Sifilis Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual 1. Gonore

pada kelompok usia 25-29 tahun serta ditemukan lebih banyak pada penderita yang telah menikah. 2.6.4.2. Etiologi Menurut Hutapea 2011, Treponema pallidium merupakan spesies Treponema dari famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales. Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat dibiakkan in vitro. Terdapat 4 species yaitu Treponema pallidium sub species pallidium yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidium sub species pertenue yang menyebabkan frambusia, Treponema pallidium sub species endemicum yang menyebabkan bejel, dan Treponema carateum menyebabkan pinta. 2.6.4.3. Gambaran klinis Masa inkubasi sifilis biasanya 3 minggu. Fase sifilis primer ditandai dengan munculnya tanda klinis yang pertama yang umumnya berupa tukak baik tunggal maupun multipel. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba keras dan terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi ulserasi. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Pada laki-laki biasanya disertai dengan pembesaran kelenjar limfe inguinal media baik unilateral maupun bilateral. Masuknya mikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum lesi primer muncul, biasanya ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe bubo regional, tidak sakit, keras nonfluktuan. Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya chancer ulkus durum yang jelas, misalnya kalau infeksi terjadi di rektum atau serviks. Tanpa diberi pengobatan, lesi primer akan sembuh spontan dalam waktu 4 hingga 6 minggu Djuanda dan Natahusada, 2013 Pada kasus yang tidak diobati sepertiga penderita akan mengalami stadium generalisata, stadium dua, dimana muncul erupsi di kulit yang kadang disertai dengan gejala konstitusional tubuh. Timbul ruam makulo papuler bisanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder ini merupakan gejala klasik dari sifilis yang akan menghilang secara spontan dalam beberapa minggu atau sampai dua belas bulan kemudian. Sifilis sekunder dapat timbul berupa ruam pada kulit, selaput lendir dan organ tubuh dan dapat disertai demam dan malaise. Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Pada kulit kepala dijumpai alopesia yang disebut motheaten alopecia yang dimulai di daerah oksipital. Dapat dijumpai plakat pada selaput lendir mulut, kerongkongan dan serviks. Pada beberapa kasus ditemukan pula splenomegali. Penularan dapat terjadi jika ada lesi mukokutaneus yang basah pada penderita sifilis primer dan sekunder tetapi jika dilihat dari kemampuannya menularkan kepada orang lain, maka perbedaan antara stadium pertama dan stadium kedua yang infeksius dengan stadium laten yang non infeksius adalah bersifat arbitrari, oleh karena lesi pada penderita sifilis stadium pertama dan kedua bole saja tidak kelihatan Djuanda dan Natahusada, 2013 Lesi pada sifilis stadium dua boleh muncul berulang dengan frekuensi menurun 4 tahun setelah infeksi. Namun penularan jarang sekali terjadi satu tahun setelah infeksi. Transmisi sifilis dari ibu kepada janin kemungkinan terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal namun infeksi dapat saja berlangsung selama stadium laten. Penderita stadium erupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang tidak diobati akan masuk kedalam fase laten selama berminggu minggu bahkan selama bertahun-tahun. Fase laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis. Namun bukan berarti perjalanan penyakit akan berhenti pada fase ini, sebab dapat terjadi sifilis stadium lanjut berbentuk gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Terserangnya Susunan Syaraf Pusat SSP ditandai dengan gejala meningitis sifilitik akut dan berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan akhirnya timbul paresis dan tabes dorsalis. Periode laten ini kadang kala berlangsung seumur hidup. Pada kejadian lain yang tidak dapat diramalkan, 5 – 20 tahun setelah infeksi terjadi lesi pada aorta yang sangat berbahaya sifilis kardiovaskuler atau gumma dapat dijumpai dikulit, saluran pencernaan tulang atau pada permukaan selaput lendir Hutapea, 2011. Penderita yang terinfeksi sifilis dan pada saat yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung akan menderita sifilis SSP. Oleh karena itu, setiap saat ada penderita HIV dengan gejala SSP harus dipikirkan kemungkinan penderita mengalami neurosifilis neurolues. Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal pada saat mengandung bayinya dapat menyebabkan terjadinya aborsi, stillbirth atau kematian bayi karena lahir prematur atau lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah BBLR atau mati karena menderita penyakit sistemik Hutapea, 2011. Bayi yang menderita sifilis mempunyai lesi mukokutaneus basah yang muncul lebih menyebar dibagian tubuh lain dibandingkan dengan penderita sifilis dewasa. Lesi basah ini merupakan sumber infeksi yang sangat potensial.Infeksi kongenital dapat berakibat munculnya manifestasi klinis yang muncul kemudian berupa gejala neurologis terserangnya SSP. Dan kadangkala infeksi kongenital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik yang dapat menimbulkan stigmatisasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson, saddlenose hidung berbentuk pelana kuda, sabershinstulang kering berbentuk pedang, keratitis interstitialis dan tuli. Sifilis kongenital kadang asimtomatik, terutama pada minggu-minggu pertama setelah lahir Hutapea, 2011. 2.6.4.4. Pemeriksaan penunjang Untuk menegakkan diagnosis sifilis, harus melakukan pemeriksaan laboratorium antaranya adalah dark field yaitu pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian dalam lesi, untuk menemukan T.pallidium. seterusnya pemeriksaan mikroskop fluoresensi yaitu bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasikan dengan aseton, sedian diberikan antibodi spesifik yang dilabel flurescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Selain itu, boleh juga melakukan pemeriksaan dengan penentuan antibodi di dalam serum, pertama tes yang menentukan antibodi nonspesifik seperti tes Wasserman, tes Kahn, tes VDRLVenereal Diseases Research Laboratory , tes RPR Rapid plasma Reagin, dan Tes Automated reagin. Kedua, pemeriksaan antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF Reiter Protein Complement Fixation. Ketiga, pemeriksaan yang menentukan antibodi spesifik yaitu tes TPI Treponema Pallidium Immobilization, tes FTA-ABS Fluorescent Treponema Absorbed, tes TPHA Treponema Pallidium Haemagglutination Assay, dan tes ELISA Enyzme Linked Immuno Sorbent Assay Hutapea, 2011. 2.6.4.5. Komplikasi Sifilis stadium lanjut yang dapat menyebakan neurosifilis, sifilis kardiovaskuler, dan sifilis benigna lanjut dapat menyebabkan kematian bila menyerang otak Hutapea, 2011.

2.6.5. Kondilomata akuminata

Kondilomata akuminata KA adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus papiloma humanus VPH tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa Zubier, 2011. 2.6.5.1. Epidemiologi Di Amerika Serikat dari 122 juta penduduk berusia 15 – 49 diperkirakan lebih dari 1 yang menderita kondiloma akuminata dan 2 yang subklinis. Di Swedia, dengan menggunakan metode PCR, ditemukan prevalensi KA akibat infeksi VPH tipe 6 atau 16 84 pada pria yang datang di klinik IMS Hakim, 2011. Menurut CDC 2012, prevalensi VPH secara keseluruhan yang terbanyak adalah perempuan 42,5 dan kadar penularan VPH ini sebanyak 5,6 dari orang dewasa yang aktif secara seksual yang berumur 18-59 tahun. Dalam penelitian Silitonga 2011 di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009, kondiloma akuminata merupakan jenis IMS yang paling banyak ditemukan pada perempuan. Selain itu, kondiloma akuminata paling banyak ditemukan pada penderita dengan tingkat pendidikan terakhir sedang hingga SMP atau SMA dan lebih banyak penderita yang bekerja. Di samping itu, kondiloma akuminata banyak pada kelompok usia 20-24 tahun serta banyak penderita yang sudah menikah. 2.6.5.2. Etiologi VPH adalah virus DNA yang merupakan virus epiteliotropik dan tergolong dalam famili Papovaridae. Sampai saat ini terdapat lebih dari 100 tipe VPH, namum yang dapat menimbulkan KA sekitar 23 tipe. VPH dibagi menjadi VPH berisiko rendah low risk, VPH berisiko tinggi high risk. VPH tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada kondiloma akuminata yang eksofitik dan pada displasia derajat rendah low risk, sedangkan VPH tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada displasia keganasan yang berisiko tinggi high risk Zubier, 2011. 2.6.5.3. Gambaran klinis Lokasi gejala klinis laki-laki dan perempuan masing-masing berbeda, pada laki-laki yang sering terkena itu di glans penis, sulkus koronarius, frenulum dan batang penis, sedangkan perempuan terdapat di fourchette posterior, vestibulum. Gambaran klinik KA ini dibagi dalam 3 bentuk yaitu bentuk akuminata, bentuk papul, dan bentuk datar flat. Bentuk akuminta sering dijumpai pada daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jari. Selain itu, beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi seperti kembang kol. Lesi tersebut sering dijumpai pada perempuan yang menderita fluor albus dan pada perempuan hamil, atau keadaan imunitas terganggu. Bentuk papul dijumpai pada daerah dengan keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal, dan perineum. Gambarannya berupa permukaan yang halus dan licin, multiple dan tersebar secara diskret. Terakhir bentuk datar, kadang-kadang gejala tidak tampak dengan mata telanjang, dan baru terlihat dengan melakukan tes asam asetat atau penggunaan kolposkopi. Di samping itu juga, ada juga Bentuk lain yang berhubungan dengan keganasan pada genitalia seperti Giant condyloma Buschke-Lowenstein dan Papulosis Bowenoid Zubier, 2011. 2.6.5.4. Pemeriksaan penunjang Jika ada keraguan menegakkan diagnosis KA berdasarkan gambaran klinis, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti tes asam asetat dengan cara bubuhkan asam asetat 5 dengan lidi kapas ditempat yang dicurigai. Setelah beberapa menit ada perubahan warna menjadi putih acetowhite. Kemudian dapat juga dengan menggunakan kolposkopi dan pemeriksaan histopatologi pada KA yang eksofitik Zubier, 2011. 2.6.5.5. Komplikasi Komplikasi paling sering adalah perkembangan menjadi dysplasia pada kondiloma akuminata yang HPV -6 dan HPV -11. Pasien yang terkena jenis HPV