat pendidikan terakhir sedang hingga SMP atau SMA dan didapati 1 orang penderita VHS yang bekerja dan 1 orang penderita VSH yang
tidak bekerja. Di samping itu, salah seorang penderita VHS termasuk dalam kelompok usia 25-29 tahun dan seorang penderita VHS lainnya termasuk dalam
kelompok usia 30-34 tahun serta kedua responden pada penelitian ini didapati belum menikah.
2.6.3.2. Etiologi Herpes genitalis disebabkan oleh Herpes simplex virus HSV. UNNA
1883 yang pertama kali mengetahui bahwa penyakit ini dapat ditularkan melalui hubungan seksual, namun pada tahun 1940 SHARLITT membedakan antara HSV
tipe I dan HSV tipe II Daili, 2011. Menurut Handoko 2010, HSV tipe I dan II merupakan virus DNA.
Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker, dan lokasi klinis.
2.6.3.3. Gambaran klinik Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama.
Gejala yang timbul dapat berat, tetapi dapat juga asimtomatik terutama bila lesi ditemukan pada daerah serviks. Pada penelitian retrospektif Daili, 2011 50-70
bersifat asimtomatik. Menurut Handoko 2010, infeksi HSV ini berlangsung dalam tiga tingkat yaitu yang pertama adalah infeksi primer, kedua adalah fase
laten, dan ketiga adalah infeksi rekurens. Setiap tingkat tersebut mempunyai gambaran klinis yang berbeda.
i. Infeksi primer
- Lokasi klinis HSV tipe I biasanya terdapat pada daerah pinggang keatas,
yaitu daerah mulut dan hidung. Pada HSV tipe II, lokasi klinisnya di daerah pinggang ke bawah terutama pada daerah genitalial, juga dapat
menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik seperti demam, malaise, anoreksia, dan dapat juga menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening reigonal.
- Selain itu, gejala klinis infeksi primer yang dijumpai berupa vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih kemudian dapat menjadi seropurulen serta dapat menjadi krusta dan
kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatrik.
ii. Infeksi laten
- Pada fase ini penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat
dijumpai dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis. iii.
Infeksi rekurens -
Fase ini merupakan fase lanjutan dari fase laten yaitu HSV yang dijumpai dalam keadaan tidak aktif, dipacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan daripada infeksi primer, yaitu prodomal lokal sebelum timbul vesikel, berupa rasa panas,
gatal, dan nyeri. Faktor pencetus dapat berupa trauma fisik, demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan makanan dan minuman yang
merangsang. 2.6.3.4. Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan lobaratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wringht, akan terlihat sel raksasa
beriniti banyak, tetapi sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah pemeriksaan serologis
ELISA dan Tes POCK. Pemeriksaan ELISA dapat mendeteksi adanya antibodi HSV tipe I dan II. Tes POCK, digunakan untuk mendeteksi HSV tipe II karena
mempunyai sensitivitas yang tinggi. Kultur virus merupakan gold standard pada pemeriksaan HSV ini karena mempunyai sensitivitas dan spesifik yang paling
tinggi, tetapi cara ini memerlukan waktu yang lama dan mahal. Daili, 2011 2.6.4.5. Komplikasi
Herpes genitalis
pada kehamilan
awal dapat
menyebabkan abortusmalformasi kongenital seperti mikroensefali. Pada bayi yang lahir dari ibu
yang menderita herpes genitalis dapat dijumpai berbagai kelainan seperti hepatitis, infeksi berat, ensefalitis, keratokonjungtivitis, erupsi kulit berupa vesikel
herpetiformis dan bisa lahir mati. Pada orang tua, infeksi seperti hepatitis, meningitis dan ensefalitis jarang dijumpai pada penderita HSV. Selain itu,
hipersensitivitas terhadap virus dapat menimbulkan eritme eksudativum multiforme pada kulit Daili, 2011.