Dinitro Oksida N Emisi CH

34 persamaan grafik yang diperoleh melalui Interpolasi Lagrange Lampiran 13. Hasil perhitungan total CH 4 selama 24 jam pada setiap waktu pengambilan sampel disajikan pada Gambar 13 sedangkan total CH 4 selama 14 hari dapat dilihat pada Gambar 14. Hasil perhitungan total CH 4 selama 14 hari menunjukkan emisi CH 4 tertinggi dihasilkan dari pupuk slow release ureaSRU 638 mgCm 2 , kemudian urea 630 mgCm 2 dan paling rendah kompos 621 mgCm 2 . Total emisi CH 4 dari urea yang lebih rendah dibandingkan SRU dapat dikarenakan sebagian urea telah terhidrolisis di awal pengamatan. Gambar 13. Emisi CH 4 selama 24 jam dari setiap perlakuan pada 3, 5, 7 dan 14 HSAP Gambar 14. Total emisi CH 4 selama 14 hari dari setiap jenis pupuk

4.5.2 Dinitro Oksida N

2 O Perubahan emisi N 2 O untuk masing-masing jenis pupuk dapat dilihat pada Gambar 15. Konsentrasi N 2 O yang dihasilkan dari semua perlakuan jenis pupuk semakin meningkat selama waktu pengamatan dan mencapai maksimum pada 14 hari setelah aplikasi pupuk HSAP dengan nilai tertinggi dihasilkan dari perlakuan slow release urea SRU sebesar 2.3 ppm 2.6 mgNm 2 jam. Konsentrasi N 2 O yang dihasilkan dari kompos bungkil jarak pagar pada 3, 5, 7 dan 14 HSAP adalah 0.7 ppm 0.8 mgNm 2 jam, 0.7 ppm 0.8 mgNm 2 jam, 0.9 ppm 1.0 mgNm 2 jam dan 2.0 ppm 2.2 mgNm 2 jam. Konsentrasi N 2 O dari kompos bungkil jarak pagar lebih tinggi dibandingkan urea pada 3 dan 14 HSAP sedangkan pada 5 dan 7 HSAP konsentrasi N 2 O dari kompos lebih rendah. Dibandingkan dengan SRU, konsentrasi N 2 O yang dihasilkan dari kompos bungkil jarak pagar lebih rendah pada 5 dan 14 HSAP sedangkan pada 3 dan 7 HSAP, N 2 O dari kompos lebih tinggi. 20 40 60 80 100 120 2 4 6 8 10 12 14 16 C H 4 m g C m 2 HSAP urea kompos SRU KO 600 610 620 630 640 650 urea kompos SRU C H 4 m g C m 2 Pupuk 35 Gambar 15. Perubahan emisi N 2 O sesaat dari setiap perlakuan selama pengamatan pada pukul 07.00-09.00 WIB Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi N 2 O dari aplikasi kompos bungkil jarak pagar lebih tinggi dibandingkan dengan urea pada 3 dan 14 HSAP. Pemberian pupuk urea seharusnya dapat meningkatkan emisi N 2 O dari tanah. Pathak 1999 menyatakan studi emisi GRK di India menunjukkan tanah yang diberi urea menghasilkan emisi N 2 O terbesar dibandingkan pupuk anorganik yang lain ammonium sulfat dan potassium nitrat. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh penambahan bahan organik dari kompos bungkil jarak pagar mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan N 2 O secara signifikan. Batjes dan Bridges 1992 menyatakan penambahan bahan organik dapat meningkatkan konsumsi O 2 di dalam tanah sehingga menyebabkan defisiensi oksigen. Defisiensi oksigen membuat lingkungan menjadi lebih anaerob sehingga dapat meningkatkan produksi N 2 O dari proses denitrifikasi. Konsentrasi N 2 O dari perlakuan urea yang lebih rendah juga dapat disebabkan sebagian N 2 O sudah direduksi menjadi N 2 . Selain menghasilkan N 2 O, proses denitrifikasi di dalam tanah juga menggunakan N 2 O dalam proses reduksi lanjutan N 2 O menjadi N 2 . Dengan demikian, proses denitrifikasi dapat berperan sebagai sumber atau pengguna N 2 O. Selain itu, Pathak 1999 juga menyatakan denitrifier dan nitrifier menggunakan komponen C organik sebagai elektron donor untuk energi dan sintesis konstituen selnya. Oleh karena itu, penambahan C organik ke dalam dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan gas N 2 O yang dihasilkan. Analisis ragam menunjukkan perlakuan pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi N 2 O yang dihasilkan baik pada 3, 5, 7 maupun 14 HSAP Lampiran 10. Pada 3 HSAP, konsentrasi N 2 O tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kontrol KO sebesar 0.8 ppm 0.9 mgNm 2 jam kemudian kompos bungkil jarak pagar, urea dan terendah SRU. Sementara itu, pada 5 HSAP konsentrasi N 2 O tertinggi dihasilkan oleh perlakuan KO sebesar 0.9 ppm 1.0 mgNm 2 jam, kemudian urea, SRU dan terendah kompos bungkil jarak pagar. Hasil pengukuran N 2 O pada kedua waktu sampling tersebut menunjukkan bahwa kontrol menghasilkan N 2 O lebih tinggi dibandingkan perlakuan aplikasi pupuk. Hal ini diduga disebabkan mikroorganisme belum dapat memanfaatkan sumber N dari pupuk. Kompos bungkil jarak pagar, urea dan slow release urea SRU yang digunakan dalam penelitian ini mengandung unsur N sebanyak 2.2, 45 dan 38 sehingga aplikasi pupuk tersebut dapat menambah sumber N di dalam tanah yang secara langsung dapat mempengaruhi emisi N 2 O yang dihasilkan. Akan tetapi, unsur N yang terdapat dalam masing-masing pupuk tersebut tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroorganisme ketika diaplikasikan ke tanah karena masih berada dalam bentuk molekul 1 2 3 2 4 6 8 10 12 14 16 N 2 O p p m HSAP urea kompos slow release urea KO 36 yang kompleks dan besar. Menururt Camberato 2001, molekul yang kompleks dan berukuran besar yang mengandung unsur nitrogen akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana dan kecil kemudian menjadi ammonium. Sumber N dalam bentuk ammonium inilah yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Pemanfaatan unsur N dari pupuk diduga mulai optimal saat 7 dan 14 HSAP. Pada 7 HSAP, konsentrasi N 2 O tertinggi dihasilkan dari perlakuan urea 0.9 ppm, 1.0 mgNm 2 jam kemudian kompos bungkil jarak pagar, SRU dan terendah KO. Sementara itu pada 14 HSAP, konsentrasi N 2 O tertinggi dihasilkan oleh perlakuan SRU 2.3 ppm, 2.6 mgNm 2 jam kemudian kompos bungkil jarak pagar, urea dan terendah KO. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan konsentrasi N 2 O dari SRU pada 14 HSAP lebih tinggi dibandingkan pupuk yang lain. SRU terhidrolisis lebih lambat dibandingkan dengan urea sehingga kehilangan ammonia dari tanah dapat diminimalkan. Dengan demikian, unsur N yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme lebih tersedia sehingga mampu meningkatkan produksi N 2 O. Camberato 2001 menyatakan kehilangan ammonia dari aplikasi pupuk urea mencapai 60. Selain itu, meskipun pemberian bahan organik dari kompos bungkil jarak pagar membuat lingkungan menjadi lebih bersifat anaerobik, kandungan N dalam kompos bungkil jarak pagar lebih rendah dari urea maupun SRU 2.26 sehingga memungkinkan produksi N 2 O dari kompos lebih rendah. Kompos juga lebih sulit didegradasi oleh mikrorganisme karena adanya komponen lain seperti serat dan lignin. Penyebab lain adalah pada perlakuan urea sebagian N 2 O telah direduksi menjadi N 2 dalam proses denitrifikasi sehingga N 2 O yang terukur lebih rendah dibandingkan SRU. Sehubungan dengan korelasinya dengan parameter lingkungan, analisis statistik juga menunjukkan N 2 O tidak berkorelasi nyata dengan temperatur tanah, temperatur udara, radiasi matahari, kadar air tanah dan curah hujan Lampiran 11. Sama halnya dengan CH 4 , total emisi N 2 O selama 24 jam dan 14 hari diperkirakan dengan menggunakan persamaan grafik yang diperoleh melalui Interpolasi Lagrange. Hasil perhitungan total N 2 O selama 24 jam pada setiap waktu pengambilan sampel disajikan pada Gambar 16 sedangkan total N 2 O selama 14 hari dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil perhitungan total N 2 O selama 14 hari menunjukkan emisi N 2 O tertinggi dihasilkan dari kompos 455 mgNm 2 , kemudian slow release urea SRU 391 mgNm 2 dan terendah urea 384 mgNm 2 . Penambahan kompos ke dalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan sumber C organik bagi mikroorganisme dan menyebabkan terjadinya defisiensi oksigen sehingga diperkirakan dapat memicu pembentukan N 2 O secara signifikan. Selain itu, sumber N yang terdapat dalam kompos merupakan N organik sehingga lebih mudah dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang berperan dalam nitrifikasi dan denitrifikasi dibandingkan N yang terdapat dalam pupuk anorganik urea dan slow release urea. Gambar 16. Emisi N 2 O selama 24 jam dari setiap perlakuan pada 3, 5, 7 dan 14 HSAP 10 20 30 40 50 60 70 2 4 6 8 10 12 14 16 N 2 O m g N m 2 h ar i HSAP urea kompos slow release urea KO 37 Gambar 17. Total emisi N 2 O selama 14 hari dari setiap jenis pupuk

4.6 Manfaat Penelitian bagi Agorindustri