6 Potential
GWP yang diukur secara relatif berdasarkan emisi CO
2
dengan nilai 1. Makin besar nilai GWP makin bersifat merusak Sugiyono, 2006.
Menurut Irmansyah 2004, di Indonesia kontribusi terbesar GRK berasal dari karbon dioksida, metana dan dinitrogen oksida. Karbon dioksida CO
2
yang merupakan bagian terbesar dari emisi GRK ini dihasilkan oleh sektor kehutanan dan energi. Gas kedua terbesar dalam mempengaruhi
pemanasan global adalah gas metana. Emisi metana terbesar berasal dari sektor pertanian termasuk di dalamnya sektor peternakan. Pada tahun 1990 sektor kehutanan dan tata guna lahan menghasilkan
42.5 dari total emisi GRK, sementara dari sektor energi menghasilkan 40.9, kemudian diikuti oleh emisi dari sektor pertanian 13.4, industri 2.4 dan limbah 0.8.
Emisi GRK dari sektor pertanian sebagian besar dihasilkan dari proses respirasi yang terjadi di dalam tanah. Mosier et al. 2004 juga menyatakan lahan pertanian merupakan sumber utama emisi
gas yang berasal dari kegiatan antropogenik. Gas rumah kaca yang dihasilkan di dalam tanah akan ditransportasikan ke atmosfer melalui lintasan difusi gas dan sebagian lain terlarut dalam air dan
bergerak ke atmosfer melalui evapotranspirasi. Produksi dan transportasi GRK tersebut berkaitan erat dengan potensial redoks, pH, porositas serta aerasi yang secara praktikal dapat didekati dengan
pengelolaan air Suprihati, 2005. Berikut ini adalah penjelasan mengenai beberapa gas rumah kaca yang utama.
2.3.1 Karbondioksida CO
2
Karbondioksida merupakan jenis emisi gas yang memiliki konsentrasi paling tinggi di udara jika dibandingkan dengan emisi gas yang lain. Menurut informasi dari World Meteorogical
Organization WMO 2007, CO
2
merupakan gas penyerap sinar inframerah yang utama, dihasilkan dari aktivitas antropogenik dan bertanggungjawab terhadap 63 dari total radiasi yang diterima bumi.
CO
2
juga berkontribusi dalam meningkatkan radiasi sebanyak 87 selama dekade terakhir dan 91 selama lima tahun terakhir. Sebelum masa revolusi industri, kelimpahan CO
2
di atmosfer mendekati konstan pada angka ~280 ppm. Sejak akhir tahun 1700-an, konsentrasi CO
2
di amosfer meningkat sebanyak 36. Peningkatan tersebut sebagian besar berasal dari emisi hasil pembakaran bahan bakar
fosil sekitar 8.4 Gt karbon per tahun kemudian diikuti oleh adanya deforestasi ~1.5 Gt karbon per tahun. Secara keseluruhan, rata-rata kelimpahan CO
2
di atmosfer tahun 2006 mencapai 381.2 ppm. Emisi CO
2
dapat berasal dari penggunaan bahan bakar fosil, seperti: batubara, minyak bumi dan gas bumi, serta dari industri semen dan konversi lahan. Penggunaan bahan bakar fosil merupakan
sumber utama emisi CO
2
di dunia dan mencapai 74 dari total emisi. Konversi lahan mempunyai kontribusi sebesar 24 dan industri semen sebesar 3 Sugiyono, 2006.
Terkait dengan emisi CO
2
yang berasal dari lahan pertanian, Setyanto 2008 menyatakan karbondioksida merupakan komponen terbesar yang diemisikan dari lahan pertanian. Meskipun emisi
CO
2
sangat tinggi di lahan pertanian, tetapi gas ini akan kembali digunakan tanaman saat berlangsungnya proses fotosintesis dan akan dikonservasikan ke bentuk biomas tanaman. Produksi
CO
2
dari tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan organik secara aerobik, respirasi akar tanaman dan mikroba. Praktek pengelolaan lahan yang berpengaruh terhadap penyimpanan dan pelepasan CO
2
juga berkontribusi terhadap emisinya Suprihati, 2005. Karbon dioksida terbebaskan dari tanah ke atmosfer melalui proses respirasi. Respirasi tanah
tersebut merupakan gabungan antara tiga proses biologi yaitu respirasi mikroorganisme, respirasi akar, dan respirasi hewan yang ada di permukaan tanah atau pada lapisan tanah atas dimana residu
tanaman terkonsentrasi serta satu proses non-biologis, yaitu proses oksidasi kimia yang dapat terjadi pada suhu tinggi Rastogi et al., 2002.
7
2.3.2 Metana CH