Perancangan Elevator dan Pembuatan Prototipe Pengendali Otomatis Elevator Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535

(1)

PERANCANGAN ELEVATOR DAN PEMBUATAN

PROTOTIPE PENGENDALI OTOMATIS ELEVATOR

BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega 8535

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DEDY RAHMAN

NIM. 090421016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERANCANGAN ELEVATOR DAN PEMBUATAN

PROTOTIPE PENGENDALI OTOMATIS ELEVATOR

BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega 8535

DEDY RAHMAN NIM. 090421016

Diketahui/disyahkan oleh : Disetujui oleh : Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 196412241992111001 NIP. 195708051988111001 Ir. Syahrul Abda, M.Sc.


(3)

PERANCANGAN ELEVATOR DAN PEMBUATAN

PROTOTIPE PENGENDALI OTOMATIS ELEVATOR

BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega 8535

DEDY RAHMAN NIM. 090421016

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi Periode ke-176, pada Tanggal 09 Mei 2012

Pembanding I, Pembanding II,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 196412241992111001 NIP. 195403201981021001 Ir. H. A. Halim Nasution, M.Sc.


(4)

ABSTRAK

Perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 yang dapat melayani 4 lantai melatar belakangi penelitian. Prototipe pengendali otomatis elevator difokuskan untuk membuat sistem kontrol on/off menggunakan mikrokontroler ATmega 8535. Selanjutnya sistem kontrol on/off digunakan untuk mengontrol prototipe pengendali otomatis elevator. Metode yang digunakan adalah perancangan ulang dengan standar perancangan yang sudah ada kemudian pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator. Perancangan elevator menggunakan motor AC dengan daya 10 HP. Sistem kontrol digunakan rangkaian saklar elektromagnet. Kapasitas elevator 500 kg atau setara 6 orang. Sangkar ditarik oleh tali baja tipe 6 x 19 dengan diameter 9,5 mm sebanyak 3 buah. Kemudian tahapan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevatoradalah membuat rangkaian mikrokontroler ATmega 8535 sebagai pusat kontrol dari semua rangkaian. Rangkaian jembatan H sebagai pengendali arah putaran motor DC. Rangkaian sensor sentuh sebagai pendeteksi posisi sangkar di setiap lantai dan pembatas buka-tutup pintu sangkar. Rangkaian tujuh led sebagai tampilan posisi sangkar di setiap lantai. Rangkaian

display LCD sebagai tampilan arah perjalanan sangkar. Rangkaian bel sebagai tanda alarm sangkar berhenti di setiap lantai. Pemrograman bahasa C untuk mikrokontroler ATmega 8535 digunakan perangkat lunak Code Vision AVR. Prototipe pengendali otomatis elevator bekerja sesuai dengan perintah yang diberikan mikrokontroler ATmega 8535 dalam bentuk kode program bahasa C. Mikrokontroler ATmega 8535 dapat membaca kondisi seluruh masukan dan membandingkan dengan program yang ada dalam mikrokontroler ATmega 8535. Kemudian membuat tindakan pada keluaran mikrokontroler ATmega 8535 yang akhirnya dapat menggerakan motor DC, tujuh led, display LCD dan bel. Hasil perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator menunjukkan kondisi elevator yang sebenarnya. Hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa mikrokontroler ATmega 8535 dapat diaplikasikan untuk mengontrol prototipe pengendali otomatis elevator.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya akhirnya skripsi dengan judul “Perancangan Elevator dan Pembuatan Prototipe Pengendali Otomatis Elevator Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535” dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

Atas bantuan serta dorongan yang telah diberikan penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Syahrul Abda, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan hingga terselesainya skripsi ini, dan juga kepada Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, serta kepada seluruh staff pengajar di Departemen Teknik Mesin yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta atas didikan, nasehat dan doa selama ini kepada penulis, dan juga kepada rekan-rekan yang ada di Departemen Teknik Mesin atas bantuannya.

Penulis mengharapkan koreksi dari pembaca yang sifatnya membangun kearah satu penyempurnaan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 8 September 2011 Penulis,

Dedy Rahman NIM. 090421016


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SIMBOL ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pendefinisian Judul ... 2

1.3. Perumusan Masalah ... 3

1.4. Batasan Masalah ... 4

1.5. Tujuan Perancangan ... 4

1.6. Metode Perancangan ... 4

1.7. Manfaat Penelitian ... 5

1.8. Sistematika Penulisan ... 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Definisi Elevator ... 7

2.2. Klasifikasi Elevator Berdasarkan Pemakaian ... 7

2.3. Metode Pengoperasian Elevator ... 8

2.4. Ruang Peletakan Mesin ... 9

2.5. Penggerak Elevator Sistem Wrap... 10

2.6. Komponen Utama pada Luar Atas Sangkar (Phenthouse Machine Room) ... 10

2.7. Komponen pada Terowongan (Hoist Way) ... 13

2.8. Mikrokontroler ATmega 8535 ... 17


(7)

2.8.2. Central Processing Unit (CPU) ... 21

2.8.3. Memori (Memory) ... 21

2.8.4. Port Masukan/Keluaran (Input/Output Port) ... 22

2.8.5. Interupsi(Interrupt) ... 25

2.9. Bahasa Pemrograman C ... 27

2.9.1. Karakteristik Bahasa Pemrograman C ... 27

2.9.2. Sistem Bilangan ... 28

2.10. Komponen Elektronika ... 30

2.10.1. Saklar Elektromagnet (Relay) ... 30

2.10.2. Sensor Sentuh (Limit Switch) ... 31

2.10.3. Dioda ... 32

2.10.4. Transistor ... 33

2.10.5. Resistor ... 33

2.10.6. Tujuh Led (Seven Segment)... 34

BAB 3. PERANCANGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR ... 35

3.1. Kapasitas Elevator ... 35

3.2. Beban Pengimbang (Counterweight) ... 37

3.3. Perancangan Tali Baja (Steel Wire Rope) ... 37

3.3.1. Bahan Tali Baja ... 37

3.3.2. Luas Penampang Tali Baja ... 38

3.3.3. Diameter Tali Baja ... 40

3.3.4. Umur Tali Baja ... 40

3.3.5. Kekuatan Tali Baja ... 43

3.4. Perancangan Puli ... 44

3.4.1. Diameter Puli ... 44

3.4.2. Diameter Poros Puli ... 44

3.4.3. Tekanan pada Alur Puli Oleh Tali ... 46

3.4.4. Putaran puli ... 47

3.5. Daya Motor AC ... 47


(8)

3.6.1. Rancangan Kerja Sistem Pengendali Otomatis Elevator

Menggunakan Metode Selective-Collective ... 51

3.6.2. Sistem Pengaturan Kecepatan Otomatis Elevator ... 53

3.6.3. Operasi Panggilan Satu Lantai ... 54

3.6.4. Jarak Berhenti Sangkar ... 54

BAB 4. PEMBUATAN PROTOTIPE PENGENDALI OTOMATIS ELEVATOR ... 56

4.1. Instalasi Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 56

4.2. Bahan-bahan dan Peralatan ... 56

4.3. Pembuatan Prototipe Elevator ... 58

4.3.1. Kerangka Prototipe Elevator ... 58

4.3.2. Kerangka Sangkar ... 59

4.3.3. Papan PCB (Printed Circuit Board) ... 60

4.4. Modul Mikrokontroler ATmega 8535 ... 62

4.5. Komponen Elektronika ... 63

4.5.1. Sensor ... 63

4.5.2. Driver Motor ... 64

4.5.3. Catu Daya ... 65

4.5.4. Motor DC ... 66

4.5.5. Tombol ... 67

4.5.6. Tujuh Led (Seven Segment) ... 68

4.5.7. Liquid Crystal Display (LCD) ... 68

4.5.8. Bel ... 69

4.6. Rancangan Kerja Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 69

4.7. Gerak Dasar Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 70

4.8. Diagram Alir Sistem Kerja Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 71

4.9. Penentuan Masukan/Keluaran (Input/Output) ... 74


(9)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 81

5.1. Menjalankan Sistem ... 81

5.2. Data Demonstrasi ... 82

5.3. Kecepatan Angkat Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 85

5.4. Kondisi Kerja Prototipe Pengendali Elevatorpada Saat Mencapai Batas Over Limit ... 86

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Perbandingan Kecepatan Mikrokontroler pada Beberapa Merek ... 18

2.2. Deskripsi Pin ATmega 8535 ... 20

2.3. Hubungan Pin dan Interupsi ... 26

2.4. Register MCUCR untuk Pengaturan Interupsi Eksternal ... 26

2.5. Register GICR untuk mengatur Interupsi Eksternal ... 26

2.6. Logika 0 dan 1 ... 27

2.7. Bilangan Desimal, Biner, Oktal dan Heksadesimal ... 30

3. Tekanan Bidang pada Puli ... 45

4.1. Bahan untuk Mekanik ... 56

4.2. Bahan untuk Elektrik ... 57

4.3. Peralatan Yang Digunakan ... 57

4.4. Logika Gerak Dasar Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 70

4.5. Komponen Input dan Fungsi ... 74

4.6. Komponen Output dan Fungsi ... 75

5.1. Data Demonstrasi Prototipe Pengendali Otomatis Elevator ... 82


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Pemasangan Tali Baja pada Sistem Wrap ... 10

2.2. Komponen Utama Elevator Penumpang ... 11

2.3. Motor AC ... 12

2.4. Jenis Alur Puli Round Groove, dan Jenis Alur Undercut Groove ... 13

2.5. Sangkar ... 13

2.6. Tombol Pemanggilan Lantai, Tujuan Lantai, Buka Pintu (Open Door) dan Tutup Pintu (Close Door) ... 14

2.7. Lapisan Serat Tali Baja ... 15

2.8. Konstruksi Serat Tali Baja ... 15

2.9. Arah Gerakan Beban Pengimbang, dan Konstruksi Beban Pengimbang 16 2.10. Rel Penuntun ... 16

2.11. Peredam ... 17

2.12. Kemasan Mikrokontroler ATmega 8535 ... 19

2.13. Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATmega 8535 ... 19

2.14. Peta Memori Program ... 22

2.15. Konfigurasi Internal Pin Port ... 23

2.16. Mekanik Relay, dan Simbol Skematik Relay ... 31

2.17. Bentuk Sensor Sentuh (Limit Switch) Beserta Konfigurasi Pulled-Low dan Pulled-High ... 31

2.18. Bentuk Dioda dan Simbol Dioda ... 32

2.19. Karakteristik Dioda Ideal dan Aktual ... 32

2.20. Transistor Sebagai Saklar, dan Analogi Transistor Sebagai Saklar ... 33

2.21. Simbol Resistor ... 34

2.22. Tujuh Led (Seven Segment)... 34

3.1. Skematis Elevator ... 35

3.2. Luas Per Penumpang, dan Jumlah Penumpang Dalam Sangkar ... 36

3.3. Kerangka Sangkar ... 36


(12)

3.5. Rangkaian Sistem Pengendali Otomatis Elevator ... 52

3.6. Diagram Kecepatan Otomatis Elevator ... 53

3.7. Rangkaian untuk Operasi Panggilan Satu Lantai ... 54

3.8. Pemasangan Sensor Sentuh (Limit Switch) dan Vane Logam ... 55

4.1. Kerangka Prototipe Elevator ... 58

4.2. Kerangka Sangkar ... 59

4.3. Pintu Sangkar, dan Motor DC 6 Volt ... 60

4.4. Modul Mikrokontroler ATmega 8535 ... 62

4.5. Diagram Blok Pengendali Komponen Input/Output ... 63

4.6. Diagram Blok Pengendali Komponen Input/Output ... 63

4.7. RangkaianSensor Sentuh (Limit Switch) ... 64

4.8. Rangkaian Pengendali Motor DC Menggunakan Jembatan H ... 64

4.9. Ilustrasi PWM untuk Kendali Kecepatan Motor DC ... 65

4.10. Penyambungan Baterai ... 65

4.11. Motor DC, dan Sistem Tranmisi Di Dalam Motor DC ... 66

4.12. Prinsip Kerja Jembatan H (H-Bridge) ... 66

4.13. Rangkaian Tombol Push On ... 67

4.14. Rangkaian Tujuh Led (Seven Segment) ... 68

4.15. Rangkaian Liquid Crystal Display (LCD) ... 68

4.16. Rangkaian Bel ... 69

4.17. Diagram Alir Sistem Kerja Prototipe Pengendali Elevator ... 73

4.18. Tampilan Awal CodeVision AVR ... 75

4.19. Create New File Window ... 76

4.20. Confirm Window ... 76

4.21. SPI Setting Window ... 76

4.22. Saving Window ... 77

4.23. Programmer Setting Window ... 77

4.24. Programmer Setting ... 78

4.25. Configure Project ... 78

4.26. Cara Kompilasi ... 79


(13)

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Nilai

d Dmin

Sebagai Fungsi Jumlah Lengkungan dan Tegangan Tarik

Maksimum Tali Baja Tipe : 6 x 19 + 1 Fibre Core ... 92

2. Harga Faktor m, C, C1 dan C2 ... 93

3. Harga a, z2, β dan Efisiensi Puli ... 94

4. Tali untuk Crane dan Pengangkat, dan JIS G 4051 Baja Kabon untuk Konstruksi Mesin ... 95

5. Diameter Poros Puli, Batang Baja Karbon Difinis Dingin untuk Poros, dan Baja Rol untuk Konstruksi Umum ... 96

6. Standar JIS G 5501 Besi Cor Kelabu, dan JIS G 3521 Kawat Baja Tarik Keras ... 98

7. Motor AC 3 Phasa ... 100

8. Diagram Blok Sistem Kontrol Kecepatan Elevator ... 101

9. Diagram Blok Mikrokontroler ATmega 8535 ... 102

10. Dimensi Mikrokontroler ATmega 8535 ... 103

11. Fitur ATmega 8535 ... 104

12. Dokumentasi Pembuatan Papan PCB (Printed Circuit Board) ... 106

13. Dokumentasi Papan PCB (Printed Circuit Board) Yang Telah Dibuat . 108 14. Perkiraan Biaya Bahan dan Komponen Elektronika ... 109

15. Rancangan Perangkat Kontrol Prototipe Elevator ... 110


(15)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Judul Satuan

a Jumlah siklus rata-rata kerja per bulan

A Perbandingan diameter puli penggerak dengan diameter tali

bit Satuan data digital terkecil 0 dan 1

c Faktor yang memberi karakteristik konstruksi tali

d Diameter tali baja [mm]

D Diameter puli penggerak [mm]

Dmin Diameter puli penggerak minimum [mm]

e1 Faktor yang tergantung pada kondisi operasi

e2 Faktor yang tergantung pada konstruksi tali

Gcwt Berat beban pengimbang [kg]

H Tinggi angkat [m]

i Jumlah kawat

I Arus [Ampere]

K Faktor keamanan tali

n Jumlah bagian suspensi (tali penggantung)

N Umur tali [bulan]

N Daya motor [HP]

n Putaran [rpm]

P Tekanan permukaan [kg/cm2]

Pa Tekanan permukaan yang diizinkan [kg/cm2]

Q Kapasitas angkatelevator [kg]

Qt Kapasitas total elevator [kg]

t waktu [detik]

T Torsi [N.m]

v Kecepatan [m/s]

V Tegangan [Volt]


(16)

z Jumlah lengkungan berulang β Faktor perubahan daya tekan tali

δ Diameter serat tali baja [mm]

ηmek Efisiensi mekanis

ηpuli Efisiensi puli

σt Tegangan tarik [kg.mm2]

σti Tegangan tarik izin [kg.mm2]


(17)

ABSTRAK

Perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 yang dapat melayani 4 lantai melatar belakangi penelitian. Prototipe pengendali otomatis elevator difokuskan untuk membuat sistem kontrol on/off menggunakan mikrokontroler ATmega 8535. Selanjutnya sistem kontrol on/off digunakan untuk mengontrol prototipe pengendali otomatis elevator. Metode yang digunakan adalah perancangan ulang dengan standar perancangan yang sudah ada kemudian pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator. Perancangan elevator menggunakan motor AC dengan daya 10 HP. Sistem kontrol digunakan rangkaian saklar elektromagnet. Kapasitas elevator 500 kg atau setara 6 orang. Sangkar ditarik oleh tali baja tipe 6 x 19 dengan diameter 9,5 mm sebanyak 3 buah. Kemudian tahapan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevatoradalah membuat rangkaian mikrokontroler ATmega 8535 sebagai pusat kontrol dari semua rangkaian. Rangkaian jembatan H sebagai pengendali arah putaran motor DC. Rangkaian sensor sentuh sebagai pendeteksi posisi sangkar di setiap lantai dan pembatas buka-tutup pintu sangkar. Rangkaian tujuh led sebagai tampilan posisi sangkar di setiap lantai. Rangkaian

display LCD sebagai tampilan arah perjalanan sangkar. Rangkaian bel sebagai tanda alarm sangkar berhenti di setiap lantai. Pemrograman bahasa C untuk mikrokontroler ATmega 8535 digunakan perangkat lunak Code Vision AVR. Prototipe pengendali otomatis elevator bekerja sesuai dengan perintah yang diberikan mikrokontroler ATmega 8535 dalam bentuk kode program bahasa C. Mikrokontroler ATmega 8535 dapat membaca kondisi seluruh masukan dan membandingkan dengan program yang ada dalam mikrokontroler ATmega 8535. Kemudian membuat tindakan pada keluaran mikrokontroler ATmega 8535 yang akhirnya dapat menggerakan motor DC, tujuh led, display LCD dan bel. Hasil perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator menunjukkan kondisi elevator yang sebenarnya. Hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa mikrokontroler ATmega 8535 dapat diaplikasikan untuk mengontrol prototipe pengendali otomatis elevator.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Prototipe pengendali otomatis elevator ini terfokus atau dibuat untuk menggambarkan kondisi cara kerja elevator yang sebenarnya. Namun demikian prototipe pengendali otomatis elevator memerlukan sistem kerja yang akurat dari pengontrolnya sehingga memerlukan kontroler dengan operasi kerja yang handal. Mikrokontroler ATmega 8535 ditinjau dari kemampuan dan fasilitas yang dimilikinya, cocok dipilih digunakan untuk membuat prototipe pengendali otomatis elevator.

Dahulu sebelum adanya Elevator (lift) dan Eskalator (tangga berjalan) untuk mencapai lantai atas dari lantai dasar atau sebaliknya, harus naik tangga lantai secara manual yaitu dengan jalan kaki. Hal ini tidak akan menjadi masalah atau kerepotan, jika jumlah lantai gedung sedikit dan hanya sedikit orang saja yang naik/turun lantai. Namun akan menjadi masalah besar jika lantai gedung berjumlah banyak, akan lebih merepotkan lagi jika banyak orang yang naik/turun lantai. Disisi lain menggunakan tangga manual dirasa kurang efektif dan efisien, karena memakan waktu terlalu lama dan terlalu banyak menguras tenaga.

Penggunaan elevator dengan kontroler dalam gedung-gedung bertingkat tinggi berkembang pesat. Penguasaan desain dan pembuatan pengendali otomatis elevator sangat dibutuhkan terutama oleh mahasiswa teknik mesin, yang sudah selayaknya ikut mempersiapkan diri dalam bidang ini. Hal ini yang melatar belakangi penulis untuk mengkaji perancangan ulang dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber informasi secara akademis.


(19)

1.2. Pendefinisian Judul 1. Perancangan

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Santoso, 2009) dimaksud dengan perancangan ialah proses desain. Dalam hal ini dimaksud perancangan ialah perhitungan komponen utama elevator, gambar teknik, gambar rangkaian komponen elektronika, pemilihan kontroler, rancangan kerja prototipe pengendali otomatis elevator dan penentuan masukan/keluaran (Input/Output).

2. Pembuatan

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Santoso, 2009) dimaksud dengan pembuatan ialah proses manufaktur. Dalam hal ini dimaksud dengan pembuatan ialah membuat kerangka prototipe elevator, kerangka sangkar, mekanik penggerak sangkar dan mekanik penggerak pintu. Membuat rangkaian elektronika meliputi : modul mikrokontroler ATmega 8535, driver motor DC, sensor, catu daya, panel tombol, tujuh led, display LCD dan bel.

3. Prototipe

Menurut kamus teknik (tim wacana intelektual, 2009) dimaksud dengan prototipe ialah model pertama. Dalam hal ini dimaksud prototipe ialah memindahkan keadaan elevatoryang sebenarnya ke prototipe pengendali otomatis elevatorberbasis mikrokontroler ATmega 8535.

4. Pengendali

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Santoso, 2009) dimaksud dengan pengendali ialah sesuatu yang mengatur. Dalam hal ini dimaksud pengendali ialah pengaturan ada tegangan/tidak ada tegangan atau on/off.

5. Otomatis

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Santoso, 2009) dimaksud dengan otomatis adalah dengan bekerja sendiri.


(20)

6. Elevator

Menurut kamus teknik (Basri, 2001) dimaksud dengan elevator adalah pesawat pengangkat. Dalam hal ini dimaksud elevator merupakan alat pengangkat barang dan penumpang secara vertikal yang berbentuk sangkar, yang bergerak naik-turun mengikuti rel penuntun tetap.

7. Berbasis

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Santoso, 2009) dimakdsud dengan berbasis ialah berdasarkan. Dalam hal ini dimaksud dengan berbasis ialah sistem pengendali otomatis prototipe elevator yang dibuat berdasarkan atau mengikuti cara kerja mikrokontroler ATmega 8535.

8. Mikrokontroler

Menurut kamus komponen elektronika (Arifianto, 2011) dimaksud dengan mikrokontroler adalah rangkaian elektronika terpadu (Integrated Cirkuit; IC) yang hanya bisa bekerja bila diisi program untuk menggerakkan sistem.

9. ATmega 8535

Menurut kamus komponen elektronika (Arifianto, 2011) dimaksud dengan ATmega 8535 adalah mikrokontroler keluarga AVR 8-bit buatan ATMEL seri MEGA dan nomor seri 8535.

1.3. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana merancang elevator dan membuat prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535.

2. Bagaimana penggunaan mikrokontroler ATmega 8535 untuk mengontrol prototipe elevator.


(21)

1.4. Batasan Masalah

Perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevatorberbasis mikrokontroler ATmega 8535 dibatasi meliputi :

1. Perhitungan komponen utama elevator meliputi : sangkar, beban pengimbang, tali baja, puli dan motor AC.

2. Penggunaan mikrokontroler ATmega 8535 untuk mengontrol prototipe elevator.

1.5. Tujuan Perancangan

Merancang elevator dan membuat prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 dengan mempertimbangkan operasi kerja yang aman dan nyaman.

1.6. Metode Perancangan

Metode yang digunakan pada perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 adalah :

1. Metode perancangan melalui perhitungan dengan menggunakann formula-formula yang standar.

2. Metode pembuatan prototipe pengendali elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535.

3. Metode pemrograman bahasa C untuk mengontrol cara kerja prototipe elevatorberbasis mikrokontroler ATmega 8535.

4. Metode uji coba prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535.


(22)

1.7. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan kontraktor lokal elevator pada umumnya dan bagi penulis sendiri pada khususnya. Adapun manfaat tersebut adalah penyediaan berupa informasi data akademis tentang perancangan elevator dan pembuatan prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535, serta dapat dijadikan data pendukung bagi siapa yang berkepentingan.

1.8.Sistematika Penulisan

Bab 1. Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang, pendefinisian judul, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan juga dimasukkan dalam bab ini.

Bab 2. Tinjauan Pustaka. Bab ini berisi landasan teori elevatorantara lain : definisi dan klasifikasi elevator, komponen utama elevator, mikrokontroler ATmega 8535 dan komponen elektronika yang diambil dari literatur terkait dan data sheet mikrokontroler ATmega 8535 yang meliputi konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.

Bab 3. Perancangan Komponen Utama Elevator. Bab ini berisi perancangan komponen utama elevator menggunakan formula-formula standar. Perancangan Pengendali Otomatis Elevator melalui gambar rangkaian pengawatan saklar elektromagnet (relay).

Bab 4. Pembuatan Prototipe Pengendali Otomatis Elevator. Bab ini berisi pembuatan prototipe elevator meliputi : kerangka prototipe elevator, kerangka sangkar, mekanik penggerak sangkar dan pintu. Membuat rangkaian elektronika meliputi : modul mikrokontroler ATmega 8535, driver motor DC, sensor, catu daya, panel tombol dan tujuh led. Rancangan kerja prototipe pengendali otomatis elevator, diagram alir (flow chart) prototipe pengendali otomatis elevator, penentuan Input/Output, implementasi Input/Output dan pemrograman bahasa C.


(23)

Bab 5. Hasil dan Pembahasan. Bab ini berisi data hasil uji coba atau demonstrasi prototipe pengendali otomatis elevator berbasis mikrokontroler ATmega 8535 yang menunjukkan kondisi cara kerja elevatoryang sebenarnya.

Bab 6. Kesimpulan dan Saran. Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang bermanfaat.


(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Elevator

Elevator juga disebut lift merupakan alat pengangkat barang dan penumpang secara vertikal yang berbentuk sangkar (car) bergerak naik-turun mengikuti rel penuntun tetap yang dipasang pada bangunan dengan menggunakan seperangkat alat mekanik baik disertai pengendali otomatis ataupun pengendali konvensional (Rudenko, 1994). Elevator bekerja dengan bantuan saklar elektromagnet atau relay (Otis, 1993). Sistem pengendali elevator mempunyai peran penting dalam menentukan berfungsi/tidaknya kerja elevator.

2.2. Klasifikasi ElevatorBerdasarkan Pemakaian

Menurut Gina (2003) klasifikasi elevator berdasarkan pemakaian adalah sebagai berikut :

1. Pemakaian umum atau perniagaan (general purpose or comercial), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada pemakaian yang bersifat umum, contohnya : pada hotel, rumah sakit, masjid, kantor-kantor dan perusahaan.

2. Pemakaian pada tempat tinggal (residensial), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada rumah tempat tinggal, contohnya : pada rumah tempat tinggal. 3. Pemakaian pada supermarket (store), yaitu : tipe elevator yang digunakan pada

swalayan atau pusat perbelanjaan.

4. Pemakaian pada lembaga-lembaga (institusional), yaitu : tipe elevator yang dipakai pada bangunan untuk suatu bentuk kelembagaan, contohnya : pada lembaga pendidikan.


(25)

2.3. Metode Pengoperasian Elevator

Metode pengoperasian elevator adalah cara kerja elevator dalam memberikan respon terhadap panggilan yang diberikan penumpang.

Metode operasi elevator secara umum dibedakan atas dua cara, yaitu pengoperasian manual dan pengoperasian otomatis.

1. Pengoperasian Manual

Pengoperasian manual merupakan sistem pengoperasian sangkar dengan kecepatan rendah dan dapat berhenti pada posisi sembarang titik yang dikehendaki, misalnya untuk kondisi perawatan (Otis, 1993). Pengoperasian elevator diatur oleh seorang operator. Semua panggilan harus dikirim ke meja operator. Kemudian operator mengatur gerakan sangkar ke posisi lantai yang diinginkan/dipesan penumpang (Otis, 1993).

2. Pengoperasian Otomatis

Pengoperasian otomatis adalah memberikan respon secara langsung kepada penumpang yang memanggil sangkar (Otis, 1993).

Berdasarkan prinsip kerjanya, metode ini dibedakan lagi atas dua yaitu Metode Single Automatic Push Button dan Metode Selective-Collective.

a. Metode Single Automatic Push Button

Metode single automatic push button pada setiap lantai hanya terdapat satu buah tombol untuk memanggil sangkar. Di dalam sangkar terdapat tombol tujuan lantai yang diinginkan. Selama elevator bekerja, elevator tidak melayani panggilan dari penumpang lain (Otis, 1993). Elevator memberikan tanggapan setelah elevator selesai melaksanakan tugasnya (Otis, 1993).

b. Metode Selective–Collective

Metode selective–collective pada setiap lantai terdapat dua buah tombol panggilan yaitu tombol panggilan naik dan tombol panggilan turun. Kecuali pada


(26)

lantai terendah dan tertinggi yang masing-masing hanya terdapat satu tombol panggilan (Otis, 1993). Di dalam sangkar terdapat tombol tujuan lantai yang diinginkan penumpang.

c. Metode Duplex-Collective

Metode duplex–collective ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode

selective-collective merupakan operasi gabungan dari dua atau lebih elevator yang bekerja secara selective-collective (Otis, 1993).

Metode ini pada setiap lantai terdapat tombol bersama untuk memanggil sangkar. Apabila tombol panggilan ditekan maka sangkar dengan posisi paling dekat dan dengan arah yang sesuai dengan panggilan, akan melayani panggilan (Otis, 1993). Tombol tujuan lantai terdapat pada setiap sangkar yang berfungsi untuk mengoperasikan sangkarnya masing-masing.

Uraian diatas maka dapat dipilih metode pengoperasian otomatis dengan prinsip berdasarkan metode selective–collective untuk perancangan ini, karena di dalam gedung hanya terdapat satu elevator.

2.4. Ruang Peletakan Mesin

Ruang peletakan mesin utama elevator terdiri dari dua tipe sistem peletakannya, yaitu Penthoese Machine Room Type dan Basement Machine Room Type.

1. Penthouse Machine Room Type

Mesin elevator ditempatkan pada bagian atas sangkar (Lubomir, 1997). 2. Basement Machine Room Type

Mesin elevator ditempatkan pada bagian bawah sangkar (Lubomir, 1997). Uraian di atas maka dapat dipilih tipe penthouse machine room untuk perancangan ini, karena dapat digunakan untuk berbagai macam ketinggian angkat elevator.


(27)

2.5. Penggerak Elevator Sistem Wrap

Penggerak elevatorsistem wrap adalah motor AC (Lubomir, 1997). Motor dikopel ke poros mesin elevator (elevator driving machine), yaitu suatu alat yang menggerakkan puli penggerak. Selanjutnya puli penggerak menarik dan mengulur tali yang diikat pada sangkar dan beban pengimbang (counterweight) (Rudenko, 1994). Sangkar dan beban pengimbang bergerak naik-turun sesuai dengan putaran puli penggerak seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Puli

penggerak Puli penggerak

Gambar 2.1. Pemasangan Tali Baja pada Sistem Wrap

2.6. Komponen Utama pada Luar Atas Sangkar (Phenthouse Machine Room)

Komponen utama pada luar atas sangkar tipe phenthouse machine room

diletakkan pada bagian lantai paling atas elevator seperti terlihat pada Gambar 2.2. Elevator menggunakan mesin pengangkat jenis roda puli penggerak dan drum penggulung (Rudenko, 1994).

Mesin pengangkat jenis roda puli lebih efektif karena gaya traksi roda puli penggerak akan hilang bila sangkar yang sedang turun terbentur hambatan


(28)

(Rudenko, 1994). Dalam hal ini, kelonggaran bagian tali yang keluar dari puli akan menyebabkan tergelincirnya roda puli sehingga tali akan mengencang kembali. Bila sangkar yang digerakkan mesin mengangkat muatan jenis drum terhenti akan terjadi kerusakan serius karena drum terus berputar dan tali tanpa tegangan terus diulur (Rudenko, 1994).

Lantai 4

Lantai 3

Lantai 2

Lantai 1


(29)

Keterangan Gambar :

1. Motor AC 8. Tombol pemanggilan

2. Puli penggerak 9. Kerangka elevator

3. Panel kontrol 10. Rel Penuntun beban pengimbang 4. Pengatur kecepatan 11. Tali baja

5. Sangkar 12. Beban pengimbang

6. Pintu sangkar 13. Peredam (buffer) 7. Rel penuntun sangkar

Komponen utama elevator yang ditempatkan pada bagian atas sangkar antara lain motor AC dan puli penggerak.

1. Motor AC

Motor AC menggunakan mesin pengangkat jenis roda puli penggerak dan drum (Rudenko, 1994). Perancangan dengan roda puli, penggerak tali melewati roda puli yang digerakkan oleh gaya gesek seperti terlihat pada Gambar 2.3. Perancangan dengan drum, tali yang menahan sangkar diikatkan pada drum dan dililitkan pada permukaannya (Rudenko, 1994).

Gear box

Puli Rem elektromagnetik

Motor

Dudukan motor

Gambar 2.3. Motor AC 2. Puli Penggerak (Traction Sheave)

Puli penggerak (traction sheave) berfungsi untuk meneruskan gaya gesek dan mengubah arah tali baja (lurus-lengkung-lurus) atau pengarahan tali baja sekaligus untuk menahan beban yang diberikan. Puli penggerak untuk tali baja


(30)

terbuat dari besi cor atau besi tuang (Rudenko, 1994). Diameter puli penggerak tergantung pada diameter tali baja. Umur puli penggerak yang diinginkan merupakan dasar untuk mendapatkan nilai aman tekanan satuan antara tali baja dan alur (groove) puli penggerak (Rudenko, 1994). Jenis alur puli seperti terlihat pada Gambar 2.4.

(a) (b)

Gambar 2.4. Jenis Alur Puli : (a) Jenis Alur Round Groove,

(b) Jenis Alur Undercut Groove 2.7. Komponen pada Terowongan (Hoist Way)

Komponen pada terowongan (hoist way) adalah sebagai berikut : 1. Sangkar (Car)

Sangkar (car)adalah suatu kerangka kendaraan yang mempunyai ruangan tempat penumpang atau barang yang akan dipindahkan (Rudenko, 1994). Sangkar ini tertutup dan dilengkapi dengan pintu seperti terlihat pada Gambar 2.5.

Pintu


(31)

Sangkar ini juga harus kokoh, ringan dan desainnya sederhana (Rudenko, 1994). Bagian dalam sangkar terdapat tombol-tombol pengatur arah tujuan lantai, buka dan tutup pintu (Lubomir, 1997). Tata letak peralatan dan tombol operasi elevatorsebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.6.

(a) (b)

Gambar 2.6. (a) Tombol Pemanggilan Lantai (b) Tombol Tujuan Lantai, Buka Pintu (Open Door) dan Tutup Pintu (Close Door)

2. Tali Baja (Stell Wire Rope)

Tali baja (steel wire rope) adalah tali yang dikonstruksikan dari kumpulan jalinan serat-serat baja (Zainuri, 2006). Mula-mula beberapa serat dipintal sehingga menjadi suatu jalinan (strand). Kemudian beberapa jalinan dijalin pada satu inti (core) sehingga membentuk tali (Zainuri, 2006). Tali baja digunakan sebagai penghubung sangkar dengan beban pengimbang melalui puli mesin elevator. Tali ini berfungsi sebagai pengangkat, memindahkan gerakan dan daya pada mesin elevator (Lubomir, 1997). Serat tali baja dapat dilihat pada Gambar 2.7. dan Gambar 2.8.


(32)

Gambar 2.7. Lapisan Serat Tali Baja

Gambar 2.8. Konstruksi Serat Tali Baja

Tali baja sangat dominan dipergunakan untuk pengoperasian elevator, karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu:

• Lebih ringan.

• Lebih tahan terhadap sentakan.

• Operasi yang tenang walaupun pada kecepatan tinggi. • Kerusakan awal lebih mudah diketahui.

Pembuatan tali baja dilakukan dengan proses pengerjaan panas sekaligus diiringi dengan penarikan dingin yang akan meningkatkan sifat mekanis kawat (Zainuri, 2006). Tali baja terbuat dari baja dengan kekuatan

σ

b = (130 s/d 200)

kg/mm2 (Zainuri, 2006).

3. Beban Pengimbang(Counterweight)

Beban pengimbang(counterweight) adalah pemberat yang berfungsi untuk mengimbangi berat sangkar (Lubomir, 1997). Gerakan beban pengimbang


(33)

berlawanan arah dengan sangkar seperti terlihat pada Gambar 2.9. Beban pengimbang terdiri dari satu kerangka baja dengan perancangan yang berlapis untuk memudahkan pengaturan beban dan penyederhanaan perakitan (Lubomir, 1997). Beban pengimbang biasanya terpasang disamping elevator. Penggunaan beban pengimbang menghemat konsumsi daya yang diperlukan elevator.

m2 Beban pengimbang

Batang besi cor

m1 Sangkar kelabu

(a) (b)

Gambar 2.9. (a) Arah Gerakan Beban Pengimbang, (b) Konstruksi Beban Pengimbang

4. Rel Penuntun

Rel penuntun terbuat dari batang baja canai profil T seperti terlihat pada Gambar 2.10. dan diikat pada kedua sisi lorong elevator yang berlawanan (Rudenko, 1994). Sangkar bergerak di dalam lorong pada rel penuntun.


(34)

5. Peredam

Peredam adalah suatu alat yang ditempatkan pada bagian dasar terowongan (Lubomir, 1997). Peredam berfungsi untuk meredam kejutan apabila suatu saat tali pengikat elevator dengan beban pengimbang putus (Lubomir, 1997). Peredam bekerja berdasarkan hidrolik yang dibantu dengan pegas seperti terlihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Peredam 2.8. Mikrokontroler ATmega 8535

Mikrokontroler ATmega 8535 adalah mikrokontroler keluarga AVR 8-bit CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) yang dirancang dengan arsitektur RISC (Reduced Intruction Set Computer) yang telah ditingkatkan kemampuannya, namun mengkonsumsi sedikit daya (Heryanto, 2008). Dengan mengeksekusi instruksi-instruksi dalam satu siklus clock tunggal. Mikrokontroler ATmega 8535 bekerja dengan kecepatan 16 MHz (Heryanto, 2008). Perancangan sistem dapat mengoptimumkan aspek konsumsi daya versus kecepatan pemrosesan. Umumnya, sistem prosesor yang bekerja dengan frekuensi tinggi mengkonsumsi daya lebih besar daripada sistem yang bekerja dengan frekuensi rendah.


(35)

Mikrokontroler ATmega8535 dibuat menggunakan teknologi memori tidak hilang meskipun tanpa catu daya (nonvolatile) berdensitas tinggi (Winoto, 2010). On-Chip ISP (In System Programming) Flash yang terdapat di dalamnya memungkinkan memori program dapat diprogram ulang secara In-System melalui perangkat antarmuka serial ISP, baik oleh pemrogram memori nonvolatil konvensional, ataupun program On-chip Boot yang terdapat pada inti AVR (Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535). Program boot tersebut dapat menggunakan sembarang perangkat antarmuka untuk mengunduh program aplikasi dalam memori aplikasi Flash (Heryanto, 2008). Piranti lunak pada bagian Boot Flash

akan tetap berjalan sementara bagian aplikasi Flash dimutakhirkan. Sehingga menghasilkan operasi Baca-Perulangan-Tulis (Read-While-Write) yang tepat (Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535).

Membuat perbandingan di antara ragam mikrokontroler, bukanlah pekerjaan yang mudah karena banyak parameter yang perlu dipertimbangkan. Salah satu cara praktis yang dapat dilakukan adalah dengan mengambil salah satu paramater, misalkan kecepatan pemrosesannya. Pada Tabel 2.1. menunjukkan perbandingan kecepatan prosesor dan efisiensi eksekusi dari beberapa mikrokontroler populer.

Tabel 2.1. Perbandingan Kecepatan Mikrokontroler pada Beberapa Merek Mikrokontroler Produsen Ukuran Kode

Terkompilasi

Waktu Eksekusi (Siklus) AVR

8051 PIC1674 68HC11

ATMEL INTEL MICROCHIP MOTOROLA

46 112 87 57

335 9384 2492 5244

Sumber : Data Sheet Mikrokontroler

Tabel 2.1. terlihat bahwa ketika bekerja dengan frekuensi siklus normal (clock) yang sama, mikrokontroler keluarga AVR bekerja 7 kali lebih cepat dibandingkan dengan PIC1674, 15 kali lebih cepat daripada 68 HC11, dan 28 kali lebih cepat dibanding 8051. Ditinjau dari kemampuan dan fasilitas yang dimiliki mikrokontroler ATmega 8535 keluarga AVR cocok dipilih untuk membangun


(36)

bermacam-macam aplikasi (embedded system). Kemasan mikrokontroler ATmega 8535 dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Kaki/pin (Input/Output)

Gambar 2.12. Kemasan Mikrokontroler ATmega 8535 2.8.1.Konfigurasi Pin Mikrokontroler ATmega 8535

Konfigurasi pin mikrokontroler ATmega 8535 pada kemasan PDIP (Plastic Dual Inline Package) sebagaimana terlihat pada Gambar 2.13.


(37)

Tabel 2.2. Deskripsi Pin Mikrokontroler ATmega 8535

Nama Deskripsi

Vcc Tegangan catu digital

Gnd Catu daya negatip (Ground)

Port A (PA0-PA7) Port A berfungsi sebagai port Input/Output. Port A juga berfungsi sebagai ADC, jika diperlukan. Pin pada Port dapat diatur untuk memberikan internal pull-up resistors

pada tiap bit. Penyangga data (buffer) pada keluaran Port A mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Ketika pin PA0 – PA7 digunakan sebagai input dan secara eksternal dikonfigurasi pulled-low, pin-pin tersebut menghasilkan arus apabila internal pull-up resistors diaktifkan. Pin pada Port A berada dalam kondisi tri-stated ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja.

Port B (PB0-PB7) Port B adalah port Input/Output dwi-arah 8-bit dengan

internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyangga data pada output Port B mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Sebagai

input, Port B yang secara eksternal dikonfigurasi pulled-low akan menghasilkan arus jika pull-up resistors

diaktifkan. Pin pada Port B berada dalam kondisi tri-stated

ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja. Port B juga memiliki fungsi lain yaitu TO, XCK, T1, AIN0, INT2, AIN1, SS, MOSI, MISO dan SCK. Port C (PC0-PC7) Port C adalah sebuah port Input/Output dwi-arah 8-bit

dengan internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyanga data pada output Port C mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Sebagai input, Port C yang secara eksternal dikonfigurasi

pulled-low akan menghasilkan arus jika pull-up resistors

diaktifkan. Pin pada Port C berada dalam kondisi tri-stated

ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja. Port C juga memiliki fungsi lain seperti TOSC2 dan TOSC1.

Port D (PD0-PD7) Port D adalah sebuah port Input/Output dwi-arah 8-bit dengan internal pull-up resistors pada tiap bit. Penyangga data pada output Port D mempunyai karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas high sink maupun source. Sebagai input, Port D yang secara eksternal dikonfigurasi

pulled-low akan menghasilkan arus jika pull-up resistors diaktifkan. Pin pada Port D berada dalam kondisi tri-stated ketika kondisi reset diaktifkan, meskipun clock tidak bekerja. Port D juga memiliki fungsi lain seperti RXD


(38)

Nama Deskripsi

, TXD, INT0, INT1, OC1B, OC1A, ICP1, OC2, SCL dan SDA.

RESET Input Reset. Kondisi low-level pada pin ini yang lebih lama dibanding panjang pulsa minimum akan menyebabkan kondisi reset, meskipun clock tidak bekerja. Pulsa yang lebih pendek tidak dijamin menyebabkan kondisi reset.

XTAL1 Pin untuk eksternal clock. XTAL2 Pin untuk eksternal clock.

AVCC Pin tegangan catu untuk Port A dan ADC. AVcc harus terhubung secara eksternal dengan Vcc, meskipun ADC tidak digunakan. Jika ADC digunakan, AVcc harus terhubung dengan Vcc melalui sebuah low-pass filter. AREF Pin referensi analog bagi ADC

Sumber : Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535 Keterangan tabel : - ADC (Analog to Digital Converter)

2.8.2. Central Processing Unit (CPU)

Central Processing Unit (CPU) fungsi utamanya adalah memastikan eksekusi program dilakukan dengan tepat (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). CPU bertugas mengakses memori, melakukan perhitungan, mengontrol periferal, dan menangani interupsi.

2.8.3.Memori (Memory)

Memori mikrokontroler ATmega 8535 memiliki On-chip In-System Reprogrammable Flash sebesar 8 KByte bagi penyimpanan program (Heryanto, 2008). Karena seluruh instruksi AVR memiliki lebar 16 atau 32-bit, Flash

diorganisasikan sebagai 4 KByte x 16 (Heryanto,2008). Untuk keamanan piranti lunak, ruang memori program Flash dibagi ke dalam dua bagian, Boot Program dan Aplikasi Program seperti terlihat pada Gambar 2.14. Memori Flash memiliki daya tahan sedikitnya 10.000 kali siklus tulis/hapus (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Program Counter mikrokontroler ATmega 8535 memiliki lebar 12-bit, dan mengalamati 4000 lokasi memori program (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535).


(39)

$000

$FFF Gambar 2.14. Peta Memori Program 2.8.4.Port Masukan/Keluaran (Input/Output Port)

Port masukan/keluaran (Input/Output Port) AVR memiliki fungsionalitas Baca-Mengubah-Tulis (Read-Modify-Write) saat digunakan sebagai port

Input/Output (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Hal ini berarti bahwa arah dari satu pin port dapat diubah tanpa perlu mengubah arah dari pin yang lain dengan instruksi. Hal yang sama diterapkan ketika mengubah nilai gerak (jika dikonfigurasi sebagai Input) atau enabel/disabel resistor pull-up (jika dikonfigurasi sebagai masukan Output).

Tiap-tiap Output memiliki karakteristik gerak simetris dengan kapabilitas

sink dan source yang tinggi. Penggerak pin cukup kuat untuk menggerakkan display LED (Light Emitting Diode) secara langsung. Seluruh pin port memiliki resistor pull-up terpilih secara individual dengan resistansi tetap tegangan-catu. Semua pin Input/Output memiliki dioda proteksi pada Vcc dan Ground seperti terlihat pada Gambar 2.15.

Boot Flash Section Application Flash Section


(40)

Gambar 2.15.Konfigurasi Internal Pin Port

Semua referensi register dan bit dalam bagian ini dituliskan dalam bentuk umum. Huruf kecil “x” mewakili huruf penomoran bagi port, dan huruf kecil “n” mewakili nomor bit (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Namun sewaktu menggunakan definisi register atau bit dalam program, bentuk yang tepat harus digunakan. PORT B 3 bagi bit no. 3 dalam Port B, di sini didokumentasikan secara umum sebagai PORTxn.

Tiga lokasi alamat memori Input/Output dialokasikan bagi tiap port. Masing-masingnya bagi Data Register (PORTx), Data Direction Register

(DDRx), dan Port Input Pin (PINx) (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Lokasi Input/Output Port Input Pin hanya bisa dibaca, sementara Data Register dan data yang keluar (Data Direction Register) dapat dibaca/tulis. Sebagai tambahan, bit Pull-up Disable (PUD) dalam SFIOR mendisabel fungsi pull-up

bagi semua pin pada semua port, ketika diberi logika 1. Kebanyakan pin port dimultipleks dengan fungsi alternatif bagi fitur periferal pada perangkat. Perhatikan bahwa mengenabel fungsi alternatif pada sebagian pin port tidak mempengaruhi penggunaan pin yang lain dalam port sebagai Input/Output digital umum.


(41)

Register port Input/Output adalah sebagai berikut : Register Port A

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PORT A7 PORT A6 PORT A5 PORT A4 PORT A3 PORT A2 PORT A1 PORT A0 Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

DDA7 DDA6 DDA5 DDA4 DDA3 DDA2 DDA1 DDA0

Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PINA7 PINA6 PINA5 PINA4 PINA3 PINA2 PINA1 PINA0

Read/ Write

R R R R R R R R

Initial

Value N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Register Port B

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PORT B7 PORT B6 PORT B5 PORT B4 PORT B3 PORT B2 PORT B1 PORT B0 Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

DDB7 DDB6 DDB5 DDB4 DDB3 DDB2 DDB1 DDB0

Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PINB7 PINB6 PINB5 PINB4 PINB3 PINB2 PINB1 PINB0

Read/ Write

R R R R R R R R

Initial


(42)

Register Port C

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PORT C7 PORT C6 PORT C5 PORT C4 PORT C3 PORT C2 PORT C1 PORT C0 Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

DDC7 DDC6 DDC5 DDC4 DDC3 DDC2 DDC1 DDC0

Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PINC7 PINC6 PINC5 PINC4 PINC3 PINC2 PINC1 PINC0

Read/ Write

R R R R R R R R

Initial

Value N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

Register Port D

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PORT D7 PORT D6 PORT D5 PORT D4 PORT D3 PORT D2 PORT D1 PORT D0 Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

DDD7 DDD6 DDD5 DDD4 DDD3 DDD2 DDD1 DDD0

Read/ Write

R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W R/W

Initial

Value 0 0 0 0 0 0 0 0

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

PIND7 PIND6 PIND5 PIND4 PIND3 PIND2 PIND1 PIND0

Read/ Write

R R R R R R R R

Initial

Value N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A

2.8.5.Interupsi (Interrupt)

Menurut Heryanto (2008) interupsi (interrupt) adalah suatu kondisi dimana mikrokontroler ATmega 8535 akan berhenti sementara dari program utama untuk


(43)

melayani instruksi-instruksi pada interupsi. Kemudian kembali mengerjakan instruksi program utama setelah instruksi-instruksi pada instruksi selesai dikerjakan.

Mikrokontroler ATmega 8535 memiliki 3 interupsi eksternal, yaitu INT0, INT1 dan INT2 sebagaimana tertera pada Tabel 2.3. Interupsi eksternal bisa dilakukan dengan memberikan logika 1 pada pin interupsi yang bersangkutan.

Tabel 2.3. Hubungan PIN dan Interupsi

Jenis Interupsi PIN

INT0 PORT D 2

INT1 PORT D 3

INT2 PORT B 2

Sumber : Heryanto (2008)

Terdapat dua register yang mengatur kondisi dan cara pengangtifan interupsi, yaitu register MCUCR (Mikro Control Unit Control Register) dan GICR (General Interrupt Control Register) seperti terlihat pada Tabel.2.4. dan 2.5.

Tabel 2.4. Register MCUCR untuk Pengaturan Tipe Interupsi Eksternal

Tabel 2.5. Register GICR untuk Mengatur Interupsi Eksternal

Interupsi Eksternal ini memberikan cara membangkitkan interupsi melalui piranti lunak. Interupsi Eksternal dipicu oleh pin INT0, INT1, dan INT2 (Winoto, 2010). Jika difungsikan, interupsi akan terpicu meskipun pin INT0-2 diatur sebagai output. Interupsi Eksternal dapat dipicu pada tepi naik, tepi turun atau

level rendah (INT0/INT1), atau hanya pada tepi naik atau turun saja (INT2) (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Pengaturan hal-hal tadi dilakukan pada MCUCR.

SM2 SE SM1 SM0 ISC11 ISC10 ISC01 ISC00 MCUCR

Bit 7 6 5 4 3 2 1 0

INT1 INT0 INT2 - - - IVSEL IVCE GICR


(44)

Interupsi eksternal 1 diaktifkan oleh pin eksternal INT1 apabila bit-1 pada Status Register (SREG) dan interupsi pada GICR diset. Level dan tepi pada pin INT1 yang mengaktifkan interupsi didefinisikan di dalam Tabel 2.6. Nilai pada pin INT1 disampel sebelum mendeteksi tepi. Jika interupsi tepi yang terpilih, pulsa yang berakhir lebih lama daripada perioda 1 clock akan membangkitkan interupsi. Pulsa yang lebih pendek tidak dijamin mampu membangkitkan interupsi (Data Sheet mikrokontroler ATmega 8535). Jika interupsi level rendah dipilih,

level rendah harus ditahan hingga selesainya instruksi pengeksekusian yang sedang berjalan membangkitkan interupsi.

Tabel 2.6. Logika 0 dan 1

ISC11 ISC10 Deskripsi

0 0 Kondisi lowlevel pada INT1 membangkitkan permintaan interupsi

0 1 Kondisi berubahnya logika pada INT1 membangkitkan permintaan interupsi

1 0 Tepi turun INT1 membangkitkan permintaan interupsi 1 1 Tepi naik INT1 membangkitkan permintaan interupsi Sumber : Data Sheet Mikrokontroler ATmega 8535

2.9.Bahasa Pemrograman C

2.9.1. Karakteristik Bahasa Pemrograman C

Karakteristik bahasa pemrograman C bersifat serba guna, kaya dengan fitur ekspresi, kendali alir, struktur data modern, dan kumpulan operator (Dennis, 1978). C memberikan konstruksi alir kendali dasar yang dibutuhkan bagi suatu program yang terstruktur dengan baik, yaitu pengelompokan pernyataan, pengambilan keputusan (if-else), pemilihan satu dari sekumpulan nilai yang mungkin (switch), perulangan dengan pemeriksaan kondisi (while, for), keluar dari perulangan (break) dan sebagainya (Heryanto, 2008). Deklarasi-deklarasi fungsi baru merupakan tahapan lain dalam maksud ini. Meski definisi fungsi tidak dapat disarangkan, variabel dapat dideklarasikan dengan suatu cara yang terstruktur di dalam blok (Dennis, 1978). Fungsi program dapat berada di dalam berkas sumber yang lokasinya berbeda, serta dikompilasi secara terpisah.


(45)

C dapat diterapkan pada banyak komputer karena sifatnya yang tidak bergantung pada satu arsitektur mesin (Dennis, 1978). Dengan sedikit penanganan, menuliskan program yang bersifat portabel menjadi mudah. Program dapat berjalan tanpa melakukan pengubahan apapun pada kode sumber asal. Kompilator juga dapat memberi peringatan pada banyak jenis galat (Dennis, 1978).

2.9.2. Sistem Bilangan

Sistem bilangan yang digunakan didalam pemrograman bahasa C adalah sebagai berikut :

1. Sistem Bilangan Desimal

Sistem bilangan desimal adalah sistem bilangan berbasis 10 yang biasa dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bilangan-bilangan dasar pembentuknya adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari 9, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasar tersebut seperti 10, 11, 12 dan seterusnya. Bilangan desimal dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut :

D = an . 10n + an-1 . 10n-1 + an-2 . 10n-2 + …... + a1 . 101 + a0 . 100 2.1

Dimana : D = Bilangan dalam desimal a = Bilangan dasar, 0 s.d 9

n = Indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

2. Sistem Bilangan Biner

Sistem bilangan biner adalah sistem bilangan berbasis 2 yang digunakan dalam komputasi digital (Dennis, 1978). Bilangan-bilangan dasar pembentuknya adalah 0 dan 1. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari 1, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasarnya seperti 10, 11, 100, dan seterusnya. Bilangan biner dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut :


(46)

B = an . 2n + an-1 . 2n-1 + an-2 . 2n-2 + …... + a1 . 21 + a0 . 20 2.2

Dimana : B = Bilangan dalam biner a = Bilangan dasar, 0 atau 1

n = Indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

3. Sistem Bilangan Oktal

Sistem bilangan oktal adalah sistem bilangan berbasis 8 (Dennis, 1978). Meski sistem bilangan biner sangat sesuai bagi komputasi digital, namun tidak demikian bagi manusia. Bilangan tersebut sangat panjang sehingga sukar diingat. Untuk menyederhanakannya, dibentuklah sistem bilangan oktal, yang membagi bilangan biner untuk setiap 3 digit (Dennis, 1978). Bilangan dasar sistem bilangan oktal adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari 7, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasarnya, seperti 10, 11, 12, dan seterusnya. Bilangan oktal dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut :

O = an . 8n + an-1 . 8n-1 + an-2 . 8n-2 + …... + a1 . 81 + a0 . 80 2.3

Dimana : O = Bilangan dalam oktal a = Bilangan dasar, 0 s.d 7

n = indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

4. Sistem Bilangan Heksadesimal

Sistem bilangan heksadesimal adalah sistem bilangan berbasis 16 (Dennis, 1978). Jika dalam sistem bilangan oktal, digunakan 3 digit bilangan biner untuk menyatakan bilangan dasar, timbul pemikiran untuk menggunakan 4 digit bilangan biner sehingga diperoleh 16 buah bilangan dasar (Dennis, 1978). Bilangan-bilangan dasar pembentuknya adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E dan F. Untuk menyatakan nilai yang lebih besar dari F, digunakan kombinasi dari bilangan-bilangan dasarnya seperti 10, 11, 12, dan seterusnya. Bilangan heksadesimal dinyatakan dalam suatu persamaan sebagai berikut :


(47)

H = an . 16n + an-1 . 16n-1 + an-2 . 16n-2 + …... + a1 . 161 + a0 . 160 2.4

Dimana : H = Bilangan dalam heksadesimal a = Bilangan dasar, 0 s.d F

n = Indeks bilangan, dimulai dari 0 s.d n, 0 dimulai dari bagian paling kanan

Tabel 2.7. Bilangan Desimal, Biner, Oktal dan Heksadesimal

Desimal Biner Oktal Heksadesimal

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0000 0001 0010 0011 0100 0101 0110 0111 1000 1001 1010 1011 1100 1101 1110 1111 10000 0 1 2 3 4 5 6 7 10 11 12 13 14 15 16 17 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A B C D E F 10 Sumber : Dennis (1978)

2.10. Komponen Elektronika

2.10.1. Saklar Elektromagnet (Relay)

Saklar elektromagnet (relay) adalah saklar yang dikendalikan secara elektronik (Barry, 2003). Arus listrik yang mengalir pada kumparan relay akan menciptakan medan magnet. Kemudian menarik lengan relay dan mengubah posisi saklar yang sebelumnya terputus menjadi terhubung seperti terlihat pada Gambar 2.16. Kontak relay terbagi 2 yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan terputus (Normally Open) dan kondisi awal sebelum diaktifkan terhubung (Normally Close) (Barry, 2003).


(48)

Kontak NC NC Lengan

C C

Kontak NO NO Pegas Elektromagnet

Kumparan (a) (b)

Gambar 2.16. (a) Mekanik Relay, (b) Simbol Skematik Relay 2.10.2.Sensor Sentuh (Limit Switch)

Sensor sentuh (limit switch) adalah sebuah saklar atau pembatas gerakan yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sangkar di level lantai tertentu (Otis, 1993). Sensor sentuh akan aktif jika mendapatkan sentuhan dari suatu benda fisik. Rangkaian sensor sentuh umumnya menggunakan resistor pull-up ataupun

pull-down seperti terlihat pada Gambar 2.17. Rangkaian menggunakan resistor

pull-up bersifat aktif low yang berarti saklar ditekan memberi sinyal logika 0 (tidak ada tegangan), jika saklar tidak ditekan memberi sinyal logika 1 (ada tegangan). Hal ini berkebalikan dengan rangkaian menggunakan resistor pull-down yang bersifat aktif high yang berarti saklar ditekan memberi sinyal logika 1 (ada tegangan), jika saklar tidak ditekan memberi sinyal logika 0 (tidak ada tegangan) (Adi, 2010).

Gambar 2.17. Bentuk Sensor Sentuh (Limit Switch) Beserta Konfigurasi


(49)

Pada pengoperasiannya saklar pembatas untuk pengaturan kerja posisi sangkar terdapat pada tiap level lantai (Otis, 1993). Sensor sentuh juga digunakan pada operasi membuka dan menutup pintu sangkar (Otis, 1993).

2.10.3. Dioda

Dioda adalah komponen semikonduktor yang paling sederhana (Adi, 2010). Dioda terdiri atas dua elektroda yaitu anoda dan katoda seperti terlihat pada Gambar 2.18.

Anoda Katoda

+ -

Gambar 2.18. Bentuk Dioda dan Simbol Dioda Karakteristik dioda pada umumnya adalah :

a. Jika diberi bias maju, maka akan mengalirkan arus dari arah anoda ke katoda. Dioda yang sebenarnya adalah silikon yang tidak akan mengalir arus untuk tegangan bias maju di bawah 0 V. Jika tegangan yang diberikan lebih dari antara 0 hingga 0,7 volt V maka akan terjadi sedikit pertambahan arus yang mengalir pada dioda (Adi, 2010).

b. Jika diberi bias mundur dioda tidak mengalirkan arus hingga tegangan mencapai nilai tertentu yang disebut breakdown voltage (Ubd). Karakteristik tegangan dan arus dioda dapat dilihat pada Gambar 2.19.


(50)

Pada karakteristik reverse diperlihatkan adanya tegangan Ud (breakdown), dimana pada saat tegangan reverse dioda mencapai tegangan tertentu akan terjadi aliran arus yangn drastis membesar. Penggunaan dioda dalam rangkaian diantaranya adalah sebagai penyearah arus.

2.10.4. Transistor

Transistor merupakan komponen semikonduktor yang mempunyai salah satu fungsi sebagai saklar (Adi, 2010). Karena berfungsi sebagai saklar maka transistor dioperasikan pada dua buah titik kerja, dengan tujuan untuk menghasilkan dua kondisi on dan off. Rangkaian dasar sebuah transistor yang dipergunakan sebagai saklar adalah seperti terlihat pada Gambar 2.20. Pada jenis silikon transistor saturasi pada tegangan 0,7 volt, sedangkan untuk transisitor yang germanium adalah 0,3 Volt (Adi, 2010).

(a) (b)

Gambar 2.20. (a) Transistor Sebagai Saklar, (b) Analogi Transistor Sebagai Saklar 2.10.5. Resistor

Resistor adalah sebagai pengatur kuat arus yang mengalir (Adi, 2010). Nilai resistor dinyatakan dalam satuan Ohm (Ω) (Adi, 2010). Resistor dilambangkan dengan huruf R, sedangkan dalam skema disimbolkan sebagai berikut.


(51)

Gambar 2.21. Simbol Resistor 2.10.6. Tujuh Led (Seven Segment)

Tujuh led (seven segment) adalah sebuah rangkaian yang dapat menampilkan angka-angka desimal maupun heksadesimal seperti terlihat pada Gambar 2.22 (Adi, 2010). Seven segment biasa tersusun atas 7 bagian yang setiap bagiannya merupakan LED (Light Emitting Diode) yang dapat menyala (Adi, 2010).

Led


(52)

BAB 3

PERANCANGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR

3.1. Kapasitas Elevator

Kapasitas elevator yang dirancang adalah 500 kg diasumsikan berat 1 orang 80 kg, maka :

80 kg x 6 = 480 kg

Sehingga kapasitas elevator yang dirancang dikurang berat yang diasumsikan adalah : 500 kg - 480 kg = 20 kg. Elevator mempunyai sisa daya angkat 20 kg yang tidak terpakai, ini bisa digunakan untuk barang-barang yang tidak terduga misalnya : berat tas, dan barang-barang bawaan lainnya. Skematis dari sebuah elevator yang dirancang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(53)

Untuk kapasitas angkat 500 kg atau setara 6 orang, dimensi sangkar yang dirancang dipengaruhi luas per penumpang (Gambar 3.2. ) : 0,6 m x 0,45 m = 0,28 m2 atau 0,3 m2 sampai 0,5 m2 (Rudenko, 1994).

(a) (b)

Gambar 3.2. (a) Luas Per Penumpang, (b) Jumlah Penumpang Dalam Sangkar (Lubomir, 1997)

Dari Gambar 3.2. maka dimensi sangkar adalah sebagai berikut : a. Panjang sangkar (p) = 1,5 meter

b. Lebar sangkar (l) = 1,5 meter

c. Tinggi sangkar (t) ditentukan dari tinggi orang luar negeri ( 1,5 m ÷ 1,8 m) diambil 1,8 m, ditambah 15 % sehingga diperoleh tinggi sangkar adalah : 1,8 m + 15 % = 2,07 meter

t

p l


(54)

3.2. Beban Pengimbang (Counterweight)

Beban pengimbang (counterweight) terbuat dari besi cor kelabu dan biasanya terpasang disamping atau dibelakang elevator (Rudenko, 1994). Berat beban pengimbang dapat dihitung dengan formula :

Gcwt = Gsangkar + 0,5 Q (Rudenko, 1994 : 357) 3.1

Gcwt = 330 kg + 0,5 x 500 kg

Gcwt = 580 kg

3.3. Perancangan Tali Baja ( Steel Wire Rope)

Perancangan tali baja (steel wire rope) dalam pemilihan dan perhitungan meliputi :

a. Bahan tali baja

b. Luas penampang tali baja c. Diameter tali baja

d. Umur tali baja e. Kekuatan tali baja 3.3.1. Bahan Tali Baja

Bahan tali baja terbuat dari baja dengan kekuatan

σ

b = (130 s/d 200)

kg/mm2 (Zainuri, 2006). Ada beberapa aktual yang terjadi bahwa kerusakan tali diakibatkan kelelahan bahan dan setiap tali hanya dapat mengalami kelengkungan dalam jumlah tertentu. Adapun beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam perancangan tali baja yaitu ukuran puli, konstruksi tali baja dan umur pakai tali baja.

Penggunaan tali baja pada elevator penumpang merupakan kebutuhan primer, karena pada tali baja inilah sangkar dan beban pengimbang yang akan diangkat tergantung.


(55)

3.3.2. Luas Penampang Tali Baja

Luas penampang tali baja, terlebih dahulu dilakukan perhitungan kekuatan putus tali baja sebelum menghitung luas penampang tali baja.

Jumlah lengkungan yang terdapat pada rangkaian tali (Number of Bend) NB = 4 buah seperti terlihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Sistem Pemasangan Tali Baja pada Puli dan Jumlah Lengkungan

Sehingga : 3.2

Maka dengan mengambil desain tali baja dengan jumlah kawat i = 114, maka luas tali dapat dihitung dengan formula :

3.3

Dimana : σb = Kekuatan putus tali baja

= 140 kg/mm2 (Rudenko, 1994 : 30) = 14000 kg/cm2

K = Faktor keamanan tali baja (untuk elevator penumpang) = 6 (Rudenko, 1994 : 42)

) 1 (

25

min Lampiran d

D =

) 10 : 2006 , (

000 . 50 min

114 Zainuri

x D

d K

S A

b


(56)

2 114 2 114 29 , 0 000 . 50 25 1 6 / 14000 57 , 99 cm A x cm kg kg A = − =

S = Beban tarikan pada satu puli

Sehingga beban tarikan yang diinginkan untuk tali baja baja adalah :

3.4

Dimana : Qt = Kapasitas total

Qt = Kapasitas + Berat sangkar

= 500 kg + 330 kg = 830 kg

n = Jumlah alur puli yang menyangga muatan = 3 buah (Rudenko, 1994 : 41)

ηpuli = Efisiensi puli

= 0,945 (Rudenko, 1994 : 41)

η1 = Efisiensi akibat pada saat menggulung pada puli penggerak

yang diasumsikan sebesar 0,98 (Rudenko, 1994 : 41) maka :

Sehingga luas penampang tali baja adalah :

) 41 : 1994 , ( 3 1 Rudenko x x n Q S puli t η η = kg S x x kg S 57 , 99 98 , 0 945 , 0 3 3 830 = =


(57)

3.3.3. Diameter Tali Baja

Diameter tali baja dapat dihitung dengan formula :

3.5

Selanjutnya diameter tali baja dihitung dengan formula :

3.6

; terletak pada range 7,9 mm – 9,5mm maka dipilih d = 9,5 mm (Lampiran 1)

3.3.4. Umur Tali Baja

Umur tali baja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Material

b. Metode operasi

c. Tegangan-tegangan yang bekerja pada puli

d. Jumlah penggulungan tekuk, yaitu tali dari keadaan lurus keadaan bengkok atau sebaliknya.

Dalam hal menentukan umur tali baja, tidak terlepas pada faktor keausan tali baja (m) yang besarnya tergantung pada jumlah tekukan (NB = Number of Bend)

Besarnya faktor keausan (m) dihitung dengan formula :

3.7 ) 43 : 1994 , ( 2 1 Rudenko C x C x C x NB x d D S σ = mm cm x cm x Syamsir i x A x 57 , 0 057 , 0 114 14 , 3 29 , 0 4 ) 63 : 1987 , ( 14 , 3 4 2 114 = = = = δ δ δ δ mm d mm x d Zainuri i x d 12 , 9 114 57 , 0 5 , 1 ) 9 : 2006 , ( 5 , 1 = = = δ


(58)

= d D 2 29 , 0 57 , 99 cm kg = σ

Dimana : Perbandingan diameter puli dengan diameter tali baja yang diizinkan.

3.8 e1 = Faktor yang tergantung pada alat pengangkat dan kondisi operasi

(Rudenko, 1994 : 42) = 20 (dipilih)

e2 = Faktor yang tergantung pada konstruksi tali baja

= 0,9 (Rudenko, 1994 : 42)

18 9 , 0 20 ≥ ≥ d D x d D

Harga ini masih dibawah min =25,

d D

maka untuk perhitungan selanjutnya dipakai harga : 25(Syamsir,1987:63)

d D

σt = Tegangan tarik sebenarnya pada tali baja (kg/mm2).

3.9

Dimana : S = Beban tarikan untuk satu tali (99,57 kg) A114 = Luas penampang tali baja (0,29 cm2)

Maka :

σ = 343,34 kg/cm2 σ = 3,433 kg/mm2

C = Faktor karakteristik dari konstruksi tali baja dan tegangan tarik maksimum dari bahan kawat.

C = 0,83 (Lampiran 2)

2 1.e

e d D ≥ 114 A S = σ


(59)

) 2 ( 42 , 2 41 , 2 00 , 1 89 , 0 83 , 0 4 433 , 3 25 Lampiran m m x x x x m = = = ) 48 : 1994 , ( 1 Rudenko z z ϕ =

C1 = Faktor yang tergantung pada diameter tali baja

C1 = 0,89 (Lampiran 2)

C2 = Faktor bahan dan proses pembuatan

C2 = 1,00 (Lampiran 2)

Sehingga :

Dari tabel faktor m pada Lampiran 2, untuk harga m = 2,42 diperoleh jumlah siklus penggulungan teknik berulang yang terjadi sebelum tali putus (z) adalah 450000 kali penekukan.

Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang diizinkan dapat dihitung dengan formula :

3.10 Dimana : φ = Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang terjadi sebelum putus (z) dengan penggulungan tekuk berulang yang diizinkan (z1)

= 2,5 (Rudenko, 1994 : 48) Sehingga : 5 , 2 450000 1 = z

z1 = 180000 kali penekukan

Selanjutnya umur tali baja dapat dihitung dengan formula : ) 46 : 1994 , ( ) ( 2 1 Rudenko bulan x z x a z N β

= 3.11

Dimana : z1 = Penggulungan tekuk yang diizinkan

z2 = Jumlah tekukan berulang per-siklus kerja


(60)

a = Jumlah trip rata-rata per-bulan

= 3400 (untuk peralatan medium) (Lampiran 3)

β = Faktor perubahan daya tahan tali baja akibat mengangkat muatan lebih dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh.

= 0,4 (Lampiran 3) Maka :

3.3.5. Kekuatan Tali Baja

Kekuatan tali baja dihitung terhadap tarikan yang terjadi untuk mengetahui kondisi aman tidaknya konstruksi elevator yang dirancang. Perancangan aman jika beban tarikan pada tali yang terjadi lebih kecil dari beban tarikan pada tali yang diizinkan (S<Smax).

Tegangan tali maksimum yang diizinkan (Sb) dapat dihitung dengan

formula : ) 75 : 1987 , (Syamsir K P

Sb = 3.12

Dimana : P = Kekuatan putus tali sebenarnya (kg) = σb x A114

= 14000 kg/cm2 x 0,29 cm2 = 4060 kg

K = Faktor keamanan (untuk mengoperasikan elevator penumpang dalam kondisi pengoperasian berat)

= 6 (Rudenko, 1994 : 42)

bulan N bulan N x x N 33 08 , 33 4 , 0 4 3400 180000 = = =


(61)

Sehingga diperoleh : kg S kg S b b 66 , 676 6 4060 = =

Beban tarikan pada tali yang diizinkan diperoleh Sb = 676,66 kg,

sedangkan dari perhitungan sebelumnya diperoleh beban tarikan pada tali baja yang terjadi S = 99,57 kg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tali baja aman terhadap beban tarik.

3.4. Perancangan Puli

Perancangan puli, hal-hal yang perlu diperhitungkan adalah : a. Diameter puli

b. Diameter poros puli

c. Tekanan pada alur puli oleh tali baja d. Putaran puli

3.4.1. Diameter Puli

Diameter puli Dpuli dihitung dari persamaan min 25.

d D

Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh diameter tali d = 9,5 mm, dengan diameter puli :

Dpuli = 25 x d

Dpuli = 25 x 9,5 mm

Dpuli = 237,5 mm

Diameter puli yang dipergunakan di sini adalah Dpuli = 237,5 mm.

3.4.2. Diameter Poros Puli

Diameter poros puli dapat dihitung dengan formula :

3.13 ) 72 : 1994 , (Rudenko d x l Q p = t


(62)

) / 60 8 , 1 ( 830 ) 8 , 1 ( 830 2 2 cm kg x kg d d x d x kg p = =

Dimana : p = Tekanan bidang puli yang tergantung pada kecepatan keliling permukaan. Nilai p dapat dilihat pada Tabel 3.1. dengan menyesuaiakan kecepatan elevator yang dialami lebih kurang 0,54 m/s untuk mencapai satu lantai dari start sampai stop harus 4,1 m (Otis, 1993). Untuk perhitungan, kecepatan elevator dipilih 0,5 m/s maka didapat tekanan bidang puli yang terjadi 60 kg/cm2. l = Panjang bus tali (cm)

= (1,5 ÷ 1,8) d (Rudenko, 1994 : 72) = 1,8 x d (dipilih)

Qt = Beban total puli

Tabel 3. Tekanan Bidang pada Puli

v (m/s) 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 P (kg/cm2) 75 70 66 62 60 57 55 54 53 52 51 50 49

Sumber : Rudenko (1996)

Maka :

Qt = 830 kg

d = 7,68 cm d = 76,8 mm

d = 80 mm (standarisasi)

Berdasarkan standarisasi diameter poros (Lampiran 5), diameter poros puli yang dipergunakan adalah sebesar 80 mm. Poros puli dipilih dari bahan Baja Karbon S45C-D JIS G 3121 yang memiliki tegangan tarik σt = 66-81 kg/mm2


(63)

2 / 59 , 0 5 , 9 5 , 237 66 , 676 2 mm kg mm x mm kg x p = =

3.4.3. Tekanan pada Alur Puli Oleh Tali

Tekanan pada alur puli oleh tali diasumsikan terdistribusi secara merata di seluruh permukaan kontak antara tali baja dengan alur puli. Tekanan tersebut dapat dihitung dengan formula :

) 75 : 1994 , ( 2 Rudenko d x D S x

p= b 3.14

Dimana : Sb = Beban tarikan yang diizinkan pada tali baja

= 676,66 kg D = Diameter puli

= 237,5 mm d = Diameter tali

= 9,5 mm Maka :

Agar perancangan aman, maka tekanan yang terjadi pada alur puli harus lebih kecil dari tekanan izin. Tekanan izin pada alur puli dapat dihitung dengan formula :

K pt

__

3.15 Dimana : σt = Kekuatan tarik bahan puli

= 15 kg/mm2 (besi tuang CH 15) (Rudenko, 1994 : 24)

K = Faktor keamanan (untuk mengoperasikan elevator penumpang dalam kondisi pengoperasian berat)

= 6 (Rudenko, 1994 : 42) Maka : 2 __ 2 __ / 5 , 2 6 / 15 mm kg p mm kg p = =


(64)

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh tekanan pada alur puli sebesar p = 0,59 kg/mm2. Sedangkan tekanan izin alur puli __ 2,5 / 2.

mm kg

p= Sehingga alur

puli aman terhadap tekanan yang terjadi. 3.4.4. Putaran Puli

Putaran puli dapat dihitung dengan formula :

(

Rudenko,1994:235

)

D x

v n

puli

puli =π 3.16

Dimana : v = Kecepatan angkat elevator = 0,5 m/s = 30 m/menit Dpuli = Diameter puli

Dpuli = 237,5 mm

Maka : rpm n m x menit m n puli puli 26 , 40 2375 , 0 14 , 3 / 30 = =

3.5. Daya Motor AC

Daya motor AC yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan sistem elevator dapat dihitung dengan formula :

) 292 : 1994 , ( ) (

75x HP Rudenko v x Q N tot t η = 3.17

Dimana : N = Daya motor (HP)

Qt = Kapasitas total elevator = 830 kg

v = Kecepatan angkat elevator = 0,5 m/s ηtot = Efisiensi total elevator

ηtot = ηhmx ηg.shx ηd.sh

Dimana : ηhm = Efisiensi mekanis angkat

= 0,8 (Rudenko, 1994 : 299) ηg.sh = Efisiensi roda puli penggerak


(65)

ηd.sh = Efisiensi roda puli pengalih

= 0,945 (Rudenko, 1994 : 41) Sehingga :

ηtot = 0,8 x 0,906 x 0,945

` = 0,684 Maka : HP N x s m x kg N 08 , 8 684 , 0 75 / 5 , 0 830 = =

Penggunaan motor AC dihitung ada faktor koreksi yang besarnya adalah fc

= 0,8-1,2 maka dipilih 1,2 (Sularso, 1987 : 7).

Nd = fc x N (Sularso, 1987 : 7) 3.18

Nd = 1,2 x 8,08 HP

Nd = 9,70 HP

Perancangan ini motor AC yang dipilih memiliki 2 pasang kutub (pole), dimana setiap pasangnya terdiri dari 2 kutub. Maka putaran motor dapat ditentukan dengan fomula :

(

rpm

)

p f x

ns = 60 3.19

Dimana : f = Frekuensi jala-jala listrik AC = 50 Hz (standar PLN)

p = Jumlah pasang kutub = 2 pasang

Maka :

(

)

rpm n rpm x n s s 1500 2 50 60 = =


(66)

Putaran motor AC adalah n = 1500 rpm. Standarisasi motor AC untuk putaran 1500 rpm dan daya minimal 9,70 HP. Dengan menyesuaikan pada Lampiran 7, maka diperoleh spesifikasi motor AC sebagai berikut :

• Daya motor (N) = 10 HP

• Rated speed (n) = 1450 rpm • Efisiensi (η) = 85,0 % • Faktor daya (cos φ) = 0,85

Poros motor merupakan salah satu bagian yang terpenting pada konstruksi mesin. Perancangan ini, bahan poros dipilih dari standar JIS G 3121 S35C-D dan memiliki kekuatan tarik (σb = 69 kg/mm2). Poros biasanya menerima beban putar

atau torsi. Torsi dapat dihitung dengan formula :

n N x x

T =9,74 105 (Sularso, 1987 : 7) 3.20 Dimana : N = Daya motor = 10 HP = 7,35 kW

n = Putaran poros = 1450 rpm Maka : mm kg T x x T . 17 , 4937 1450 35 , 7 10 74 , 9 5 = =

• Tegangan puntir yang diizinkan (τpi)

2 1 xsf sf

b

pi σ

τ = (Sularso, 1987 : 8) 3.21

Dimana : sf1 = Faktor yang mempengaruhi massa (G) = 6,0 (Sularso, 1987 : 8)

sf2 = Faktor kekerasan permukaan = 1,3-3 (Sularso, 1987 : 8)

sf2 = 2 (dipilih)

σb = Kekuatan tarik bahan poros (σb = 69 kg/mm2

) Maka : 2 2 / 75 , 5 2 6 / 69 mm kg pi x mm kg pi = = τ τ


(67)

• Tegangan puntir yang terjadi (τp)

Mp Mp p=

τ (Sularso, 1987 : 7) 3.22

Dimana : Mp = Momen perlawanan puntir poros

( )

3

16 x ds

Wp= π (Sularso, 1987 : 7) 3.23

3 1 1 , 5      

= x Kt xCbT

p ds

i

τ (Sularso, 1987 : 8) 3.24

Dimana : τpi = Tegangan puntir izin = 5,75 kg/mm2

Kt = Pertimbangan akan kejutan atau tumbukan = 1-1,5 maka dipilih 1,2 (Sularso, 1987 : 8) Cb = Faktor beban lenturan

= 1,2-2,3 maka dipilih 1,5 (Sularso, 1987 : 8) Maka : ) 5 ( 20 90 , 19 17 , 4937 5 , 1 2 , 1 75 , 5 1 ,

5 13

Lampiran mm ds mm ds x x x ds = =       = Maka :

( )

3 3 / 1570 20 16 14 , 3 mm kg Wp x Wp = = Sehingga : 2 3 / 15 , 3 / 1570 . 17 , 4937 mm kg p mm kg mm kg p Wp Mp p = = = τ τ τ


(68)

3.6. Perancangan Pengendali Otomatis Elevator

3.6.1. Rancangan Kerja Sistem Pengendali Otomatis Elevator Menggunakan Metode Selective-Collective

Rancangan kerja sistem pengendali otomatis elevator menggunakan metode selective-collective adalah sebagai berikut :

1. Apabila tombol naik (Up Button) ditekan maka arus akan mengalir ke kumparan naik (Up Coil). Setelah kumparan dialiri arus listrik, kumparan akan mengalirkan arus ke pengatur waktu otomatis naik (Up Times) dan semua saklar elektromagnetik naik (Up Relay) akan menutup sehingga mengalirkan arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kanan mengangkat sangkar pada selang waktu oleh pengatur waktu otomatis naik (Up Times). Apabila pengatur waktu otomatis menyatakan selesai atau waktu untuk langkah tersebut selesai maka arus akan terhenti dan sangkar berhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis (Otis, 1993).

2. Apabila tombol turun (Down Button) ditekan maka arus akan mengalir pada kumparan turun (Down Coil). Setelah kumparan dialiri arus, kumparan akan mengalirkan arus ke pengatur waktu otomatis turun (Down Times) dan semua saklar elektromagnetik turun (Down Relay) akan menutup sehingga akan mengalirkan arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kiri dan menurunkan sangkar pada selang waktu yang ditentukan oleh pengatur waktu otomatis turun (Down Times) sampai pengatur waktu otomatis menyatakan selesai dan sangkar berhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis (Otis, 1993). Rangkaian sistem pengendali otomatis elevator sebagaimana dapat dilihat padaGambar 3.5.


(69)

(70)

3.6.2. Sistem Pengaturan Kecepatan Otomatis Elevator

Sistem pengaturan kecepatan otomatis elevator dipasang di kontroler yang dapat menghasilkan tegangan untuk kecepatan, dalam kaitannya dengan waktu yang dipergunakan, sebagai absis. Tegangan meliputi seluruh kecepatan dari elevator, mulai dari start, percepatan, kecepatan penuh dan perlambatan sampai elevator berhenti (Otis, 1993). Adapaun diagram kecepatan otomatis elevator seperti terlihat pada Gambar 3.6. sebagai berikut :

Tegangan (Volt)

Percepatan Kecepatan Perlambatan

penuh

Waktu (detik) Gambar 3.6. Diagram Kecepatan Otomatis Elevator

Menurut Otis (1993) ada dua macam kondisi beban elevator yaitu beban positip dan beban negatip. Dengan keadaan beban positip alat pengatur otomatis dapat memberi perintah pada motor elevator untuk menghasilkan kopel dan mengatur kecepatan otomatis sangkar menjadi sama dengan tegangan. Dalam kasus beban negatip, arus searah mengalir melalui lilitan motor dan menghasilkan tenaga pengereman dinamis.

Perlambatan dari elevator dimulai bila sensor sentuh (limit switch) deteksi yang dipasang diatas sangkar mulai bekerja (Otis, 1993). Sesuai dengan tegangan, penurunan dari kecepatan sangkar sampai titik yang ditentukan, diperintahkan oleh alat pengatur supaya rem mesin mulai bekerja.


(71)

3.6.3. Operasi Panggilan Satu Lantai

Operasi panggilan satu lantai dideteksi oleh kontroler sebelum sangkar mulai (start)untuk jalan. Rangkaian yang dipergunakan untuk panggilan operasi satu lantai seperti terlihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Rangkain untuk Operasi Panggilan Satu Lantai

Saklar elektromagnetik (Relay SRR) bekerja bila ada panggilan sangkar pada lantai yang berdekatan melalui saklar elektromagnetik (Relay SHR, UCR atau BCR) yang mendeteksi panggilan lantai dalam jurusan yang sama dari gerakan sangkar. Karena itu, saklar elektromagnetik ini mempunyai tugas untuk mendeteksi panggilan lantai dan masuk sebelum sangkar start jalan dan ini juga terjadi sewaktu sangkar berjalan (Otis, 1993).

3.6.4. Jarak Berhenti Sangkar

Jarak berhenti sangkar tergantung dari kontak kecepatan (contact speed) dari elevator. Kecepatan sangkar mencapai nilai kontak kecepatan untuk operasi panjang (long run) dari mulai (start) sampai berhenti (stopping), jarak berhenti adalah 2000 mm untuk kecepatan 90 m/menit, dan 2700 mm untuk kecepatan 105 m/menit (Otis, 1993). Dalam hal operasi pendek (short run) dari mulai start

sampai berhenti, maka kecepatan dibatasi lebih kurang 30 m/menit dengan jarak berhenti 1.175 mm.

Ada empat deteksi sensor sentuh (limit switch) yang dipasang diatas sangkar. Dua diantaranya dipergunakan untuk arah naik dan dua yang lain untuk arah turun (Otis, 1993). Di ruang luncur (hoistway) vane logam dipasang. Deteksi sensor sentuh diatas sangkar bekerja bila melalui vane logam tersebut. Jumlah dari


(72)

vane logam yang dipasang di ruang luncur adalah dua untuk tiap-tiap lantai. Sensor sentuh dan vane logam yang dipasang di elevator seperti terlihat pada Gambar 3.8.

Stopping

floor 2000 mm

Operasi panjang Operasi pendek Sensor sentuh (turun)

Operasi panjang Sensor sentuh (turun)

Operasi panjang 2000 mm

Sensor sentuh (naik) Vane logam Operasi

panjang

Operasi pendek

Sensor sentuh (naik) Stopping

Floor Sensor sentuh dan vane logam

Arah naik Arah turun

Sensor sentuh dan vane logam Gambar 3.8. Pemasangan Sensor Sentuh (Limit Switch) dan Vane Logam

Ada dua vane logam yang dipasang di tiap-tiap lantai satu dipergunakan untuk naik dan yang lain untuk turun. Vane logam dipergunakan untuk operasi panjang (long run) dan operasi pendek (short run). Jarak berhenti untuk operasi panjang ditentukan oleh sensor sentuh operasi panjang dan vane logam yang sama. Akibatnya jarak dari dua sensor sentuh tersebut harus menjadi 2000 – 1175 = 825 mm (Otis, 1993)


(1)

PORTA=0x00; DDRA=0x0F; PORTB=0x00; DDRB=0x80; PORTC=0x00; DDRC=0x00; PORTD=0x00; DDRD=0xFF; TCCR0=0x00; TCNT0=0x00; OCR0=0x00; TCCR1A=0xA3; TCCR1B=0x03; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00; ASSR=0x00; TCCR2=0x00; TCNT2=0x00; OCR2=0x00; MCUCR=0x00; MCUCSR=0x00; TIMSK=0x00; ACSR=0x80; SFIOR=0x00; while (1){

if (setup) setup_lantai(); if (start) operation();


(2)

}

Lanjutan listing program

#include <mega8535.h> #include <delay.h>

#asm

.equ __lcd_port=0x15 ;PORTC #endasm

#include <lcd.h>

typedef unsigned char byte;

flash byte arrow_up[8]= { 0b00000100, 0b00001110, 0b00011111, 0b00000100, 0b00000100, 0b00000100, 0b00000100, 0b00000000, };

flash byte arrow_down[8]= { 0b00000100, 0b00000100, 0b00000100, 0b00000100, 0b00011111, 0b00001110, 0b00000100, 0b00000000, };

void define_char(byte flash *pc, byte char_code) {

byte i,a;

a=(char_code<<3)|0x40;

for (i=0;i<8;i++) lcd_write_byte(a++,*pc++);

}


(3)

PORTA=0xFF; DDRA=0x00;

PORTB=0x00; DDRB=0x00;

PORTC=0x00; DDRC=0xFF;

PORTD=0x00; DDRD=0x00;

TCCR0=0x00; TCNT0=0x00; OCR0=0x00;

TCCR1A=0x00; TCCR1B=0x00; TCNT1H=0x00; TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00;

ASSR=0x00; TCCR2=0x00; TCNT2=0x00; OCR2=0x00;

MCUCR=0x00; MCUCSR=0x00;

TIMSK=0x00;

ACSR=0x80; SFIOR=0x00;

lcd_init(16);

while (1) {

lcd_gotoxy(2,0);


(4)

if (PINA.0==1) {

lcd_gotoxy(2,0);

lcd_putsf("DEDY RAHMAN");

lcd_gotoxy(11,1); lcd_putsf(" NAIK");

define_char(arrow_up,0); lcd_gotoxy(0,1);

lcd_putchar(0);

}

if (PINA.1==1) {

lcd_gotoxy(2,0);

lcd_putsf("DEDY RAHMAN");

lcd_gotoxy(11,1); lcd_putsf("TURUN");

define_char(arrow_down,0); lcd_gotoxy(0,1);

lcd_putchar(0);

} };


(5)

(6)