Ajaran Pasrah, Narima dan Sabar

ccxxxiv 11. Kumpulkan para resi tetapi lakukanlah dengan rahasia, hanya yang pilihan saja, yang bisa melaksanakan keinginanmu, terlaksana dengan laku doa, kalau kuat yang diinginkan, dengan jalan sayembara. 12. Bila tanpa balasan sebagai hadiah dalam sayembara itu, akan menyebabkan ramai dikemudian hari. Sang prabu segeralah memerintahkan kepada paman di Talkanda, Resi Sapwani, dan adikku di Sokalima. 13. Supaya bersamadi agar dewa memberi anugrah besar kepadamu yang berwujud orang yang sanggup membunuh saudaramu yang akan merusak negara, berilah dia setengah dari negaramu sebagai hadiah.

2. Ajaran Pasrah, Narima dan Sabar

Manusia sebagai makhluk sosial selalu menghadapi masalah dalam kehidupannya. Masalah-masalah yang dihadapi manusia kadang menyesatkan, maka dalam menyelesaikan suatu masalah dalam kehidupan manusia harus dapat mengembangkan sikap pasrah, narima dan sabar. Pasrah adalah berserah diri kepada Tuhan. Sikap pasrah terhadap takdir adalah pandangan terhadap sikap teosentris, yaitu sikap yang berdasarkan pandangan bahwa Tuhan adalah pusat kehidupan. Semua tingkah laku disesuaikan dengan kehendak Tuhan. Seseorang yang teosentris selalu menerima nasibnya dengan senang hati, sebab ia berpendapat bahwa nasib baik maupun nasib buruk yang diterimanya berasal dari Tuhan dan Tuhan selalu berkehendak baik. Sikap pasrah harus disertai dengan rasa sumarah kepada Tuhan. Jika manusia berjuang mati-matian, ternyata Tuhan menghendaki lain, manusia harus menyadarinya. Manusia hanya bisa berupaya, sedangkan kepastianya di tangan Tuhan Suwardi Endraswra, 2003 : 101-102. ccxxxv Narima adalah merasa puas dengan nasibnya, tidak memberontak, menerima dengan rasa terima kasih. Sikap narima, tidak berarti harus diam saja, pasif dan menunggu bola tanpa usaha. Namun, dalam segala upaya kehidupan harus selalu berusaha keras, lalu bersandar ke hubungan vertikal. Kalau sudah berusaha sekuat tenaga, Tuhan akan mengubah nasib atau belum, semuanya hak Tuhan. Narima banyak pengaruhnya terhadap ketentraman hati. Narima berarti tidak menginginkan milik orang lain, serta tidak iri hati dengan kebahagiaan orang lain. Orang yang narima dapat dikatakan orang yang bersyukur kepada Tuhan Budiono Herusatoto, 2003 : 73. Sabar adalah kuat terhadap suatu cobaan akan tetapi bukan berarti putus asa dalam menghadapi segala cobaan hidup yang menimpa dirinya, melainkan orang yang kuat imannya dan luas pengetahuanya serta tidak sempit pengetahuaanya. Jadi orang yang mempunyai sikap sabar mempunyai hati yang lapang, tidak menyakiti atau merugikan orang lain dengan segala hal yang dilakukan. Orang yang rela hati berserah diri dan menerima dengan senang hati sudah bersikap sabar, ia akan menjadi berhati-hati, karena sudah menjadi bijaksana karena pengalamannya. Dalam naskah Serat Partadewa ajaran untuk pasrah, narima dan sabar terdapat pada nasehat Partadewa kepada Gathutkaca dan Abimanyu yang bersedih atas hilangnya orang tua mereka tanpa pamit. Partadewa memberi nasihat bahwa hilangnya orang tua mereka bukan hal yang semestinya terjadi, tetapi itu merupakan keajaiban dari Tuhan. Untuk itu keduanya diminta untuk pasrah dan ccxxxvi narima kepada kehendak Tuhan serta bersabar dalam menghadapi masalah tersebut, karena Tuhan selalu berkehendak baik. Nasihat Partadewa tersebut terdapat pada kutipan di bawah ini : Pupuh X Asmaradana, bait 45 : 45. Ing pêpêsthèn dènkawruhi sumingkir barang jubriya gêdhe sabar panrimane marga gèr wong tuwanira durung pêdhot subrata anglêluri marang kang wus kang tèki ing Saptarêngga Pupuh XI Kinanthi, bait 1-5 : 1. Lir nalika sira ngrungu ana parangmuka nêkani ngrabasa Cintakapura kongsi kèngsêr wakira aji sêpira sumuking driya sêsêg napas tumpang tindhih 2. Sêpira kèhe kang mungsuh pama gunging jalanidhi ardhaning alun lumembak tan wêgah sira ngêbyuri layak sun tan maidoa trêsnane duwe sudarmi 3. Bantêr kawanèning kalbu tan nawa panasing gêni ing kwanèn lir sadaya daya alirua kêris têkèng don tan tuk landhêsan sêpira cuwaning ati 4. Bedaning warta lan wujud kanyataane bingungi prayoga winaspadakna kang kadya sira kawruhi yèn wis manjing ing panyipta ing dêduga wus kapusthi 5. Pinandêng ingkang kapanduk lêlakon ingkang kadyèki anèng elok mokal- mokal dudu panggawèning janmi tan kêna yèn ginuyua mung kari narimèng takdir Terjemahan : Pupuh X Asmaradana, bait 45 : 45. Takdir harus dipahami dengan menyingkirkan rasa curiga, mau bersabar dan mau menerima, karena orang tuamu belum selesai bertapa, mengikuti jejak yang telah dilakukan para leluhur yang ahli bertapa di Saptarengga Pupuh XI Kinanthi, bait 1-5 : 1. Ketika kamu mendengar ada musuh datang menyerang Cintakapura, sampai pamanmu kalah dan pergi, seberapa geramnya hati, sesak napas sampai tumpang tindih. 2. Seberapa banyaknya musuh, diumpamakan besarnya lautan dan gunung ombak yang bergerak tetapi tidak bisa kamu masuki, itu sudah selayaknya, aku tidak meremehkan karena cintamu kepada orang tua. ccxxxvii 3. Besar keberanian hati bagaikan tidak bisa memadamkan panasnya api, semua keberanian diibaratkan kekuatan keris, sampai waktunya menusuk tetapi tidak ada yang bisa ditusuk, betapa kecewanya hati. 4. Perbedaan antara berita dan kenyataan membingungkan, lebih baik kamu perhatikan yang kamu lihat, kalau sudah masuk dalam angan-anganmu dan ditangkap dalam gagasan. 5. Dilihat yang sebenarnya terjadi, keadaan yang seperti ini aneh tidak masuk akal, bukan karena perbuatan orang, tidak bisa ditertawakan hanya tinggal menerima takdir. Selain cerita di atas, ajaran pasrah, narima dan sabar juga terdapat pada nasehat Prabu Baladewa kepada Setyaboma, Rukmini dan Jembawati yang sedang kalut karena ditinggal oleh Prabu Kresna tanpa pamit, yaitu pada pupuh XIII Sinom bait 25-26 : 25. Inguni jêng srinarendra kang lagya migêning dasih wanti-wanti ing pamulang mring sira kalawan mami dènsabar barang budi lan têguh sabarang wuwus panyimparing kagetan pikukuhing wong dumadi ing samêngko wong têlu barêng anyandhang 26. Marma yayi dènnarima mring hyang misesa kami sêranane ing panrima saranta lan naya manis barang wêtuning budi kudu sarèh ing panêguh kang mêlêng ing pamawas iku margining patitis ywa sinêngguh ingsun mêmulang ing sira Terjemahan: 25. Dahulu sang raja yang baru bersedih hati, berkali-kali dalam memberi nasehat kepada kamu dan aku, agar bersabar dalam berpikir dan teguh dalam semua ucapan. Membuang rasa cepat terkejut itulah pedoman orang hidup, sekarang orang tiga sama-sama mengalaminya. 26. Oleh karena itu adikku, supaya narima kepada Yang Maha Kuasa. Syarat untuk narima adalah bersabar dan berbuat baik. Semua hasil pemikiran harus sabar dalam memutuskan, memperhatikan dengan sunguh-sungguh semua gagasan, itulah cara agar bisa tepat dan akurat. Jangan dianggap aku mengajari kamu. Dari cuplikan cerita di atas dapat diambil suatu nilai bahwa manungsa amung saderma manusia memang hanya melaksanakan yang sudah ditakdirkan. Untuk itu manusia diharapkan dapat bersikap pasrah, sabar dan narima dalam ccxxxviii menghadapi suatu masalah sesulit apapun, percaya pada nasib sendiri, dan berterima kasih kepada Tuhan karena ada kepuasan dalam memenuhi apa yang menjadi bagiannya dengan kesadaran bahwa semuanya telah ditetapkan. Orang harus mengikuti rel dari takdirnya, yang betapa pun tidak dapat dihindari. Ini tidak berarti bahwa orang tidak harus mencapai yang sebaik-baiknya, sebab orang hanya dapat mengetahui hasil dan nasibnya akibat dari perbuatan-perbuatannya.

3. Ajaran Berprihatin