Kapasitas Elevator Beban Pengimbang Counterweight Instalasi Prototipe Pengendali Otomatis Elevator

BAB 3 PERANCANGAN KOMPONEN UTAMA ELEVATOR

3.1. Kapasitas Elevator

Kapasitas elevator yang dirancang adalah 500 kg diasumsikan berat 1 orang 80 kg, maka : 80 kg x 6 = 480 kg Sehingga kapasitas elevator yang dirancang dikurang berat yang diasumsikan adalah : 500 kg - 480 kg = 20 kg. Elevator mempunyai sisa daya angkat 20 kg yang tidak terpakai, ini bisa digunakan untuk barang-barang yang tidak terduga misalnya : berat tas, dan barang-barang bawaan lainnya. Skematis dari sebuah elevator yang dirancang sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Skematis Elevator Universitas Sumatera Utara Untuk kapasitas angkat 500 kg atau setara 6 orang, dimensi sangkar yang dirancang dipengaruhi luas per penumpang Gambar 3.2. : 0,6 m x 0,45 m = 0,28 m 2 atau 0,3 m 2 sampai 0,5 m 2 Rudenko, 1994. a b Gambar 3.2. a Luas Per Penumpang, b Jumlah Penumpang Dalam Sangkar Lubomir, 1997 Dari Gambar 3.2. maka dimensi sangkar adalah sebagai berikut : a. Panjang sangkar p = 1,5 meter b. Lebar sangkar l = 1,5 meter c. Tinggi sangkar t ditentukan dari tinggi orang luar negeri 1,5 m ÷ 1,8 m diambil 1,8 m, ditambah 15 sehingga diperoleh tinggi sangkar adalah : 1,8 m + 15 = 2,07 meter t p l Gambar 3.3. Kerangka Sangkar Universitas Sumatera Utara

3.2. Beban Pengimbang Counterweight

Beban pengimbang counterweight terbuat dari besi cor kelabu dan biasanya terpasang disamping atau dibelakang elevator Rudenko, 1994. Berat beban pengimbang dapat dihitung dengan formula : G cwt = G sangkar + 0,5 Q Rudenko, 1994 : 357 3.1 G cwt = 330 kg + 0,5 x 500 kg G cwt = 580 kg

3.3. Perancangan Tali Baja Steel Wire Rope

Perancangan tali baja steel wire rope dalam pemilihan dan perhitungan meliputi : a. Bahan tali baja b. Luas penampang tali baja c. Diameter tali baja d. Umur tali baja e. Kekuatan tali baja

3.3.1. Bahan Tali Baja

Bahan tali baja terbuat dari baja dengan kekuatan σ b = 130 sd 200 kgmm 2 Zainuri, 2006. Ada beberapa aktual yang terjadi bahwa kerusakan tali diakibatkan kelelahan bahan dan setiap tali hanya dapat mengalami kelengkungan dalam jumlah tertentu. Adapun beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam perancangan tali baja yaitu ukuran puli, konstruksi tali baja dan umur pakai tali baja. Penggunaan tali baja pada elevator penumpang merupakan kebutuhan primer, karena pada tali baja inilah sangkar dan beban pengimbang yang akan diangkat tergantung. Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Luas Penampang Tali Baja

Luas penampang tali baja, terlebih dahulu dilakukan perhitungan kekuatan putus tali baja sebelum menghitung luas penampang tali baja. Jumlah lengkungan yang terdapat pada rangkaian tali Number of Bend NB = 4 buah seperti terlihat pada Gambar 3.4. Gambar 3.4. Sistem Pemasangan Tali Baja pada Puli dan Jumlah Lengkungan Sehingga : 3.2 Maka dengan mengambil desain tali baja dengan jumlah kawat i = 114, maka luas tali dapat dihitung dengan formula : 3.3 Dimana : σ b = Kekuatan putus tali baja = 140 kgmm 2 Rudenko, 1994 : 30 = 14000 kgcm 2 K = Faktor keamanan tali baja untuk elevator penumpang = 6 Rudenko, 1994 : 42 1 25 min Lampiran d D = 10 : 2006 , 000 . 50 min 114 Zainuri x D d K S A b − = σ Universitas Sumatera Utara 2 114 2 114 29 , 000 . 50 25 1 6 14000 57 , 99 cm A x cm kg kg A = − = S = Beban tarikan pada satu puli Sehingga beban tarikan yang diinginkan untuk tali baja baja adalah : 3.4 Dimana : Q t = Kapasitas total Q t = Kapasitas + Berat sangkar = 500 kg + 330 kg = 830 kg n = Jumlah alur puli yang menyangga muatan = 3 buah Rudenko, 1994 : 41 η puli = Efisiensi puli = 0,945 Rudenko, 1994 : 41 η 1 = Efisiensi akibat pada saat menggulung pada puli penggerak yang diasumsikan sebesar 0,98 Rudenko, 1994 : 41 maka : Sehingga luas penampang tali baja adalah : 41 : 1994 , 3 1 Rudenko x x n Q S puli t η η = kg S x x kg S 57 , 99 98 , 945 , 3 3 830 = = Universitas Sumatera Utara

3.3.3. Diameter Tali Baja

Diameter tali baja dapat dihitung dengan formula : 3.5 Selanjutnya diameter tali baja dihitung dengan formula : 3.6 ; terletak pada range 7,9 mm – 9,5mm maka dipilih d = 9,5 mm Lampiran 1

3.3.4. Umur Tali Baja

Umur tali baja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. Material b. Metode operasi c. Tegangan-tegangan yang bekerja pada puli d. Jumlah penggulungan tekuk, yaitu tali dari keadaan lurus keadaan bengkok atau sebaliknya. Dalam hal menentukan umur tali baja, tidak terlepas pada faktor keausan tali baja m yang besarnya tergantung pada jumlah tekukan NB = Number of Bend Besarnya faktor keausan m dihitung dengan formula : 3.7 43 : 1994 , 2 1 Rudenko C x C x C x NB x d D S σ = mm cm x cm x Syamsir i x A x 57 , 057 , 114 14 , 3 29 , 4 63 : 1987 , 14 , 3 4 2 114 = = = = δ δ δ δ mm d mm x d Zainuri i x d 12 , 9 114 57 , 5 , 1 9 : 2006 , 5 , 1 = = = δ Universitas Sumatera Utara = d D 2 29 , 57 , 99 cm kg = σ Dimana : Perbandingan diameter puli dengan diameter tali baja yang diizinkan. 3.8 e 1 = Faktor yang tergantung pada alat pengangkat dan kondisi operasi Rudenko, 1994 : 42 = 20 dipilih e 2 = Faktor yang tergantung pada konstruksi tali baja = 0,9 Rudenko, 1994 : 42 18 9 , 20 ≥ ≥ d D x d D Harga ini masih dibawah , 25 min = d D maka untuk perhitungan selanjutnya dipakai harga : 63 : 1987 , 25 Syamsir d D ≥ σ t = Tegangan tarik sebenarnya pada tali baja kgmm 2 . 3.9 Dimana : S = Beban tarikan untuk satu tali 99,57 kg A 114 = Luas penampang tali baja 0,29 cm 2 Maka : σ = 343,34 kgcm 2 σ = 3,433 kgmm 2 C = Faktor karakteristik dari konstruksi tali baja dan tegangan tarik maksimum dari bahan kawat. C = 0,83 Lampiran 2 2 1 . e e d D ≥ 114 A S = σ Universitas Sumatera Utara 2 42 , 2 41 , 2 00 , 1 89 , 83 , 4 433 , 3 25 Lampiran m m x x x x m = = = 48 : 1994 , 1 Rudenko z z ϕ = C 1 = Faktor yang tergantung pada diameter tali baja C 1 = 0,89 Lampiran 2 C 2 = Faktor bahan dan proses pembuatan C 2 = 1,00 Lampiran 2 Sehingga : Dari tabel faktor m pada Lampiran 2, untuk harga m = 2,42 diperoleh jumlah siklus penggulungan teknik berulang yang terjadi sebelum tali putus z adalah 450000 kali penekukan. Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang diizinkan dapat dihitung dengan formula : 3.10 Dimana : φ = Jumlah siklus penggulungan tekuk berulang yang terjadi sebelum putus z dengan penggulungan tekuk berulang yang diizinkan z 1 = 2,5 Rudenko, 1994 : 48 Sehingga : 5 , 2 450000 1 = z z 1 = 180000 kali penekukan Selanjutnya umur tali baja dapat dihitung dengan formula : 46 : 1994 , 2 1 Rudenko bulan x z x a z N β = 3.11 Dimana : z 1 = Penggulungan tekuk yang diizinkan z 2 = Jumlah tekukan berulang per-siklus kerja = 4 buah Gambar 3.2. Universitas Sumatera Utara a = Jumlah trip rata-rata per-bulan = 3400 untuk peralatan medium Lampiran 3 β = Faktor perubahan daya tahan tali baja akibat mengangkat muatan lebih dari tinggi total dan lebih ringan dari muatan penuh. = 0,4 Lampiran 3 Maka :

3.3.5. Kekuatan Tali Baja

Kekuatan tali baja dihitung terhadap tarikan yang terjadi untuk mengetahui kondisi aman tidaknya konstruksi elevator yang dirancang. Perancangan aman jika beban tarikan pada tali yang terjadi lebih kecil dari beban tarikan pada tali yang diizinkan SS max . Tegangan tali maksimum yang diizinkan S b dapat dihitung dengan formula : 75 : 1987 , Syamsir K P S b = 3.12 Dimana : P = Kekuatan putus tali sebenarnya kg = σ b x A 114 = 14000 kgcm 2 x 0,29 cm 2 = 4060 kg K = Faktor keamanan untuk mengoperasikan elevator penumpang dalam kondisi pengoperasian berat = 6 Rudenko, 1994 : 42 bulan N bulan N x x N 33 08 , 33 4 , 4 3400 180000 = = = Universitas Sumatera Utara Sehingga diperoleh : kg S kg S b b 66 , 676 6 4060 = = Beban tarikan pada tali yang diizinkan diperoleh S b = 676,66 kg, sedangkan dari perhitungan sebelumnya diperoleh beban tarikan pada tali baja yang terjadi S = 99,57 kg. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tali baja aman terhadap beban tarik.

3.4. Perancangan Puli

Perancangan puli, hal-hal yang perlu diperhitungkan adalah : a. Diameter puli b. Diameter poros puli c. Tekanan pada alur puli oleh tali baja d. Putaran puli

3.4.1. Diameter Puli

Diameter puli D puli dihitung dari persamaan . 25 min d D Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh diameter tali d = 9,5 mm, dengan diameter puli : D puli = 25 x d D puli = 25 x 9,5 mm D puli = 237,5 mm Diameter puli yang dipergunakan di sini adalah D puli = 237,5 mm.

3.4.2. Diameter Poros Puli

Diameter poros puli dapat dihitung dengan formula : 3.13 72 : 1994 , Rudenko d x l Q p t = Universitas Sumatera Utara 60 8 , 1 830 8 , 1 830 2 2 cm kg x kg d d x d x kg p = = Dimana : p = Tekanan bidang puli yang tergantung pada kecepatan keliling permukaan. Nilai p dapat dilihat pada Tabel 3.1. dengan menyesuaiakan kecepatan elevator yang dialami lebih kurang 0,54 ms untuk mencapai satu lantai dari start sampai stop harus 4,1 m Otis, 1993. Untuk perhitungan, kecepatan elevator dipilih 0,5 ms maka didapat tekanan bidang puli yang terjadi 60 kgcm 2 . l = Panjang bus tali cm = 1,5 ÷ 1,8 d Rudenko, 1994 : 72 = 1,8 x d dipilih Q t = Beban total puli Tabel 3. Tekanan Bidang pada Puli v ms 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2 1,3 P kgcm 2 75 70 66 62 60 57 55 54 53 52 51 50 49 Sumber : Rudenko 1996 Maka : Q t = 830 kg d = 7,68 cm d = 76,8 mm d = 80 mm standarisasi Berdasarkan standarisasi diameter poros Lampiran 5, diameter poros puli yang dipergunakan adalah sebesar 80 mm. Poros puli dipilih dari bahan Baja Karbon S45C-D JIS G 3121 yang memiliki tegangan tarik σ t = 66-81 kgmm 2 Lampiran 5. Universitas Sumatera Utara 2 59 , 5 , 9 5 , 237 66 , 676 2 mm kg mm x mm kg x p = =

3.4.3. Tekanan pada Alur Puli Oleh Tali

Tekanan pada alur puli oleh tali diasumsikan terdistribusi secara merata di seluruh permukaan kontak antara tali baja dengan alur puli. Tekanan tersebut dapat dihitung dengan formula : 75 : 1994 , 2 Rudenko d x D S x p b = 3.14 Dimana : S b = Beban tarikan yang diizinkan pada tali baja = 676,66 kg D = Diameter puli = 237,5 mm d = Diameter tali = 9,5 mm Maka : Agar perancangan aman, maka tekanan yang terjadi pada alur puli harus lebih kecil dari tekanan izin. Tekanan izin pada alur puli dapat dihitung dengan formula : K p t σ = __ 3.15 Dimana : σ t = Kekuatan tarik bahan puli = 15 kgmm 2 besi tuang CH 15 Rudenko, 1994 : 24 K = Faktor keamanan untuk mengoperasikan elevator penumpang dalam kondisi pengoperasian berat = 6 Rudenko, 1994 : 42 Maka : 2 __ 2 __ 5 , 2 6 15 mm kg p mm kg p = = Universitas Sumatera Utara Dari perhitungan sebelumnya diperoleh tekanan pada alur puli sebesar p = 0,59 kgmm 2 . Sedangkan tekanan izin alur puli . 5 , 2 2 __ mm kg p = Sehingga alur puli aman terhadap tekanan yang terjadi.

3.4.4. Putaran Puli

Putaran puli dapat dihitung dengan formula : 235 : 1994 , Rudenko D x v n puli puli π = 3.16 Dimana : v = Kecepatan angkat elevator = 0,5 ms = 30 mmenit D puli = Diameter puli D puli = 237,5 mm Maka : rpm n m x menit m n puli puli 26 , 40 2375 , 14 , 3 30 = =

3.5. Daya Motor AC

Daya motor AC yang dibutuhkan untuk melayani kebutuhan sistem elevator dapat dihitung dengan formula : 292 : 1994 , 75 Rudenko HP x v x Q N tot t η = 3.17 Dimana : N = Daya motor HP Q t = Kapasitas total elevator = 830 kg v = Kecepatan angkat elevator = 0,5 ms η tot = Efisiensi total elevator η tot = η hm x η g.sh x η d.sh Dimana : η hm = Efisiensi mekanis angkat = 0,8 Rudenko, 1994 : 299 η g.sh = Efisiensi roda puli penggerak = 0,906 Rudenko, 1994 : 41 Universitas Sumatera Utara η d.sh = Efisiensi roda puli pengalih = 0,945 Rudenko, 1994 : 41 Sehingga : η tot = 0,8 x 0,906 x 0,945 ` = 0,684 Maka : HP N x s m x kg N 08 , 8 684 , 75 5 , 830 = = Penggunaan motor AC dihitung ada faktor koreksi yang besarnya adalah f c = 0,8-1,2 maka dipilih 1,2 Sularso, 1987 : 7. N d = f c x N Sularso, 1987 : 7 3.18 N d = 1,2 x 8,08 HP N d = 9,70 HP Perancangan ini motor AC yang dipilih memiliki 2 pasang kutub pole, dimana setiap pasangnya terdiri dari 2 kutub. Maka putaran motor dapat ditentukan dengan fomula : rpm p f x n s 60 = 3.19 Dimana : f = Frekuensi jala-jala listrik AC = 50 Hz standar PLN p = Jumlah pasang kutub = 2 pasang Maka : rpm n rpm x n s s 1500 2 50 60 = = Universitas Sumatera Utara Putaran motor AC adalah n = 1500 rpm. Standarisasi motor AC untuk putaran 1500 rpm dan daya minimal 9,70 HP. Dengan menyesuaikan pada Lampiran 7, maka diperoleh spesifikasi motor AC sebagai berikut : • Daya motor N = 10 HP • Rated speed n = 1450 rpm • Efisiensi η = 85,0 • Faktor daya cos φ = 0,85 Poros motor merupakan salah satu bagian yang terpenting pada konstruksi mesin. Perancangan ini, bahan poros dipilih dari standar JIS G 3121 S35C-D dan memiliki kekuatan tarik σ b = 69 kgmm 2 . Poros biasanya menerima beban putar atau torsi. Torsi dapat dihitung dengan formula : n N x x T 5 10 74 , 9 = Sularso, 1987 : 7 3.20 Dimana : N = Daya motor = 10 HP = 7,35 kW n = Putaran poros = 1450 rpm Maka : mm kg T x x T . 17 , 4937 1450 35 , 7 10 74 , 9 5 = = • Tegangan puntir yang diizinkan τp i 2 1 sf x sf b p i σ τ = Sularso, 1987 : 8 3.21 Dimana : sf 1 = Faktor yang mempengaruhi massa G = 6,0 Sularso, 1987 : 8 sf 2 = Faktor kekerasan permukaan = 1,3-3 Sularso, 1987 : 8 sf 2 = 2 dipilih σb = Kekuatan tarik bahan poros σb = 69 kgmm 2 Maka : 2 2 75 , 5 2 6 69 mm kg pi x mm kg p i = = τ τ Universitas Sumatera Utara • Tegangan puntir yang terjadi τp Mp Mp p = τ Sularso, 1987 : 7 3.22 Dimana : Mp = Momen perlawanan puntir poros 3 16 ds x Wp π = Sularso, 1987 : 7 3.23 3 1 1 , 5       = T Cb x Kt x p ds i τ Sularso, 1987 : 8 3.24 Dimana : τp i = Tegangan puntir izin = 5,75 kgmm 2 Kt = Pertimbangan akan kejutan atau tumbukan = 1-1,5 maka dipilih 1,2 Sularso, 1987 : 8 Cb = Faktor beban lenturan = 1,2-2,3 maka dipilih 1,5 Sularso, 1987 : 8 Maka : 5 20 90 , 19 17 , 4937 5 , 1 2 , 1 75 , 5 1 , 5 3 1 Lampiran mm ds mm ds x x x ds = =       = Maka : 3 3 1570 20 16 14 , 3 mm kg Wp x Wp = = Sehingga : 2 3 15 , 3 1570 . 17 , 4937 mm kg p mm kg mm kg p Wp Mp p = = = τ τ τ Universitas Sumatera Utara 3.6. Perancangan Pengendali Otomatis Elevator 3.6.1. Rancangan Kerja Sistem Pengendali Otomatis Elevator Menggunakan Metode Selective-Collective Rancangan kerja sistem pengendali otomatis elevator menggunakan metode selective-collective adalah sebagai berikut : 1. Apabila tombol naik Up Button ditekan maka arus akan mengalir ke kumparan naik Up Coil. Setelah kumparan dialiri arus listrik, kumparan akan mengalirkan arus ke pengatur waktu otomatis naik Up Times dan semua saklar elektromagnetik naik Up Relay akan menutup sehingga mengalirkan arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kanan mengangkat sangkar pada selang waktu oleh pengatur waktu otomatis naik Up Times. Apabila pengatur waktu otomatis menyatakan selesai atau waktu untuk langkah tersebut selesai maka arus akan terhenti dan sangkar berhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis Otis, 1993. 2. Apabila tombol turun Down Button ditekan maka arus akan mengalir pada kumparan turun Down Coil. Setelah kumparan dialiri arus, kumparan akan mengalirkan arus ke pengatur waktu otomatis turun Down Times dan semua saklar elektromagnetik turun Down Relay akan menutup sehingga akan mengalirkan arus ke motor penggerak. Motor penggerak memutar ke kiri dan menurunkan sangkar pada selang waktu yang ditentukan oleh pengatur waktu otomatis turun Down Times sampai pengatur waktu otomatis menyatakan selesai dan sangkar berhenti pada lantai yang diinginkan oleh pengatur waktu otomatis Otis, 1993. Rangkaian sistem pengendali otomatis elevator sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.5. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.5. Rangkaian Sistem Pengendali Otomatis Elevator Universitas Sumatera Utara

3.6.2. Sistem Pengaturan Kecepatan Otomatis Elevator S

istem pengaturan kecepatan otomatis elevator dipasang di kontroler yang dapat menghasilkan tegangan untuk kecepatan, dalam kaitannya dengan waktu yang dipergunakan, sebagai absis. Tegangan meliputi seluruh kecepatan dari elevator, mulai dari start, percepatan, kecepatan penuh dan perlambatan sampai elevator berhenti Otis, 1993. Adapaun diagram kecepatan otomatis elevator seperti terlihat pada Gambar 3.6. sebagai berikut : Tegangan Volt Percepatan Kecepatan Perlambatan penuh Waktu detik Gambar 3.6. Diagram Kecepatan Otomatis Elevator Menurut Otis 1993 ada dua macam kondisi beban elevator yaitu beban positip dan beban negatip. Dengan keadaan beban positip alat pengatur otomatis dapat memberi perintah pada motor elevator untuk menghasilkan kopel dan mengatur kecepatan otomatis sangkar menjadi sama dengan tegangan. Dalam kasus beban negatip, arus searah mengalir melalui lilitan motor dan menghasilkan tenaga pengereman dinamis. Perlambatan dari elevator dimulai bila sensor sentuh limit switch deteksi yang dipasang diatas sangkar mulai bekerja Otis, 1993. Sesuai dengan tegangan, penurunan dari kecepatan sangkar sampai titik yang ditentukan, diperintahkan oleh alat pengatur supaya rem mesin mulai bekerja. Universitas Sumatera Utara

3.6.3. Operasi Panggilan Satu Lantai

Operasi panggilan satu lantai dideteksi oleh kontroler sebelum sangkar mulai start untuk jalan. Rangkaian yang dipergunakan untuk panggilan operasi satu lantai seperti terlihat pada Gambar 3.7. Gambar 3.7. Rangkain untuk Operasi Panggilan Satu Lantai Saklar elektromagnetik Relay SRR bekerja bila ada panggilan sangkar pada lantai yang berdekatan melalui saklar elektromagnetik Relay SHR, UCR atau BCR yang mendeteksi panggilan lantai dalam jurusan yang sama dari gerakan sangkar. Karena itu, saklar elektromagnetik ini mempunyai tugas untuk mendeteksi panggilan lantai dan masuk sebelum sangkar start jalan dan ini juga terjadi sewaktu sangkar berjalan Otis, 1993.

3.6.4. Jarak Berhenti Sangkar

Jarak berhenti sangkar tergantung dari kontak kecepatan contact speed dari elevator. Kecepatan sangkar mencapai nilai kontak kecepatan untuk operasi panjang long run dari mulai start sampai berhenti stopping, jarak berhenti adalah 2000 mm untuk kecepatan 90 mmenit, dan 2700 mm untuk kecepatan 105 mmenit Otis, 1993. Dalam hal operasi pendek short run dari mulai start sampai berhenti, maka kecepatan dibatasi lebih kurang 30 mmenit dengan jarak berhenti 1.175 mm. Ada empat deteksi sensor sentuh limit switch yang dipasang diatas sangkar. Dua diantaranya dipergunakan untuk arah naik dan dua yang lain untuk arah turun Otis, 1993. Di ruang luncur hoistway vane logam dipasang. Deteksi sensor sentuh diatas sangkar bekerja bila melalui vane logam tersebut. Jumlah dari Universitas Sumatera Utara vane logam yang dipasang di ruang luncur adalah dua untuk tiap-tiap lantai. Sensor sentuh dan vane logam yang dipasang di elevator seperti terlihat pada Gambar 3.8. Stopping floor 2000 mm Operasi panjang Operasi pendek Sensor sentuh turun Operasi panjang Sensor sentuh turun Operasi panjang 2000 mm Sensor sentuh naik Vane logam Operasi panjang Operasi pendek Sensor sentuh naik Stopping Floor Sensor sentuh dan vane logam Arah naik Arah turun Sensor sentuh dan vane logam Gambar 3.8. Pemasangan Sensor Sentuh Limit Switch dan Vane Logam Ada dua vane logam yang dipasang di tiap-tiap lantai satu dipergunakan untuk naik dan yang lain untuk turun. Vane logam dipergunakan untuk operasi panjang long run dan operasi pendek short run. Jarak berhenti untuk operasi panjang ditentukan oleh sensor sentuh operasi panjang dan vane logam yang sama. Akibatnya jarak dari dua sensor sentuh tersebut harus menjadi 2000 – 1175 = 825 mm Otis, 1993 Universitas Sumatera Utara BAB 4 PEMBUATAN PROTOTIPE PENGENDALI OTOMATIS ELEVATOR

4.1. Instalasi Prototipe Pengendali Otomatis Elevator

Instalasi prototipe pengendali otomatis elevator diletakkan pada lantai paling atas dengan menggunakan mesin pengangkat jenis drum atau poros. Motor DC 12 Volt dipakai sebagai penggerak, karena lebih tepat untuk sistem pengangkat sangkar. Prototipe pengendali otomatis elevator dioperasikan untuk menaikkan dan menurunkan sangkar dengan menjalankan motor DC. Dengan merubah polaritas tegangan pada rangkaian jembatan H H-Bridge sehingga menghasilkan putaran kanan dan putaran kiri Adi, 2010.

4.2. Bahan-bahan dan Peralatan