Bungkil Jarak Pagar Kompos

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bungkil Jarak Pagar

Biji jarak pagar mempunyai kulit keras dan berwarna hitam dan di dalamnya terdapat kernel atau daging biji yang berwarna putih. Proporsi kulit dan kernel antara 350 sampai 400 g per kg biji dan 600 sampai 650 g per kg biji. Bungkil biji merupakan produk samping dari ekstraksi minyak dengan proporsi 500-600 g per kg kernel Makkar et al, 2008. Selain menghasilkan minyak sebagai produk utamanya, pengolahan biji jarak pagar juga menghasilkan bungkil biji. Bungkil biji merupakan sisa daging biji setelah diambil minyaknya straight jatropha oil. Bungkil ini mengandung protein hingga 60. Apabila detoksifikasi pada bungkil jarak sudah bisa diterapkan, bungkil biji jarak sangat potensial sebagai sumber protein, terutama untuk pakan ternak Priyanto, 2007. Selain itu, menurut Makkar dan Becker 1997, bungkil jarak pagar yang bersifat toksik juga dapat digunakan sebagai pupuk dan pestisida, substrat untuk produksi biogas dan sumber bahan bakar untuk generator. Bungkil jarak pagar juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan briket pengganti bahan bakar minyak tanah Hambali dan Mujdalipah, 2006. Di lahan yang sudah berproduksi, bungkil sisa pengepresan daging biji jarak setelah diambil minyaknya sangat baik digunakan untuk kompos. Bungkil daging biji banyak mengandung N nitrogen, P fosfor, dan K kalium Nurcholis dan Sumarsih, 2007. Kandungan kimia bungkil biji jarak sisa pengepresan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan kimia bungkil biji jarak pagar Jenis Unsur Hara Kandungan C organik 55.2 N 4.1 CN Ratio 13.5 P 0.5 K 1.2 Ca 0.3 Mg 0.4 Na 0.1 Sumber : Hening 2005 dalam Nurcholis dan Sumarsih 2007 Gambar 1. Bungkil jarak pagar 4

2.2 Kompos

Limbah tanaman jarak yang belum termanfaatkan berupa daun, dahan, ranting, kulit buah jarak, dan bungkil dapat diolah menjadi kompos. Kompos adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan. Pengomposan didefinisikan sebagai penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis. Hasil akhirnya berupa produk yang stabil sehingga sangat baik digunakan untuk menggemburkan tanah, baik sebagai pupuk maupun conditioner tanah tanpa merugikan lingkungan Hambali et al., 2007. Diagram alir pengomposan bungkil jarak pagar menjadi pupuk organik dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Diagram alir pengomposan bungkil jarak menjadi pupuk organik Hambali dan Mujdalipah, 2006 Ketika dicampur dengan tanah, kompos meningkatkan kandungan bahan organik, memperbaiki sifat fisik tanah, menyediakan nutrisi essensial, dan meningkatkan kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Kompos juga dapat diaplikasikan ke permukaan tanah untuk mempertahankan kelembaban, mengendalikan pertumbuhan gulma, mengurangi erosi, memperbaiki tampilan tanah, dan menjaga tanah dari peningkatan atau kehilangan panas yang terlalu cepat Bass et al ., 1992. Bungkil Pencampuran Limbah jarak Fermentasi Pengaturan aerasi dan kadar air Kotoran ternak Decomposer Kompos matang Pengeringan Penambahan beneficial soil mikrobaaditif Pengayakan Pembentukan Pengemasan Slow released fertilizer 5 Faktor-faktor yang dapat mempercepat proses pengomposan adalah nilai CN bahan, ukuran bahan, kontak dengan bakteri, waktu pengomposan, jumlah mikroba dekomposer, kelembaban kadar air, aerasi, suhu dan keasaman pH yang optimum Hambali dan Mujdalipah, 2006. Menurut Bass et al . 1992 dekomposisi material organik di dalam gundukan kompos bergantung pada aktivitas mikroorganisme dekomposer. Setiap faktor yang menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini juga akan menghambat proses dekomposisi. Dekomposisi yang efisien terjadi ketika aerasi dan kelembaban cukup, partikel atau material limbah berukuran kecil, dan ketika pupuk dan perekat ditambahkan dalam jumlah yang cukup. Terkait dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kompos bungkil jarak pagar, keberadaan bungkil di udara terbuka dapat meningkatkan konsentrasi gas CH 4 , N 2 O, H 2 S, NH 3 , CO 2 dan komponen organik yang bersifat volatil VOCs melalui proses dekomposisi biomassa oleh berbagai jenis mikroorganisme. Strategi terbaik untuk permasalahan ini adalah dengan menjadikan bungkil sebagai sumber “biomassa”, tidak hanya membuangnya sebagai “limbah”. Dekomposisi bungkil secara anaerobik menghasilkan emisi gas CH 4 , VOCs, H 2 S yang lebih rendah Chandra et al , 2006. Batjes dan Bridges 1992 dalam reviewnya menyatakan beberapa hasil penelitian menunjukkan penambahan bahan organik pada lahan sawah dapat meningkatkan emisi CH 4 . Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Dubey 2005 bahwa penambahan bahan organik pada lahan sawah dapat meningkatkan fluks CH 4 dengan menurunkan Eh tanah dan menyediakan karbon untuk metanogen. Bahan organik dapat merubah karakteristik tanah baik secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga dapat mempengaruhi pembentukan CH 4 . Terkait dengan emisi N 2 O, menurut Pathak 1999 denitrifier sama halnya dengan nitrifier menggunakan C organik sebagai elektron donor untuk mendapatkan energi dan sintesis konstituen selnya sehingga penambahan bahan organik dapat meningkatkan emisi N 2 O. Rastogi et al. 2002 menyatakan aplikasi bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan emisi CO 2 .

2.3 Gas Rumah Kaca