Ajaran Kasih Sayang Kajian Isi Pembahasan isi naskah Serat Partadewa ini dibatasi pada konsep ajaran

ccxxvi oleh Arjuna dibakar dengan panah Bramastra kemudian disapu dengan panah berkekuatan angin, sehingga mayat tersebut terbang dan jatuh hingga ke laut. Setelah itu semua kembali ke Amarta dengan memboyong putri. pupuh XXV Sinom : 46 – pupuh XXVI Durma : 49

B. Kajian Isi Pembahasan isi naskah Serat Partadewa ini dibatasi pada konsep ajaran

moralitas yang terkandung dalam teks naskah. Ajaran moral yang dimaksud adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan, dan ketetapan, entah lesan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik Franz Magnis, 1988 : 14. Anilisis isi naskah Serat Partadewa ini difokuskan pada analisis ajaran moral dan etika khususnya yang berlaku dalam masyarakat Jawa. Dasar pemahaman yang digunakan dalam pembahasan isi teks Serat Partadewa ini tidak lepas dari intepretasi peneliti. Ajaran dalam Serat Partadewa yang dikupas yaitu: ajaran kasih sayang, ajaran pasrah, narima dan sabar, ajaran berprihatin.

1. Ajaran Kasih Sayang

Nilai kekasihsayangan sejati menduduki tempat penting dalam kehidupan manusia. Manusia adalah makluk Tuhan yang sudah ditakdirkan hidup di dunia ini tidak dapat hidup menyendiri jauh dari orang lain. Sebagai makhluk sosial yang memiliki kelemahan dan keterbatasan, tidak mungkin dapat melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya manakala manusia tidak ccxxvii menyatu dengan manusia lain juga dengan alam. Untuk bisa menyatu ini jelas sekali diperlukan sifat kekasihsayangan. Kekasihsayangan sejati adalah kekasihsayangan yang utuh, menyatu, benar, suci, adil, dan seterusnya.Tuhan adalah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, hal ini di buktikan oleh tindakan Tuhan dalam memberi kebutuhan hidup kepada semua makhluk-Nya. Oleh karena itu, untuk menjadi manusia pengasih dan penyayang manusia harus meniru sifat kemahakasihsayangan Tuhan melalui jalan pengetahuan, tindakan, kebaktian, dan dengan jalan mencontoh sifat kekasihsayangan para utusan Tuhan, para malaikat, para hamba Tuhan yang terpercaya dan terkasih. Nilai kekasihsayangan sejati apabila dikaitkan dengan nilai kemanusiaan dapat dijabarkan menjadi 1 Sikap peka mengerti, tanggap, simpati atas kesulitan-kesulitan dan masalah manusia. 2 Sikap tenggang rasa dan sabar atas kebodohan, kelemahan, dan kekurangan manusia. 3 sikap suka memberi kelonggaran, keringanan, kesempatan, maaf, dan pengampunan kepada yang bersalah. 4 Sikap suka memberi jalan keluar kepada yang sedang kesulitan, meringankan beban kepada yang susah, memberi kebutuhan hidup bagi yang sedang kekurangan, merawat kepada yang sedang sakit, memberikan penerangan kepada yang sedang dalam kegelapan, memberi pertolongan kepada yang sedang dalam kesengsaraan, menjaga dan melindungi kepada yang sedang dalam bahaya. Hazim Amir, 1991 :165 Cerita Partadewa dalam Serat Partadewa menampilkan tokoh utama yaitu Batara Kamajaya, yang kemudian menyamar menjadi Partadewa untuk menyelamatkan Pandawa. Dalam hal ini, tokoh Pandawa bukanlah tokoh utama ccxxviii karena tidak memiliki peran aktif, namun Pandawa dapat menggerakkan alur cerita. Peran Pandawa dalam alur cerita ini menggerakkan peran Batara Kamajaya, sehingga dari respon-respon Batara Kamajaya memunculkan suatu perilaku moral tentang tanggung jawab sebagai makhluk sosial. Dalam Serat Partadewa diceritakan Batara Kamajaya memutuskan pergi bersama istrinya yaitu Batari Kamaratih menuju ke Amarta untuk menyelamatkan Pandawa dari serangan musuh. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini: Pupuh IX Dhandhanggula bait 36-37 : 36. Sang bathara angandika aris kaya paran wartane rinira têka jênak panunggune mukti anèng swarga gung siniwi mring pra widodari baya tan eling marang kang kari nèng dunung mokal yèn tan kawangwanga ing Cintakapura rinubiru dening raja têka ing sabrang 37. Ing samêngko yayi sribupati lan sagotra ing Cintakapura sinimpên trêtib ênggone praptaning ratu mungsuh tan umiyat janma sawiji isi wadhah binerat têkan sato suwung umatur dayita dewa… Pupuh X Asmaradana bait 1-5: 56. Paran karsaning sang yogi sirnane yayi paduka pangrêksane ing karaton angling Sang Hyang Kamajaya yayi ayo lan sira nganglangi ngiras têtunggu kadhaton Cintakapura 57. Umangkat sang maharêksi kadi garudha manglayang alon-lonan ing lampahe ana kang jawata prapta kawangwang tanpa sangkan bagus cahyanya umancur jêjuluk Bathara Maya 58. Hyang Tunggal ingkang sêsiwi mulane Bathara Maya prapta pitutur yêktine mring putra Hyang Kamajaya kulup dènage sira têtulunga mring arimu sang nata Cintakapura 59. Siniya mring Kurupati nyuraya mring ratu sabrang karêpe kinarya tèdhèng tangkis dêdukaning dewa ing mêngko arinira sinimpên mring Hyang Maha Agung ngenaki tyasing durmala 60. Umpama ora piningit kongsia têmpuhing aprang kêriga wong sabrang kabèh di margane sor ing aprang lare nêmpuh samodra sira salina jêjuluk arana Si Partadewa Terjemahan : Pupuh IX Dhandhanggula bait 36-37 : 36. Sang batara berkata pelan ”Bagaimana beritanya adikmu Arjuna menjadi betah tinggal, merasakan kesenangan hidup di surga besar, dihadap oleh ccxxix para bidadari, apakah tidak ingat kepada yang ditinggal ditempatnya? tidak mungkin kalau tidak tahu Cintakapura terkena ancaman dari ratu seberang. 37. Sekarang adikku sribupati dan sekeluarga di Cintakapura tersimpan dengan rapi, datangnya raja musuh tidak melihat satu makhlukpun, isi dan tempatnya dipersulit, sampai hewanpun tidak ada”, permaisuri dewa berkata … Pupuh X Asmaradana bait 1-5 : 1. “Bagaimana keinginan sang resi sehingga hilangnya adik paduka dan bagaimana dengan penjagaan kerajaan?”. Sang Hyang Kamajaya berkata ”Adikku marilah dengan kamu mengelilingi sambil menjaga kerajaan Cintakapura”. 2. Berangkatlah sang maha resi bagaikan garuda terbang, perlahan-lahan jalannya, ada dewa datang kelihatan tanpa tahu asalnya, rupawan memancarkan cahaya, bernama Batara Maya. 3. Putra Hyang Tunggal yaitu Bathara Maya datang dan berkata kepada putranya Hyang Kamajaya,“Anakku segeralah kamu memberi pertolonngan kepada adikmu raja Cintakapura. 4. Dianiaya oleh Kurupati dengan minta bantuan dari ratu seberang, maksudnya dibuat tameng untuk menangkis kemarahan dewa, sekarang adikmu disembunyikan oleh Sang Maha Agung, hal ini menyenangkan hati penjahat. 5. Kalau tidak disembunyikan dan sampai terjadi peperangan, kekuatan orang seberang keluar semua akan mengakibatkan kalah perang. Diibaratkan sungai menyerang samudra, gantilah namamu menjadi Partadewa”. Tindakan Batara Kamajaya menunjukkan sikap seorang dewa yang peka mengerti, tanggap, dan simpati atas kesulitan-kesulitan dan dilema-dilema manusia. Ia menyelamatkan Pandawa bukan hanya sekedar menolong saudara tetapi suatu tindakan penyelamatan manusia dibumi, hal ini dikarenakan Pandawa sebagai pakuning bumi, yaitu kiblat dari keutamaan. Dunia selalu membutuhkan keberadaannya, kalau Pandawa hancur maka berimbas pada hilangnya keutamaan dan keselamatan manusia dan dewa. Salah satu contohnya dapat dilihat dari tindakan Arjuna membunuh Prabu Niwatakawaca yang menjadi musuh dewa. ccxxx Niwatakawaca berarti manusia yang memakai baju zirah yang tak mungkin tertembus peluru dan sulit terkalahkan, ia telah mendapat anugrah kekuatan batin yang disebut aji gineng sukawedha, lalu kebal terhadap berbagai senjata. Aji tersebut kemudian disalahgunakan oleh Niwatakawaca untuk menyerang Kayangan dengan dalih merebut Dewi Supraba. Kekacauan kayangan akhirnya dapat diredam setelah dewa mendapat bantuan Arjuna Suwardi Endraswara : 75- 76. Arjuna mendapat anugrah untuk menjadi raja di Tejamaya sebagai hadiahnya. Tindakan Arjuna yang menolong dewa dapat dilihat dari kutipan pupuh X Asmaradana bait 39-40 sebagai berikut: 1. Besuk wong tuwanirèki mulih anggawa nugraha linuwih sajagad kabèh jêr dewanggung kapotangan mring ramanta Ki Parta unggahe sang yêksa prabu ngrabasa Endra Bawana 2. Jawata anggung kalindhih yèn aja tinulungana mring wong tuwamu yêktine sida rusak Suralaya dêripun ing yaksendra ramanira kang mitulung mati Newatakawaca Terjemahan: 1. Besuk orang tuamu kembali dengan membawa anugrah yang terbaik sejagad ini, karena dewa merasa berhutang budi kepada Arjuna. Naiknya raja raksasa menyerang Kahyangan Endrabawana. 2. Dewa selalu kalah, kalau tidak ada pertolongan dari orang tuamu Kahyangan Suralaya akan menjadi rusak oleh raja rakasasa. Ayahmu yang menolong dengan membunuh mati Newatakawaca. Kesadaran Batara Kamajaya pada persoalan yang terjadi adalah kesadaran akan tanggung jawabnya yang sudah terikat kasih sayang terhadap manusia dan alam. Dalam hal ini ia harus menampilkan perilaku yang sesuai dengan etika dan moral. Pada sisi lain ia harus berhadapan dengan penjahat yang mempunyai kekuatan besar dan tidak mengenal kompromi. Keputusan Batara Kamajaya pergi bukan karena ingin melakukan peperangan yang akan banyak menelan korban, ccxxxi tetapi pengharapan atau penyelesaian masalah yang segala sesuatunya berada pada tempatnya dengan tepat. Tindakan ini bukan saja sekedar untuk mencari jawaban bagaimana seharusnya hidup tetapi tentang perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara akal budi agar tercipta ketenangan, keselarasan, keharmonisan dan sekaligus mencegah pertentangan-pertentangan atau konflik dalam kehidupan. Partadewa selalu mengedepankan cara damai dalam menghadapi setiap musuh yang datang ke Amarta.. Ia selalu menginternalisasikan perlawanan terhadap konfrontasi terbuka walaupun akhirnya juga terjadi konflik. Hal ini tampak ketika Adipati Karna, Patih Sengkuni dan Kurawa datang ke Amarta. Partadewa tahu bahwa kedatangan Adipati Karna, Patih Sengkuni dan Kurawa untuk membunuhnya karena berani melindungi Negara Amarta, tetapi Partadewa berusaha untuk menerima kedatangannya dengan tidak menghilangkan rasa hormat dan santun, harapannya agar tidak terjadi konflik. Hal ini dapat dilihat pada kutipan pupuh XVII Pucung bait 9-21 di bawah ini: 9. Bambang Partadewa mêndhak lon umatur nêdha carakendra paduka manjing puri kula ingkang nglêladosi ing paduka 10. Sribupati Karna bêngis ngandika sru apa sira ingkang jênêng Partadewa rêsi gya umatur tan kalih naming kawula 11. Nama Partadewa mung kawula tuhu miwah kang Pandhawa yêkti tan liya kang abdi ingkang rusak kang rinusak mung kawula 12. Adipati Karna mèsêm nolih pungkur angling mring kang paman nêdha paman dika pikir punapi ta wontên wong angrangkêp karya 13. Gèbès-gèbès kyana patih lon umatur bêbasan ngalêntar bok gih sampun dipungalih gya tumuntên dhawuhna kang pangandika 14. Partadewa ngrumiyini manabda rum bok inggih sumangga lajêng umanjing jro puri ing sakarsa supadi nuntên kalakyan 15. Sigra wau wus manjing pura wong agung tata dènnya lênggah atembok parêkan cèthi ingkang samya ngrakit samya ajuning sugata 16. Ingkang rasa sêgêr lêgi myang rum-arum Sang Narpati Karna durung nganti dèncarani ting karompyang Kurawa dènira nadhah ccxxxii 17. Partadewa alon panêmbramanipun dhuh sang adipatya kawula atur basuki duk nèng praja ing marga praptèng wusana 18. Anauri Karna mring atmaja wiku ya Ki Partadewa bangêt panarima mami ingsun malês pambagya marang ing sira 19. Hèh Ki Partadewa ing karya sun cancut wit ing praptaningwang dinuta ing sribupati amaringakên sabda pangèstu mring sira 20. Gya andhêku wiku putra lon umatur sabdaning rayinta asih pama ing basuki sakalangkung kapundhi kalingga murda 21. Mung mênawi wontên karsa kang mrih ayu Narapati Karna pangandikanira bêngis… Terjemahan 9. Bambang Partadewa merendahkan bahunya dan berkataa pelan,“Silahkan makan seperti halnya raja, paduka masuk pura, saya yang melayani paduka”. 10. Adipati Karna berkata dengan nada keras,”Apa kamu yang bernama Partadewa?”. Partadewa segera menjawab,” Tidak ada dua hanya hamba. 11. Yang bernama nama Partadewa adalah saya, dengan Pandawa tidak ada bedanya, yang rusak dan dirusak hanya hamba”. 12. Adipati Karna tersenyum dan menoleh kebelakang menatap pamannya,”Coba paman pikirkan, apa ada orang yang merangkap- rangkap”. 13. Sambil menggelengkan kepala Kyana Patih berkata pelan,”Itu hanya berkata sembarangan, jangan dipikirkan, segera katakan maksud kita”. 14. Partadewa mendahului berkata,”Silahkan untuk masuk kraton, saya mengharap agar segera berjalan”. 15. Adipati Karna segera masuk kraton, duduk dengan rapi, dikelilingi oleh para abdi perempuan yang menata hidangan. 16. Yang rasanya segar dan wangi-wangi, Sang Adipati Karna belum sampai dipersilahkan, Kurawa mendahului makan. 17. Partadewa berkata pelan,”Dhuh sang adipati, hamba mengucapkan selamat, mulai dari negara, diperjalanan dan akhirnya sampai disini”. 18. Adipati Karna menjawab kepada Partadewa,”Ya Ki Partadewa saya terima dan saya membalas selamat kepada kamu. 19. Hai Ki Partadewa aku ingin segera menyampaikan maksud kedatanganku, aku diutus oleh sang raja memberikan salam dan restu kepada kamu”. 20. Partadewa segera merendah dan berkata pelan,”Sabda adik paduka karena cinta dan keselamatan, saya terima di atas kepala 21. Hanya kalau ada keinginan baik”. Adipati Karna berkata keras… Kesediaan Batara Kamajaya menjaga Negara Amarta sampai dengan kembalinya Pandawa termasuk Arjuna, dan Kresna, Baladewa serta Sembadra ccxxxiii secara implisit menunjukkan suatu tindakan moral sebagai tanggung jawabnya dan merupakan akhir penyelesaian suatu masalah yang dihadapi Pandawa. Manusia memang amat sulit untuk menjadi pengasih dan penyayang, hal ini karena pada dasarnya manusia memiliki nafsu-nafsu rendah dan kelemahan- kelemahan pribadi, bila tidak dituntun oleh kebenaran cenderung memiliki kasih sayang yang keliru dan bertindak aniaya terhadap manusia lain. Dalam Serat Partadewa kekasihsayangan yang keliru tampak pada tindakan Adipati Destrarastra kepada anaknya yaitu para Kurawa. Ia selalu ingin membahagiakan anak-anaknya tetapi jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang salah. Ia menyuruh Duryudana untuk mempertahankan tahta yang direbut dari saudara sepupunya yaitu Pandawa, bahkan menyuruh untuk membunuhnya karena Pandawa dianggap akan mengganggu kejayaan Kurawa, hal ini dapat dilihat dari kutipan pupuh I Asmaradana bait 10-13 di bawah ini: 10. Arimu Si Pandhusiwi mungguha lakuning barat sangsaya lèh turus gêdhe tumrap ulading dahanatan sirêp dening tirta layak bae wong bêbruwun pangudine pasthi harda 11. Ngumpulna para maharsi nanging pratingkah dènsamar mungna kang piniji bae bisa tumuwuh ing sêdya kalakon têka puja yèn rosa purwaning kayun mêtu têka sayêmbara 12. Tanpa karya ing pamulih mijila ing sayêmbara têmah rame wêkasane ki prabu sira mijia mring paman ing Talkandha Sapwani sang mahawiku lan si adhi Sokalima 13. Purihên nungku sêmèdi supaya dewa paringa nugraha gung mring siranggèr rupane ingkang nugraha wong kang saguh nyirnakna kamladeyaning prajamu bangên saparoning praja Terjemahan: 10. Adikmu Pandawa dibaratkan jalannya angin, lama-kelamaan semakin besar, ibarat nyalanya api tidak akan padam oleh air, seperti halnya orang yang senang menghabiskan kekayaan orang lain, keinginannya hanya memburu nafsu. ccxxxiv 11. Kumpulkan para resi tetapi lakukanlah dengan rahasia, hanya yang pilihan saja, yang bisa melaksanakan keinginanmu, terlaksana dengan laku doa, kalau kuat yang diinginkan, dengan jalan sayembara. 12. Bila tanpa balasan sebagai hadiah dalam sayembara itu, akan menyebabkan ramai dikemudian hari. Sang prabu segeralah memerintahkan kepada paman di Talkanda, Resi Sapwani, dan adikku di Sokalima. 13. Supaya bersamadi agar dewa memberi anugrah besar kepadamu yang berwujud orang yang sanggup membunuh saudaramu yang akan merusak negara, berilah dia setengah dari negaramu sebagai hadiah.

2. Ajaran Pasrah, Narima dan Sabar